"Jaga diri baik-baik ya sayang! Mas pergi dulu. Rasanya Mas tidak ingin berangkat, ingin di sini saja sama kamu..." Rengek Altaf seperti anak kecil.
Altaf harus mengurus bisnisnya yang berada di Surabaya tiga hari lamanya. Sungguh, ia sangat berat meninggalkan istrinya. Apalagi Kalila tengah hamil, Altaf semakin gusar. Walaupun Kalila sudah ia titipkan ke orang tua Kalila. Tapi tetap saja ia tidak bisa berjauhan dengan Kalila.
Kalila terkekeh mengusap rambut suaminya, posisi mereka sedang saling berpelukan di kamar Kalila. "Sabar ya Mas! InsyaAllah aku baik-baik aja di sini. Kan ada umi dan abi yang menjaga aku. Mas harus semangat, karena bagaimanpun ini tanggung jawab Mas juga."
Altaf mengangguk, mencium kening dan bibir Kalila cukup lama. Tidak hanya itu, Altaf juga berpamitan dengan calon anak yang berada di perut istrinya. Altaf mengubah posisinya menjadi jongkok, lalu mencium perut Kalila bertubi-tubi. "Anak abi, abi pergi dulu yah! Abi titip umi sama kamu. Kamu jangan nakal ya selama abi tidak ada di rumah."
"Yasudah mas Altaf bangun yuk! Kasihan Kak Riza sudah menunggu kamu di depan." Ajak Kalila merubah posisi Altaf menjadi berdiri kembali. "Semangat ya Mas." Lanjut Kalila, mengecup bibir suaminya.
Kalila mengantarkan suaminya ke depan rumah. Saat sampai di depan rumah ia menyalimi tangan suaminya.
"Hati-hati ya Mas, kalau sudah sampai berkabar sama aku!"
"Iya sayang, Mas pergi dulu ya. Assalamualaikum." Pamit Altaf.
"Waalaikumsalam." Jawab Kalila.
Pria itu segera masuk ke dalam mobil. Lalu, melambaikan tangan ke arah istrinya. Saat mobil yang membawanya sudah keluar dari halaman rumah.
Kalila membalas lambaian tangan Altaf dengan senyuman manisnya. Saat mobil suaminya sudah tak terlihat Kalila segera masuk ke dalam rumah. Sebenarnya, ia juga merasa sedih di tinggal Altaf untuk bertugas. Tapi Kalila tidak ingin suaminya sampai lalai dalam pekerjaannya.
'Sabar ya nak! Abi cuma tiga hari kok perginya. Nanti malam kita tidur tidak di peluk Abi dulu.' Batin Kalila mengusap perutnya.
Luna menghampiri putrinya, ia paham betul bagaimana perasaan putrinya. Wajah putrinya yang tadinya ceria menjadi murung, setelah kepergian Altaf. "Anak umi, makan dulu yuk! Umi sudah buatkan makanan kesukaan Kalila."
"Kalila belum lapar umi." Lirih Kalila mentap Uminya.
"Harus makan yah, kan sudah ada dedek bayi di sini! Kasihan dedek bayinya kalau kamu tidak makan." Tutur Luna, mengusap pipi putrinya.
Benar kata sang umi, seharusnya Kalila makan. Karena bagaimanpun sekarang ia tidak sendiri, ia mengusap perutnya yang sudah membuncit meminta maaf pada calon anaknya yang ada di kandungannya. "Kalila mau makan deh umi!" ujar Kalila menatap sang Umi.
Dengan senang hati Luna menyiapkan makanan untuk putrinya. "Yasudah hayu kita ke meja makan. Umi temani."
Saat sampai di meja makan Luna menyuruh putrinya untuk duduk. Lalu, ia mengambilkan lauk beserta nasi untuk Kalila. "Selamat makan sayang."
"Makasih umi, adik mau disuapin sama umi boleh?"
Luna mengangguk sambil tersenyum pada putrinya. "Boleh dong! Dengan senang hati umi suapin, putri umi yang cantik ini." Luna mulai menyuapi Kalila dengan penuh kasih sayang.
Kalila dengan lahap memakanan makanan yang di buat oleh Luna. Ia rindu juga masakan yang di buatkan oleh uminya dan akhirnya sekarang dia memakannya. Apalagi sekarang ia disuapin oleh sang umi. Menjadi menambah kenikmatan dalam acara makanannya kali ini.
***
Sejak bangun dari tidurnya Kalila sangat gelisah, lantaran tak mendapatkan kabar dari suaminya sampai saat ini. Dari kemarin Altaf belum membalas pesannya, membuat Kalila khawatir dengan keadaan suaminya. Tapi, Kalila tetap berfikir positif pada suaminya. Mungkin suaminya sedang sibuk dengan pekerjaannya di sana. Kalila sesekali mengecek layar ponselnya, barangkali terdapat notif dari suaminya. Bahkan sejak tadi Kalila tidak keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKALI
SpiritualBacalah My Imam Until Jannah lebih dulu, agar tidak bingung! *** Muhammad Altaf Khair Wijaya seorang pembisnis muda. Ketampanan yang di milikinya di warisi dari sang Ayah. Dia pria yang memiliki sifat di...