ALKALI #6

52 6 0
                                    

'Kejadian seminggu yang lalu membuatku trauma. Terkadang rasanya aku ingin menghilang dari dunia. Tapi, aku harus kuat. Karena aku yakin setelah ini Allah sudah menyiapkan hal yang indah untukku. Aku yakin, Allah mengujiku karena Allah sayang padaku.' Kalila Shakeela Vernandez.

.
.
.
.

Setelah kejadian yang menimpah Kalila beberapa hari yang lalu. Gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Kebetulan sekali kuliah Kalila sedang libur, jadi ia tak perlu khawatir dengan masalah kampus. Kalila lebih sering melamun belakangan ini. Seperti sekarang, gadis itu sedang menatap luar jendela dengan tatapan mata yang kosong. Ia merasa bayangan-bayang yang terjadi kemarin terkadang masih suka menghantui pikirannya. Saking asik dengan lamunanya, Kalila tidak menyadari bahwa sang Umi sudah berada disampingnya.

"Kalila Umi sudah masak untuk sarapan kamu, makan ya nak."ucap Luna lembut, mengelus kepala putrinya.

Sebagai seorang ibu tentunya Luna sangat sedih melihat keaadaan putrinya belakangan ini. Tapi, Luna tak boleh menunjukan kesedihannya dihadapan Kalila. Ia harus mengsuport Kalila, agar gadis itu kembali ceria.

"U-umi, umi sejak kapan masuk kesini? Maaf umi Kalila tidak sadar." lirih Kalila. "Umi Kalila capek hiks..." tangis Kalila, memukul kepalanya, saat kejadian yang membuatnya trauma terus berputar di ingatannya.

Luna yang melihat Kalila terus memukul kepalanya, mencoba menenangkan putrinya. "Istigfar nak, Umi disini, sama kamu istigfar ya..." ujar Luna menarik Kalila kedalam pelukkannya. Mengusap punggu putrinya agar tenang.

Kalila terisak hebat dipelukan sang umi. Dadanya merasa sangat sesak. Dia lelah jika terus seperti ini. Kenapa? Kenapa kejadian tersebut belum hilang dari ingatannya. Kalila terus beristigfar dalam hati, mengikuti ucapan uminya.

Saat dirasa putrinya sudah tenang, Luna menangkupkan wajah Kalila dengan kedua telapak tanganya. "Sekarang kita makan dulu ya nak, adik percayakan sama umi! Umi, Abi dan yang lainnya, serta Allah yang akan selalu nemenin adik. Sekarang makan dulu ya umi suapin." ucap Luna tersenyum, menghapus air mata putrinya. Lalu segera menyuapkan makanan kedalam mulut putrinya.

Kalila menggukan kepalanya. Ia menerima suapan dari Uminya. Benar kata Uminya, dia punya Umi, Abi, dan keluarga yang sayang olehnya. Tentunya ia juga punya Allah yang selalu ada untuknya. Seharusnya Kalila bangkit dari keterpurukan ini. Kalila yakin Allah memberikan cobaan ini karena Allah sayang padanya.

Allah berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

"Bahwa Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya" (Al-Baqarah: 286)

Rafi yang sedang menunggu istrinya di ruang kelurga dengan fikiran yang tidak tenang. Tentunya sebagai seorang Ayah, Rafi mesarasa gagal menjaga putrinya satu-satu, tetapi Rafi berterimakasih pada Allah, karena Allah melindungi putrinya melalui Altaf. Rafi yang melihat istrinya menuruni tangga, menghampiri sang Istri.

Luna tersenyum pada suaminya, ia tau pasti Rafi sangatlah khawatir dengan keadaan putrinya. "Alhamdulillah mas, Kalila mau makan dan menghabiskan makananya."lirih Luna dengan mata berkaca-kaca.

Rafi membalas senyuman sang istri, ia sedikit lega karena Kalila kembali makan. Ia mengambil alih nampan yang di bawa istrinya berisi piring yang sudah kosong. Meletakkan di tempat cuci piring. Lalu, mengajak istrinya untuk duduk disofa.

"Terimakasih sayang, karena sudah kuat dihadapan putri kita." ucap Rafi mengusap telapak tangan Luna.

"Tidak perlu berterimakasih mas! Itu sudah menjadi tugasku sebagai seorang ibu. Mas, aku izin untuk menangis boleh? Hatiku sangatlah sakit melihat kondisi putri kita hiks..." akhirnya air mata yang sedari tadi Luna tahan, meluncur begitu saja.

ALKALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang