Ketika langit berubah menjadi jingga, Narumi masih bersandar di salah satu pohon yang ada di hutan tepat di atas bukit ukiran patung Hokage. Gadis itu melihat pemandangan Konoha yang sangat damai dan tentram. Tapi dibalik indahnya desa Konoha, sudah banyak nyawa yang menghilang.
Angit bertiup kencang dalam sekejap. Narumi tersenyum kecil merasakan seseorang di sampingnya. Orang itu memakai seragam Anbu dengan lengkap dan ada topeng berbentuk anjing di wajahnya. Ia sudah tau siapa itu dan tidak waspada akan kedatangannya.
“Orangtuamu menghawatirkan mu, Rumi.”
“Kakashi nii, apakah Obito nii dan Rin nee sudah bahagia di suatu tempat?”
Tidak ada jawaban, malahan Narumi merasakan Kakashi mulai ikut bergabung dengannya untuk duduk di sampingnya, menatap kedepan dimana desa Konoha mulai menyalakan penerangan di rumah mereka untuk menghadapi malam yang akan datang.
“Apakah Obito nii disana sudah tau jika Rin nee tidak mencintainya?”
“Aku tidak tau.”
Narumi menoleh untuk menatap Kakashi yang sedang menatap kedepan, “Jahat sekali, padahal orang yang di sukai Rin nee adalah Kakashi nii.”
“Aku tidak menyukainya seperti itu. Kami adalah teman dan rekan satu tim.”
“Mungkin Rin nee akan kecewa mendengarnya.” Narumi menghela nafas.
Mereka lalu menikmati pemandangan di depan mereka hingga perlahan langit mulai gelap. Narumi sangat menyukai momen ini yang terkadang membuat Minato dan Kushina tidak bisa melakukan apapun terhadap putri mereka. Mereka tidak bisa selalu mengekang Narumi untuk membuatnya mengerti jika akan berbahaya ketika malam hari.
Tapi, Narumi menyukai saat langit yang berwarna jingga itu perlahan menggelap. Langit gelap yang memunculkan titik-titik putih yang bersinar. Narumi selalu mengadah keatas dan memandang langit malam dengan mata berbinar. Bintang itu sangat indah. Titik-titik kecil yang tidak terlihat berharga itu seperti secercah harapan di langit yang gelap.
Narumi tidak akan pernah bosan melihatnya.
Begitu juga dengan Kakashi.
Entah sejak kapan atau mungkin sedari dulu saat Minato mulai menjadi guru pembimbingnya di tim tujuh, Kakashi selalu memperhatikan cara Narumi memandang langit malam. Bagaimana kecintaan gadis itu terhadap kegelapan malam dan bagaimana dia melihat bintang sebagai harapan yang tidak nyata tapi hadir disana.
Obito selalu mengatakan hal ini ketika mereka melihat Narumi yang sedang mengangumi malam.
“Narumi terlihat sangat indah saat kepalanya mengadah keatas langit yang gelap. Tapi dengan caranya melihat bintang sebagai harapan kecil di kegelapan itu, matanya memantulkan apa yang sedang dia pikirkan.” Celetuk Obito sembari menatap Narumi.
Rin yang mendengar itu tersenyum manis, “Mungkin Narumi percaya bahwa pasti akan ada harapan dalam kondisi apapun. Walau terasa tak nyata dan tak tampak, harapan itu pasti ada walau kecil.”
“Bintang seperti harapan kecil di luasnya kegelapan malam. Selalu ada harapan seperti malam yang tak akan pernah gelap sepenuhnya selama bintang ada untuk memberinya cahaya kecil.” Obito mengangguk setuju.
Kakashi yang hanya menyimak pembicaraan antara rekan satu timnya itu hanya bisa terdiam. Matanya langsung memandang kearah Narumi yang terlihat tidak sadar karena menjadi bahan obrolan Obito dan Rin. Gadis itu bahkan seperti terjebak pada dunianya sendiri.
Tanpa sadar, Kakashi melihat pantulan dari kedua mata Narumi. Bintang-bintang kecil yang ada di langit malam, tergambar di kedua mata itu. Seperti sebuah harapan kecil yang nyata untuk kegelapan malam, nyatanya, dunia shinobi terlalu kejam untuk memikirkan sebuah harapan.
Obito langsung datang kearah Kakashi dan merangkul rekannya itu, “Bukankah pantulan dari matanya terlihat indah?”
“Bintang-bintang itu cukup indah.” Timpal Rin.
“Aku tidak tau.” Balas Kakashi sembari menunduk.
Mengingat itu, Kakashi tersenyum dengan kepedihan yang dalam. Sembari melihat Narumi yang masih mengagumi langit malam yang gelap dan bintang-bintang yang bersinar seperti titik-titik kecil yang berkumpul, ia jadi teringat dengan Obito dan Rin.
Jika benar harapan itu ada, akan tidak mungkin untuk Ayahnya bunuh diri. Jika harapan itu ada, Kakashi dan Rin seharusnya bisa menyelamatkan Obito yang tertimpa batu dalam misi mereka. Jika harapan itu ada, Rin tidak perlu berkorban dan bunuh diri untuk menyelamatkan desa dari negara musuh.
“Jangan pernah menanggungnya sendirian.”
“Jangan menanggunya sendirian seakan kau adalah orang yang kuat!” Obito menatap Kakashi tajam. Alisnya berkerut ketika melihat rekannya, Kakashi, terluka.
“Kakashi nii sudah berjuang keras.”
“Kau sudah berjuang sangat keras, Kakashi.” Minato tersenyum sangat lembut sembari mengusap surai abu Kakashi dengan perlahan.
“Jika Kakashi nii malu untuk bercerita atau menunjukkan kelemahanmu, aku bisa menjaga rahasia.”
“Kamu bisa menceritakan semuanya padaku, Kakashi. Aku akan menjaga rahasiamu karena kita adalah rekan satu tim.” Rin tersenyum sembari memegang tangan Kakashi.
“Manusia juga memiliki rasa lelah. Jadi, tidak masalah, Kakashi nii.”
“Ayah sudah lelah, Kakashi.”
Kening Kakashi langsung mengkerut dan kedalaman matanya terlihat rumit. Narumi tidak meliat itu dan masih terpaku melihat langit malam. Hingga tanpa sadar, Kakashi memegang tangan Narumi dengan erat. Gadis itu menoleh dan tidak melihat raut wajah seperti apa yang Kakashi tunjukan saat ini karena topeng anjing yang menutupinya.
“Kakashi nii?”
“Jangan tinggalkan aku seperti mereka, Rumi. Bisakah kau berjanji padaku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Kilat Merah || Naruto [CERPEN] (END)
FanfictionNamikaze Narumi adalah anak sulung dari pasangan Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina. Ia berteman dengan anak-anak Uchiha dan membangun hubungan yang baik dengan murid-murid yang di bimbing Ayahnya di dalam sebuah tim. Tapi dengan berbagai tragedi y...