PART 20 || Keyakinan Tsunade

792 86 1
                                    

Berita tewasnya Hokage ke-3 di tangan muridnya sendiri mulai menyebar dan Konoha sekali lagi berkabung atas kepergian orang penting di desa mereka. Karena posisi Hokage sedang kosong, desa Konoha sempat mengalami kekacauan sebelum petinggi menunjuk Jiraiya untuk menjadi Hokage selanjutnya yang tentu di tolak oleh pria itu.

Pada akhirnya, Jiraiya mengajak Naruto pergi dari Konoha untuk mencari Tsunade, cucu Hokage pertama yang menurut Jiraiya lebih pantas untuk menjadi Hokage selanjutnya menggantikan Hiruzen yang meninggal dunia.

Perdebatan panjang terjadi antara Tsunade dan Naruto hingga mereka mencapai kesepakatan dan Naruto tertidur lelap di pangkuan Jiraiya. Kedai kasino yang sederhana itu cukup ramai, tapi bagi Tsunade dan Jiraiya, hanya ada mereka berdua disini, ditambah dengan Naruto yang tertidur.

“Anak itu keras kepala.”

“Sudahlah, Tsuna. Naruto masih anak-anak.” Jiraiya tersenyum canggung.

“Sudah lama aku tidak melihatnya dan dia sudah tumbuh menjadi anak yang tidak sopan seperti itu. Itulah akibatnya jika dia tidak diawasi dengan benar.”

“Kau tau keadaan Naruto seperti apa. Dia sudah melewatinya dengan baik.”

Tsunade menghela nafas lelah, “Dia akan sangat baik jika anak itu mendampinginya.”

“Takdir tidak pernah ada yang tau.” Jiraiya tersenyum kecil.

“Itulah alasanku memilih tidak kembali.” Tsuna berdecih tidak suka, “Aku masih belum bisa menemukannya dari hasil perjalananku. Kakek tua itu memuntahkan omong kosong. Aku tau bocah Namikaze itu masih hidup.”

“Tsuna, sudah bertahun-tahun. Bagaimana kamu sangat yakin jika Narumi masih hidup?”

“Perasaanku mengatakannya. Maka dari itu aku melakukan perjalanan ini. Jika aku menjadi Hokage, aku tidak bisa mencari anak itu lagi.”

Jiraiya menghela nafas lelah, “Jika memang anak itu masih hidup, takdir pasti akan mempertemukan kita. Ketika tiba waktunya, dia pasti akan kembali ke Konoha.”

Mendengarnya, Tsunade tidak membalas ucapan Jiraiya dan memilih meminum minuman kerasnya melalui botol. Wanita yang masih terlihat muda itu meminumnya langsung dari botol, tanpa menuangkannya sedikit demi sedikit kedalam cangkir.

Jiraiya mengusap lembut surai Naruto dengan pandangan teduh, “Dan lagi, Konoha saat ini lebih membutuhkan pemimpin sepertimu.”

“Seperti kamu tau saja, dasar mesum.”

“Aku pasti tau, hahaha.” Tawa Jiraiya lepas begitu saja.

Beberpa hari berlalu. Setelah pertempuran yang tidak direncanakan Orochimaru dan Kabuto, Naruto akhirnya bisa membujuk Tsunade untuk kembali ke Konoha dan mendapatkan kalung warisan dari Hokage pertama. Rumornya, kalung itu bisa membeli tiga gunung karena nilainya yang berarti dan mahal.

Malam ini, Naruto tertidur di kamar penginapan yang mereka pesan. Tsunade dan Jiraiya mendapat waktu mereka berdua untuk mendiskusikan banyak hal. Sembari di temani dengan beberapa botol minuman keras yang Tsunade pesan sebagai teman mengobrol.

“Aku tidak menyangka jika anak itu bisa meyakinkanku seperti ini.” Tsunade dengan kedua pipi merahnya memutar gelas kaca bersisi minuman kerasnya.

“Dia adalah anak Minato dan Kushina, pasti perhatian seperti Minato dan keras kepala seperti Kushina. Tapi keduanya terlihat cerewet bagiku.”

“Seperti yang aku katakan saat itu, tujuanku berkelana jauh adalah untuk menemukan jejak Narumi. Tapi sepertinya, ketika aku menjadi Hokage, aku tidak bisa mencarinya lagi.”

“Guru kita mengumumkannya jika Namikaze Narumi sudah tiada. Tapi aku tidak akan pernah bisa mengerti, mengapa perasaanmu yakin jika anak itu masih hidup.” Tsunade langsung menatap Jiraiya tajam dan yang di tatap langsung merasa gugup, “Ta—tapi, Tsuna, aku akan membantumu.”

Tsunade menyipitkan matanya, menatap Jiraiya dengan curiga, “Apa maksudmu?”

“Seperti yang kau tau, jika benar Narumi masih hidup, itu juga akan menguntungkan Naruto karena bisa kembali bertemu dengan Kakaknya. Aku peduli pada Narumi karena anak itu sangat mendukungku sebagai seorang penulis.”

“Karena itu adalah cita-citanya.”

“Benar, menjadi penulis juga tidak buruk.”

“Lalu dengan Naruto?” Tsunade meneguk minumannya.

Senyuman kecil Jiraiya terbentuk, “Dia adalah anak baptis ku, sudah ku anggap seperti anak dan cucuku sendiri.”

“Kau terdengar tua saat mengatakan itu.”

“Terimakasih, Tsuna. Dunia ini sudah sangat tua untuk kita.”

Mendengar itu, Tsunade mendecih dan kembali meneguk minumannya. Jiraiya terkekeh lucu dan ikut meminum minuman keras miliknya yang ada di gelas kaca. Akhirnya, pembicaraan mereka mengalir seperti air. Dari topik ringan hingga berat. Dan sebelum pembicaraan itu usai.

“Aku berharap Naruto ingat tentang Kakaknya. Sangat menyakitkan untuk melupakan satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa. Dan aku juga berharap, dimanapun Narumi berada saat ini, dia akan selalu sehat dan bahagia.” Racau Tsunade dengan kepala yang sudah berada di atas meja. Wajahnya terlihat sedih walau diwarnai dengan merah merona.

“Naruto masih kecil. Jika sudah waktunya, aku akan menceritakan soal Narumi kepadanya secara perlahan.” Balas Jiraiya dengan pandangan mata yang sudah tidak bisa fokus.

Shizune datang ke ruangan Tsunade dan Jiraiya, menatap mereka dengan lelah sembari menggelengkan kepalanya kecil, “Kalian berdua benar-benar.”

Si Kilat Merah || Naruto [CERPEN] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang