"Oh, jadi karena ini Mama ninggalin Papa?"
Ganda tersentak saat Gendis menyebut pria itu dengan sebutan 'Papa'. Begitu juga dengan pria baya yang seolah kepergok selingkuh di hadapan anaknya. Faris―Papa Gendis―memaksa wanita di sampingnya untuk melepaskan tautan tangannya.
"Itu sudah lama berlalu, jadi tidak perlu untuk diungkit lagi," kata Faris datar dan berusaha menutupi keterkejutannya.
"Menurut Papa memang itu sudah lama berlalu, tapi bagi aku dan Mas Abi itu meninggalkan luka hingga sekarang. Karena perpisahan kalian, aku dan Mas Abi berusaha bertahan hidup tanpa Mama. Enggak, enggak. Bukan hanya tanpa Mama, tapi juga tanpa Papa, karena Papa enggak pernah menganggap kami ada walaupun kita serumah!" isi hati Gendis tercurahkan semua malam itu. Perasaan sakit yang telah lama dia simpan sendiri, kini meletus begitu saja menghujam sang Papa.
"Jaga bicaramu, Ndis!" Faris terpancing emosi dan menunjuk Gendis tepat di wajahnya dengan jari telunjuk.
Dua orang keamanan yang tengah berjaga tergopoh menuju mereka, beberapa pengunjung juga memandang mereka yang sedang bertengkar di tengah-tengah diskotik. Sudah dapat diperkirakan apa yang terbesit di benak mereka ketika mengetahui seorang anak memergoki papanya sedang di tempat hiburan malam bersama wanita muda. Keluarga mereka hancur.
"Ada apa, Bos?" tanya salah satu penjaga keamanan berbadan besar seperti seorang atlet.
Faris berusaha menguasai diri dengan mengusap wajahnya beberapa kali, sedangkan Gendis terus menatapnya dengan penuh kebencian. Ganda sendiri hanya mematung tidak jauh dari Gendis, dia tidak bisa ikut campur kali ini.
"Enggak apa-apa, dia anak saya," jawab Faris sambil menunjuk Gendis dengan dagu.
Tiba-tiba seorang wanita tinggi dengan pakaian kasual yang terlalu ketat membalut tubuhnya mendekat tanpa tahu bahwa sebelumnya telah terjadi keributan. "Pak Faris, Bapak lupa belum menandatangani surat perjanjian merger dengan Sweet Royale," ucapnya sambil menyodorkan sebuah map.
Ganda menyatukan alis, dahinya mengerut. Mencoba menebak siapa sebenarnya papa Gendis di hadapannya ini.
"Oh ya, Pak. Untuk investasi pembangunan kasino di Hong―"
"Stop! Nanti saja, kita bicarakan berdua," potong Faris.
Wanita itu menerima map kembali sambil melihat ke arah Gendis dan Ganda bergantian yang mematung di depan mereka. "Ah, maaf, Pak. Saya kembali dulu," pamit si wanita tinggi.
Faris hanya menjawab dengan anggukan.
"Sekarang kita pulang, Ndis. Kita bicara di rumah," ajak Faris. Wanita di sampingnya yang sejak tadi menemani diminta pergi terlebih dahulu.
"Papa tahu Mama sakit? Dan Mama harus kemoterapi, apa Papa pernah peduli tentang itu?" tanya Gendis memberi penekanan.
Faris yang tadinya sudah berjalan, menghentikan langkah lalu berbalik kembali. "Kenapa harus peduli? Toh mama kamu juga memilih melarikan diri meninggalkan kalian."
"Apa Papa pernah tanya ke Mama, kenapa Mama lebih memilih lari? Mama muak dengan sikap Papa sampai enggak bisa bertahan, dan sekarang aku juga lebih membenci Papa dari pada apa pun!" Setelah mengatakan itu, Gendis menarik tangan Ganda dan berjalan cepat menuju tangga lalu keluar dari The Valen yang bagi Gendis sangat menjijikkan.
Faris melangkahkan kaki kembali dan tidak menghentikannya sama sekali. Mereka berdua memang jarang berkomunikasi, dan perkataan Gendis malam ini adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkan kepadanya.
Sesampainya di mobil, Gendis diam dibalik kemudi. Ganda duduk di sampingnya tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi. Tidak, Gendis tidak menangis. Justru dia berteriak marah hingga memukul kemudi berkali-kali dengan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRACEABILITY (TAMAT ✅)
ChickLitGendis Arum Pramidita―memilih berkarir di bidang industri manufaktur sebagai quality control supervisor dibandingkan bekerja kantoran di gedung-gedung tinggi. Hingga akhirnya memutuskan menjalin hubungan dengan Agung Wicaksana―staf quality control...