Chapter 15 - Blackhole

1.4K 123 0
                                    

"Enggak ada masalah, kan, Dis?" Sebuah suara mengejutkan Gendis yang tengah mengecek produk It's Milk! yaitu pasteurized fresh milk di filling room. Gendis menoleh dan didapatinya Ganda yang sudah berdiri di belakangnya dengan jarak yang dekat, hanya enam puluh sentimeter ruang kosong diantara mereka.

"Eh, aman kok," jawab Gendis menjaga nada suara datar.

"Long strip udah dicek?" tanya Ganda lagi.

"Udah, dan enggak ada indikasi bocor." Gendis meraih salah satu produk yang berjalan di rel conveyor lalu mulai mengguntingnya dengan cekatan. Isi produk dibuang dan kemasan dibuka lebar hingga memperlihatkan bagian tengah kemasan yang terdapat perekat. Gendis menyuntikkan cairan berwarna merah dari bagian bawah. "Enggak ada yang berongga, Nda," ujar Gendis sambil menunjukkannya.

Ganda mengangguk dan kembali memperhatikan Gendis yang sedang sibuk. "Dis," panggil Ganda.

Sekali lagi Gendis menoleh karena namanya terus dipanggil. "Ada apa?" jawab Gendis dengan kedua tangan yang masih memegang alat pengecekan kemasan.

Tangan Ganda meraih bahu Gendis agar perempuan itu menghadap ke arah dia sepenuhnya, dan itu membuat Gendis kebingungan, tapi akhirnya dia tahu apa yang dilakukan Ganda. Si enggineering manager yang terkenal tegas tersebut membantu Gendis memasukkan anak rambut yang menyembul keluar dari hairnet. Telunjuk dan ibu jarinya merapikan posisi hairnet Gendis agar tidak ada lagi rambut yang mengganggu.

Gendis mengerjapkan mata sebentar sekaligus salah tingkah akibat perbuatan Ganda. Dia celingukan untuk memastikan tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Ganda terhadapnya. Beruntungnya, operator system tengah mengisi ulang hidrogen peroksida di bagian mesin yang lain dan mereka tidak bisa melihat ke arah Gendis berdiri karena terhalang filling machine yang besar.

"Nda, apaan, sih. Ini tempat kerja!" tegur Gendis kesal karena Ganda membuat kondisi jantungnya tidak aman.

Ganda hanya memperlihatkan kedua matanya yang membentuk garis, menunjukkan bahwa dia sedang tersenyum atau meringis dibalik masker.

"Awas ya, kalau gitu lagi!" ancam Gendis lalu meletakkan alat pengecekan yang sedari tadi dia pegang kemudian beranjak dari tempatnya. Ganda mengejar demi menyejajarkan langkah dengan si supervisor QC yang galak setengah mati.

"Kalau gue gitu lagi, lo mau apa emangnya, Dis?" goda Ganda hingga membuat Gendis menghentikan langkah dan meliriknya tajam.

"Mau aku gunting-gunting kayak paperpack tadi!" ketus Gendis.

Bukannya berhenti menggoda, Ganda justru tertawa mendengarnya. "Dis, pulang kerja mampir kafe gue, yuk."

"Mau ngapain?"

"Katanya mau gunting-gunting gue? Enggak apa, sepi kok. Kamar gue juga luas," bisik Ganda dan sukses membuat Gendis mengangkat alis ditambah mata yang membulat sempurna.

"Enggak waras!" Gendis memukul lengan Ganda keras hingga pria itu mengaduh kesakitan sambil mengusap lengannya.

Perkataan Ganda tadi ternyata serius, dia benar-benar mengajak Gendis ke kafe miliknya—dan beberapa temannya—awalnya Gendis ragu karena dia merasa sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengan Ganda akhir-akhir ini dan menurutnya itu bukan hal baik, mengingat baru saja tiga bulan dia putus dengan Agung dan membuatnya trauma menjalin hubungan untuk kedua kali.

Gendis masih terpaku di depan kafe, dahi yang berkerut menjadi sebuah kebiasaan jika dia sedang bingung atau benaknya penuh pertanyaan yang belum terjawab.

Filokopi. Sebuah papan nama yang besarnya kira-kira 120 cm x 50 cm tergantung di atas pintu masuk kafe dengan huruf berwarna hitam dan background putih polos. Tidak ada yang menarik, sama seperti papan nama pada umumnya. Namun, Gendis seakan baru menyadari sesuatu.

TRACEABILITY (TAMAT ✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang