"Nda, turun di sini aja," kata Gendis seraya menepuk bahu Ganda.
Ganda menoleh sambil membuka kaca helm teropongnya. "Aku bukan ojek, Dis. Udah deh, turun di pabrik aja sekalian." Ganda kembali fokus pada jalan di depan.
"Kalau orang-orang lihat gimana?" Gendis mulai gusar karena jarak Three Mountains makin dekat.
"Ya enggak apa-apa, mereka kan memang punya mata," sahut Ganda tenang.
Motor Ganda sudah berbelok di tikungan terakhir, Gendis menggigit bibir, cemas. Dia berharap semoga tidak ada orang di tempat parkir yang melihat mereka berboncengan. Jika sampai ketahuan, kehidupannya di kantor akan runyam dan menjadi risih. Orang-orang tidak akan tutup mulut dan justru makin mengaitkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaan. Ganda sudah mengarahkan setir untuk masuk ke gerbang.
Seorang penjaga keamanan yang sedang berdiri di pos depan menyapa Ganda dengan ramah. "Selamat pagi, Pak Ganda."
"Pagi, Pak," jawab Ganda sambil menganggukkan kepala.
Penjaga keamanan itu tersadar saat melihat perempuan yang tengah menundukkan kepala yang juga tengah duduk di jok motor Ganda. "Loh, Bu Gendis? Tumben bareng Pak Ganda, enggak bawa mobil, Bu?" sapanya.
"Lagi di bengkel, Pak. Tadi kebetulan ketemu Pak Ganda di jalan jadi bareng," ujar Gendis berbohong.
"Ooh, gitu ...." Si penjaga keamanan hanya manggut-manggut seakan percaya.
Ganda menghentikan motor di tempat parkir, beberapa orang melempar pandangan penuh tanya ke arah mereka. Secepat kilat Gendis turun dari boncengan dan melepas helmnya.
"Ngapain sih buru-buru?" goda Ganda.
"Banyak yang lihat," jawab Gendis sambil meringis.
"Dis, kita enggak lagi berbuat kriminal lho. Cuma boncengan doang, enggak perlu ketakutan gitu."
Gendis tidak menyahut, dia tergesa-gesa melepas helm hingga beberapa anak rambutnya tersangkut di pengait helm. "Sial!" umpatnya.
Ganda tertawa melihat sang kekasih yang terlihat kebingungan, dia turun dari motor dan mengarahkan tangannya ke pengait helm Gendis untuk membantu, tapi justru ditepis oleh wanita itu.
"Jangan, Nda. Makin dilihatin orang-orang." Gendis berbalik membelakangi Ganda sambil menggerutu.
Sebuah motor berhenti di samping motor Ganda. "Kalian barengan?" tanya sebuah suara yang Gendis kenal dan dia sedang menjauhinya saat ini. Gendis tetap pada posisinya, enggan berbalik untuk menjawab pertanyaan sinis itu.
"Iya," jawab Ganda singkat.
"Makin hari, kalian makin deket aja ya," sahut Adine yang sedang melepas helm.
Gendis masih berusaha menguraikan rambutnya yang kusut karena terlilit pengait helm. Dia bergeming, malas menanggapi ucapan Adine.
"Ndis, memang kamu udah kenal Ganda luar-dalem? Kok mau sih didekati sama dia," ucap Adine yang kini berdiri di samping Ganda.
Gendis berhasil menarik rambutnya dari pengait helm kemudian dia menoleh. "Kamu dari dulu hobi banget ya, Din, ngurusin hidup orang lain?"
"Bagiku Ganda bukan orang lain kok, Ndis." Adine melirik Ganda. Pria yang disebut Adine hanya melotot ke arahnya.
"Maksudnya?" Gendis mulai terpancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRACEABILITY (TAMAT ✅)
Chick-LitGendis Arum Pramidita―memilih berkarir di bidang industri manufaktur sebagai quality control supervisor dibandingkan bekerja kantoran di gedung-gedung tinggi. Hingga akhirnya memutuskan menjalin hubungan dengan Agung Wicaksana―staf quality control...