"Aku emang berteman dekat sama Agung. Dulu, kita sebangku waktu SMP. Lalu Agung pindah ke Surabaya sejak kelas tiga dan enggak sengaja kita ketemu lagi di Three Mountains," terang Ganda saat mereka duduk di teras rumah Gendis sepulang kerja.
Gendis sepakat untuk tidak membahas masalah ini selama di kantor, karena itu dia segera meminta Ganda mengantarnya pulang agar pertanyaannya juga cepat terjawab.
"Kenapa kamu nyembunyiin ini dari aku, Nda? Garis bawahi ya, 'kenapa', aku enggak tanya bagaimana. Jadi, semua yang kamu jawab cuma jadi alasan," sindir Gendis tanpa duduk, kekesalannya sudah memuncak sejak tadi.
Baru saja beberapa hari lalu, Ganda berjanji bahwa Gendis akan menjadi yang pertama tahu tentang apa pun yang menyangkut Ganda. Namun, sekarang Gendis sudah dikecewakan untuk yang kedua kali karena masa lalu yang tidak Ganda ceritakan padanya.
"Kalau aku tahu kamu temen deket Agung, aku enggak akan menjalin hubungan sama kamu," ucap Gendis yang masih berdiri dengan nada kesal.
"Enggak akan ada yang berubah, Dis. Kita berdua saling suka, saling memperhatikan dan melindungi. Aku berteman sama Agung enggak memberi pengaruh apa pun ke hubungan kita. Tetap saja kamu yang aku suka, Dis. Toh aku sudah lost contact sama Agung sejak dia resign dari Three Mountains. Dia enggak tahu kalau kamu pacarku," tutur Ganda.
Gendis mengembuskan napas panjang lalu mengambil duduk di kursi teras yang tersisa di samping Ganda. "Nda, kamu tahu betul aku enggak suka terlibat masalah yang complicated. Aku yang nyatanya jadi pacar kedua Agung udah cukup ngerasa bodoh, sekarang aku malah pacaran sama temen deket dia?" Gendis tertawa menyeringai. "Atau jangan-jangan sebenernya kamu tahu kalau Agung sudah punya pacar dan memilih aku sebagai selingkuhannya? Ya Tuhan, hidupku konyol banget," lanjut Gendis lagi.
"Aku beneran enggak tahu soal itu, Dis. Agung enggak pernah cerita tentang dia pacaran sama siapa," sanggah Ganda.
"Terus kamu tahu dari mana kalau dulu aku sama Agung pernah pacaran? Sekantor enggak ada yang tahu, Nda."
"Ya ... itu tersirat waktu kita enggak sengaja ketemu Agung di toko jam tangan sama pacarnya, Dis."
Lagi-lagi Gendis menghela napas berat. "Aku enggak ngerti kamu sembunyiin apa lagi dari aku. Nda, menurutmu aku ini lelucon? Menurutmu aku ini enggak penting sampai kamu ngerasa aku enggak perlu tahu apa pun dari kamu?" Suara Gendis terdengar parau.
"Aku enggak pernah anggap kamu lelucon, Dis. Perasaanku ke kamu itu nyata dan enggak main-main. Aku enggak membagi tentang ini ke kamu karena kamu pasti akan salah paham dan ngejauhi aku karena Agung yang sudah terlanjur jelek di mata kamu."
"Terus kalau begini, kamu kira aku enggak akan ngejauhi kamu, Nda? Aku terus-terusan tahu sesuatu tentang kamu dari orang lain, bukan dari kamu langsung. Aku jadi ngerasa kalau ternyata aku enggak sepenting itu buat kamu." Emosi Gendis sudah mencapai titik maksimal.
Ganda beranjak dari kursi lalu berjongkok di depan Gendis, tangan kanannya berusaha meraih wajah sang kekasih untuk mengusap air matanya, tapi sia-sia karena ditepis oleh Gendis dengan kasar. "Dis, kamu penting buat aku. Aku ambil keputusan begini juga karena banyak yang dipertimbangkan termasuk sikap kamu ke aku nantinya. Aku enggak mau kamu nolak perasaanku cuma gara-gara masih ada nama Agung yang dilibatkan di hubungan kita. Ini tentang kamu dan aku, Dis. Hanya kita berdua."
Sejak tadi Gendis hanya menundukkan kepala. "Aku enggak mau dianggap lelucon, Nda. Aku enggak mau kamu jadi menganggapku 'mudah' karena kamu tahu aku pernah pacaran sama Agung," ucap Gendis di tengah isakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRACEABILITY (TAMAT ✅)
Chick-LitGendis Arum Pramidita―memilih berkarir di bidang industri manufaktur sebagai quality control supervisor dibandingkan bekerja kantoran di gedung-gedung tinggi. Hingga akhirnya memutuskan menjalin hubungan dengan Agung Wicaksana―staf quality control...