"Kemarin kamu izin pulang duluan, Ndis?" tanya Deril ketika Gendis berada di ruangannya untuk menyerahkan audit report dan beberapa temuan minor yang perlu diperbaiki oleh pihak Creamy Cow.
"Iya, Pak. Maaf mendadak, saya kemarin benar-benar enggak enak badan," jawab Gendis lirih.
"Oh ya, barang-barangmu yang ketinggalan di mobil kemarin dibawa Ganda ya."
Gendis tetap berdiri dengan mulut terkatup, dia tidak menjawab.
"Untuk temuan minor ini kamu usahakan segera follow up ke Agung biar segera ada report tindakan perbaikan."
Gendis masih bergeming sambil berdiri di depan meja Deril.
"Ndis?" panggil Deril sambil memandang Gendis yang terus menatap lantai sejak tadi.
"Eh-baik, Pak," jawab Gendis gugup.
"Kamu kalau masih enggak enak badan mending ijin lagi deh dari pada diajak ngomong dari tadi, tapi pikirannya enggak fokus," suruh Deril.
"Maaf Pak Deril."
Gendis meninggalkan ruangan atasannya, tepat saat akan membuka pintu ruangannya sendiri tiba-tiba Ganda berjalan mendekat sambil membawa tas yang dibawanya kemarin.
"Dis," panggil Ganda lirih. "Kemarin kamu ke mana? Aku ke rumahmu lalu ke rumah Tante Ajeng, tapi kamu enggak ada di sana."
Gendis sudah kehilangan minat untuk bicara dengan siapa pun hari ini terutama Ganda.
"Tasmu, Dis," ucap Ganda lagi sambil menyerahkan tas Gendis berada dalam genggaman si pemilik lagi.
"Aku perlu bicara, Dis. Bisa waktu pulang kerja?" tanya Ganda lagi.
Gendis mendorong kenop pintu lalu menutupnya dengan cepat dan menguncinya dari dalam. Kelopak matanya sudah menampung dua tetes air mata sambil Gendis memeluk tasnya. Lagi-lagi hatinya terasa nyeri dan hari ini jauh lebih sakit dibandingkan kemarin saat mendengarkan obrolan Ganda dan Agung.
Mendengarkan suara Ganda yang berusaha mengajaknya bicara, meminta maaf kemudian membuat penjelasan yang sebenarnya lebih terdengar alasan bagi Gendis, hanya akan membuat Gendis luluh dan mengulang kejadian yang sebelumnya.
Ini sudah yang ketiga kali, Gendis harus mendengarkan kenyataan pahit dari orang lain. Ganda tidak pernah mau membuka diri. Terlebih kenyataan yang muncul sekarang adalah awal dari semua permasalahan. Menjalin hubungan dengan Agung adalah permulaan terjadinya api kecil di hidup Gendis dan kini api itu sudah tersiram oleh minyak gas hingga menjadi kobaran api yang besar.
"Dis, aku tahu kata maaf dan menyesal enggak akan cukup buat kamu terima aku lagi. Tapi aku benar-benar butuh bicara sama kamu, Dis," ucap Ganda dari balik pintu.
Gendis menggigit bibir untuk menahan isakan tangisnya, dia tidak yakin dapat menahan semuanya jika masih bertemu Ganda setiap hari di tempat kerja.
Dua tahun lalu ....
Ini sudah rokok kedua yang dinyalakan oleh Agung. Sebuah gelas berisi whiskey berada dalam genggamannya, sudah gelas ketiga, tapi dia belum menunjukkan tanda-tanda tipsy. Agung berkali-kali mengedarkan pandangan dengan tatapan tidak fokus. Padahal suasana Paradise—bar favorit mereka—tidak terlalu ramai malam ini. Entah apa yang sedang dicari Agung sejak tadi.
"Lo kenapa sih? Kayaknya gelisah banget dari tadi," tanya Ganda yang duduk di sampingnya dengan sebatang rokok di tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRACEABILITY (TAMAT ✅)
ChickLitGendis Arum Pramidita―memilih berkarir di bidang industri manufaktur sebagai quality control supervisor dibandingkan bekerja kantoran di gedung-gedung tinggi. Hingga akhirnya memutuskan menjalin hubungan dengan Agung Wicaksana―staf quality control...