12. Hide

7.5K 729 23
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

Is it too much if I ask for 50 votes, readers?🫠 pls vote for our own sake. Don't you want to get some extra up? Or crazy up? Or at least double up? 😌

***

Karez menatap kaum bar-barian yang saat ini sudah berhasil ditakhlukkan. Tersisa sekitar 67 orang yang menyerah dan berlutut saat ini. Sisanya tewas. Akhirnya, peperangan ini berakhir juga. Ia memang belum mengirimkan surat ke ibu kota, namun sepertinya nanti malam ia bisa mengirimnya.

"Yang Mulia, bagaimana dengan para tawanan?" tanya Ash.

"Kita bawa ke ibu kota." ujar Karez.

Karez memerintahkan para ksatria untuk mengamankan para tawanan dan merawat anggota ksatria yang terluka. Lalu ia teringat dengan seseorang. Ia segera berbalik dan berlari ke arah tenda pengobatan. Di sana, seorang gadis sedang berbaring. Lengan kirinya dililit dengan kain perban karena luka sayatan pedang beberapa waktu lalu. Sepertinya, gadis itu sedang tertidur.

Karez lega karena Ashilla masih hidup. Ia hampir saja kehilangan konsentrasinya saat Ashilla terkena luka itu tadi. Ashilla bukan petarung jarak dekat. Ia adalah petarung jarak jauh dengan keahlian memanahnya. Namun, karena tadi musuh tiba-tiba mengepungnya, Ashilla secara gegabah maju dan meraih pedang seseorang untuk melindungi Karez. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin, Ashilla akhirnya terluka juga.

"Yang Mulia, kenapa Anda tidak membangunkan saya?" tanya Ashilla. Ia buru-buru bangun dan menatap Karez yang melamun sambil menatapnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Karez seperti orang bodoh. Jelas Ashilla tak baik-baik saja.

"Saya sudah mendapat pertolongan. Apakah Anda terluka?" Karez menggeleng. Ia duduk di tepi dipan. Sudah ia pikirkan berkali-kali, sosok cantik yang lembut dan tangguh di saat yang bersamaan ini, ia begitu khawatir jika Ashilla meninggalkannya. Ia awalnya bingung, apakah arti perasaan ini. Namun, ia rasa... ia sudah tahu apa arti perasaannya ini.

"Ashilla, apa kau mau ikut ke ibu kota?" tanya Karez. "Ayahanda pasti akan memberimu hadiah besar. Dan... kau bisa hidup nyaman." sambung Karez.

Ashilla menunduk. Ia bimbang. "Yang Mulia, saya mengucapkan terima kasih. Tapi, saya menyukai desa ini melebihi apapun. Dan... saya mempunyai seseorang yang harus saya jaga." Karez terhenyak. Lalu, apakah Ashilla tak memiliki perasaan yang sama dengannya?

"Kau tidak ingin melihatku lagi?"

Mata Ashilla melebar kala mendengar pertanyaan itu.

"Aku... menyukaimu Ashilla. Apa kau tetap tidak mau? Kita bisa membawa ibumu ke ibu kota."

Ashilla menggigit pipi bagian dalamnya. Bagaimana bisa pangeran menyukai dirinya yang hanya rakyat jelata ini? Ini juga tidak bagus karena, "saya... menghormati Anda sebagai Pangeran kedua negeri ini. Saya mohon maaf Yang Mulia..." Karez menunduk lesu.

Ashilla benar-benar hanya melihatnya sebagai Pangeran.

"Apa kau tak ingin memikirkannya lagi?" Ashilla menggeleng. "Tapi setidaknya datanglah di pesta kemenangan. Kau, peranmu sangat penting. Kau adalah pahlawan Ashilla." ungkap Karez. Ia sungguh tak menyangka Ashilla akan menolaknya. Yah, itu juga hak Ashilla kan? Tak akan ada jaminan semua wanita akan menerima pernyataan cintanya. Karez merasa lucu sekali dengan pikirannya bahwa Ashilla akan menerimanya.

"Baiklah. Saya akan hadir." ucap Ashilla.

Karez tersenyum lembut. Ia meninggalkan Ashilla supaya gadis itu bisa istirahat lagi.

Malam harinya, Karez mengirimkan surat pada Raja Andres. Surat itu mungkin baru akan sampai esok hari karena jarak yang sangat jauh. Ia menatap nyala obor yang bergejolak akibat angin yang mulai kencang berhembus.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang