60. Darkness

4.6K 506 20
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

Paus diam untuk beberapa saat setelah mendengar permintaan Urania. Urania juga duduk dengan cemas. Tak banyak lagi waktu yang tersisa, jadi jika Paus mengizinkan maka mereka harus segera berangkat. Urania belum tahu saja jika iblis itu hingga kini masih dicari-cari keberadaannya.

"Archduchess, saya mempertimbangkan ini karena saya memiliki hutang budi terhadap leluhur Anda, Marquess Shalvione terdahulu." Paus menghela napas. Kemudian ia mengangguk. "Saya mengizinkan. Ini karena saya tidak ingin daratan ini hancur dan terbelenggu dalam kegelapan. Dan, karena saya sangat menghormati leluhur Anda."

Urania paham sekarang. Alasan mengapa Paus dan Pendeta Agung mau mengirimkan priest kepadanya adalah karena alasan ini. Urania tak menyangka masih ada keuntungan yang dapat ia peroleh ketika menjadi Putri Marquess Shalvione Yang Tidak Berguna.

"Saya sangat berterima kasih atas kemurahan, Anda." Urania menunduk hormat.

"Paladin Kuil Agung akan saya utus untuk menemani Anda dan rombongan priest. Anda harus kembali dengan selamat."

Pertama kali mendengar bahwa Urania memiliki kekuatan suci, membuat Paus terkejut. Lebih-lebih ia penasaran mengapa Urania membeberkan ini padanya. Seharusnya, Urania tahu jika pihak Kuil Agung tahu perihal ini, maka bisa saja Kuil Agung akan memintanya untuk tinggal di dalam Kuil. Namun, setelah mendengar alasan Urania datang hingga membeberkan rahasianya, Paus semakin merasa terkejut.

Metode untuk melumpuhkan iblis dengan darah pemilik kekuatan suci memang ada di dalam buku miliknya. Buku yang tersimpan di ruang kerja Paus. Tapi hingga kini hanya Paus mengetahuinya. Lantas, bagaimana bisa Urania tahu?

Urania tak mengatakan dari mana ia tahu metode itu. Metode yang diyakini sangat ampuh, namun belum pernah dilakukan lagi sejak ratusan tahun yang lalu. Mungkin, hanya makhluk yang telah berusia ratusan tahun juga yang mengetahui metode ini.

Setelah Paus berkoordinasi dengan para paladin dan priest, Urania berangkat meninggalkan Kuil Agung bersama mereka. Ia belum tahu dimana keberadaan Ashilla saat ini. Namun kabarnya, wilayah bagian Barat Laut Ibu Kota tercemar paling parah. Jika tidak salah, bagian belakang hutan itu adalah pegunungan Ryves. Dan pegunungan Ryves membentang hingga ke Viontine.

"Kita harus pergi ke istana terlebih dahulu. Informasi lebih lanjut kita dapatkan di sana." kata Urania.

"Baik, Yang Mulia."

Tak butuh waktu lama, mereka tiba di istana. Urania melihat sosok Asher yang mondar mandir di depan kolam pancuran, terlihat gelisah. Begitu ia melihat Urania, ia langsung menghampiri Urania dan memberi salam.

"Nyonya menghilang, saya khawatir." Ia ditugaskan untuk mengawasi Urania oleh Zione. Jadi saat Urania tak ada, Ash menjadi panik.

"Apa Sir Ash diperintahkan oleh Tuan Archduke untuk mengawasiku?" tanya Urania.

Asher tersenyum kaku dan mengusap bagian belakang tengkuknya yang tak gatal. "Ini demi keamanan Nyonya." Katanya kemudian.

Urania menghela napas, "katakan dimana Tuan Archduke sekarang."

"E, memangnya kenapa Nyonya?"

"Katakan saja."

"Ah, itu... Tuan sedang mencari penyihir hitam itu."

"Aku tahu, tapi dimana?"

"Pegunungan Ryves."

"Benar dugaanku. Ah, kalau begitu aku harus kesana."

Mata Asher seketika membola.

"Untuk apa Nyonya?" tanyanya panik. Terlebih ekspresi Urania sangat serius. Bukan tidak mungkin jika Nyonya-nya ini akan melaksanakan ide gilanya itu.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang