40. Blond

5.9K 493 9
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

Urania dan Fiona mengunjungi pasar yang tak jauh dari desa Lamien untuk membeli beberapa rempah dan bahan makanan. Sudah dua minggu Urania tidak meninggalkan rumah dan hanya fokus berlatih pedang. Saat ini, tekadnya sudah bulat. Ia harus menjadi pasukan bayaran baron Silka untuk mengetahui apakah dirinya bisa mati di medan perang atau tidak. Ah, katakanlah dia gila. Tapi sepertinya memang benar. Sejak awal, ia masih belum kehilangan hasrat untuk segera mati dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Nyatanya ia tak mampu berdiri setegar itu di dunia ini. Sama seperti saat berada di dunianya yang dulu.

Tak ada seorang pun yang tahu perihal rencana gilanya ini. Tidak Luca, tidak pula Fiona. Jelas mereka pasti akan melarangnya jika tahu. Dan ia tidak ingin itu.

Urania tersenyum ke arah Fiona, "aku mau beli daging dulu. Kau bisa menungguku di dekat pintu masuk jika sudah selesai." kata gadis itu.

"Baiklah." Mereka segera berpencar. Fiona tak banyak tahu soal peliharaan Urania ini. Ia hanya tahu bahwa Urania memiliki seekor panther hitam sebagai peliharaan. Namun tidak tahu jika makhluk itu dapat berbicara. Hanya saja, Fiona merasa ngeri dengan Luca. Ukurannya yang besar membuat taring dan kukunya juga lebih besar dari panther biasa. Siapa yang tidak ngeri dengan binatang buas seperti itu. Fiona membayangkan seandainya Luca lapar dan menjilat kepalanya, lalu menelan kepalanya dengan sekali gerakan.  Membayangkannya saja sudah membuat Fiona bergidik.

Urania mendatangi penjual daging. Satu-satunya pedagang yang menjual daging domba kesukaan Luca. Ia meminta dua potong daging domba dan sepotong daging sapi. Setelah membayar, Urania juga pergi membeli beberapa butir telur, kentang dan wortel. Ia ingin membuat sup daging sapi untuk nanti malam. Akan tetapi, sebelum sampai di lapak penjual sayuran, kaki Urania malah berhenti di depan seorang penjual ramuan ajaib. Ah, itu memang tertulis ramuan ajaib di atas lapaknya yang kecil. Urania membaca beberapa botol yang dipajang. Ada ramuan pengubah suara, ramuan pengubah warna mata, hingga ramuan pengubah warna rambut. Ting! Sepertinya Urania memiliki ide yang bagus.

"Nek, ini benar-benar manjur?"

"Anak muda, kau meragukanku? Aku menua sambil meracik ramuan-ramuan ini."

Urania terkekeh. Tapi ini juga tak ada salahnya mencoba kan?

"Kalau begitu, apakah ramuan pengubah warna rambut ini bisa mengubah warna rambutku menjadi merah muda?" tanya Urania iseng.

Sang nenek terlihat berpikir, "aku belum pernah melihat seperti apa warna merah muda itu." Perkataan sang nenek membuat Urania tertawa. "Berhentilah tertawa, kau bisa membuat rambutmu menjadi warna coklat jika meminum yang ini." Nenek itu menyodorkan sebotol ramuan pengubah warna rambut.

"Aku akan minta ganti rugi jika nenek bohong."

"Kau memang anak yang tidak sopan. Bagaimana bisa kau tega menekan nenek tua sepertiku." Nenek itu mendengus. Lantas berkata, "bayar setengahnya saja dulu. Setelah kau berhasil mengubah warna rambutmu, kembalilah ke sini untuk melunasinya."

"Baiklah nenek baik hati. Saya akan mengambil ini." Urania menyerahkan beberapa koin perak untuk sang nenek, lalu memasukkan ramuan itu ke dalam kantong. "Saya pasti akan ke sini setelah mencobanya." lanjut gadis itu.

Ternyata, ini semacam potion. Jika nenek itu dapat membuat potion unik-unik seperti pengubah warna rambut dan mata, apakah artinya nenek itu pernah menjadi seorang alkemis yang hebat di suatu tempat? Sayang sekali jika bakatnya disia-siakan.

Tiba di rumah setelah berbelanja dengan Fiona, Urania segera menyiapkan panggangan untuk memanggang daging domba ini. Luca belum muncul, entah kemana perginya. Binatang itu akan tiba-tiba pergi dan tiba-tiba muncul, namun Urania belum pernah bertanya kemana dia pergi.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang