2. Abandoned

12.6K 917 13
                                    

Halo...

Selamat membaca!

⚠️Warning⚠️

Konten sensitif. Melukai diri sendiri dan suicide. Mohon kebijaksanaan para pembaca.

***

Irania duduk tegak di atas ranjang itu. Ia melihat dua orang wanita yang tengah mengobrol sambil berjalan ke arahnya.

Salah satu di antara mereka yang melihatnya terlihat terkejut hingga sebuah wadah di tangannya hampir saja terjatuh.

"Hana! Lihat, Nona sudah sadar."

Dua wanita itu menghampiri Irania dan salah satunya terlihat meletakkan wadah berbahan perunggu itu di atas meja. Mereka menatap Irania dengan tatapan takjub dan... bersyukur? Mungkin, karena Irania tak pernah mendapati tatapan seperti itu ditujukan padanya.

"Nona, apa Anda merasa sakit di suatu tempat?"

Irania menggeleng. Nona? Kenapa mereka sopan sekali padanya? Biasanya juga ia dipanggil sampah atau kuman. Nona terdengar menggelikan di telinganya.

"Nona, tunggu sebentar. Saya akan memanggil dokter." Belum sempat Irania berujar, wanita berambut biru dengan panjang sebahu itu sudah berlalu dari hadapannya.

Tunggu, rambut biru ya? Lalu tatapan Irania beralih pada wanita yang satunya, wanita itu tersenyum ke arahnya. Rambut coklat madunya  nampak kontras dengan bola mata abu-abunya. Sebenarnya, kenapa orang-orang ini begitu unik?

Perhatiannya teralihkan saat pintu kamar terbuka lebar. Seorang pria berambut biru tua masuk dengan membawa sebuah tas. Pria itu membungkuk hormat sekilas, "saya akan memeriksa keadaan Nona." Lalu pria itu benar-benar memeriksa Irania tanpa Irania tahu apa maksud dan tujuannya.

"Ah, syukurlah. Keadaan Nona sudah membaik sepenuhnya. Racun yang Nona minum sudah berhasil saya keluarkan. Tapi Anda masih harus banyak beristirahat Nona." Irania mengangguk kaku.

Bukankah ia jatuh dari gedung kantornya? Racun apa? Mana ada uang dia untuk membeli racun?

Setelah dokter itu pergi, Irania memegang pergelangan tangan salah satu wanita yang mengenakan seragam hitam putih itu. Apa ini yang namanya maid? Seperti di cerita dongeng saja.

"Permisi, sebenarnya... ini dimana?"

"No-nona?"

***

Mau dipikirkan bagaimanapun ini tetaplah tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia yang harusnya mati malah hidup lagi di antah berantah seperti ini?

Tunggu, apa ini yang dimaksud sebagai hukuman? Hidup di tempat yang sama sekali tak Irania kenali? Sama sekali tak ia kenali... tidak, ia kenal tempat ini walau tak secara langsung.

Seorang pelayan bernama Hana menangis sesenggukan setelah ia bertanya tempat ini berada dimana. Namun gadis pelayan itu tetap menjelaskannya walau ia harus menahan air matanya. Sembari terus menyebut bahwa ia adalah Nona yang malang, Hana terus menjelaskan apa-apa saja yang bahkan Irania tak tanyakan sama sekali.

Saat ini, ia terbangun di tubuh seorang putri bangsawan. Putri Marquess Shalvione yang keberadaannya dianggap sangat tidak penting oleh semua orang. Ini terjadi saat usianya menginjak 7 tahun, ibu kandungnya meninggal dunia setelah menolong putrinya ini yang hendak diterjang kuda. Setelah itu, semua orang menganggapnya pembawa sial yang tidak berguna karena Marquess sangat terpuruk akibat kepergian istrinya.

Ditambah lagi, tiga tahun setelahnya, Marquess menikahi seorang wanita dari keluarga Viscount. Tak lama kemudian, mereka memiliki seorang anak lelaki. Walau secara teknis harusnya putri ini berhak mewarisi gelar keluarganya, namun hal itu tak akan pernah terjadi sejak anak lelaki itu lahir.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang