56. Realize

4.8K 472 9
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

Urania duduk merenung seorang diri setelah kepergian Zione. Di luar dugaannya, Zione pergi tanpa banyak bantahan. Pria itu tidak mengatakan apapun dan langsung pergi. Memangnya apa yang mau ia dengar?

Gadis itu memejamkan matanya menikmati hembusan angin malam yang dingin. Ia masih betah duduk di depan jendela yang terbuka dan menatap salju yang menutupi dahan kering dan taman yang luas. Menurutnya, ini sedikit mendinginkan hati dan pikirannya.

Zione pasti akan berhenti kan? Pasti pria itu lama-lama juga lelah mendapat penolakan terus seperti ini. Lalu apa katanya? Berteman? Urania hanya bisa tertawa dalam hati. Teman apanya?

Musim dingin akan segera berakhir. Sebentar lagi salju akan mencair dan daun-daun akan tumbuh kembali. Padahal, Urania merasa salju seperti tidak akan berhenti turun karena kencangnya badai saat itu. Sekarang ia sangat menantikan musim berganti dan udara menjadi hangat.

"Nyonya, Anda bisa sakit jika membuka jendelanya terus." kata Cassy. Ia membawa coklat hangat untuk Urania dan beberapa kue kering. Urania menoleh, menatap Cassy dengan senyuman tipis. Ia melihat buku bacaannya yang masih terbuka karena terlalu larut dengan pikirannya. Urania maupun Irania, punya hati yang lemah. Mudah menyerah dan mudah merasa tersentuh. Menyerah akan keadaan yang tak berpihak pada mereka, dan tersentuh akan kebaikan kecil yang mereka dapat.

Urania menutup bukunya, ia menatap cangkir coklat yang asapnya masih mengepul ke atas. Masih sangat hangat, bahkan cenderung panas. Ia meraih cangkir itu dan menyesap isinya perlahan. Manis, sedikit pahit. Berkebalikan dengan keadaan dan hubungan pernikahannya. Pahit, sedikit manis.

"Nyonya, saya tidak tahu apa saya boleh berbicara seperti ini... tapi apakah Nyonya tidak ingin mempertimbangkan kembali pernikahan Anda dengan Tuan?" tanya Cassy.

"Apa kau cemas?" Urania bertanya, "atau kau tidak ingin keluar dari kediaman Archduke?" Cassy menggeleng cepat. Bukan itu yang Cassy maksud. Hanya saja, melihat bahwa Archduke kini memperhatikan Urania, Cassy pikir masih ada harapan di hubungan keduanya. Ia tentu tak berhak mendikte Urania, tapi ia hanya ingin Urania bisa mendapatkan kesempatan untuk bahagia saja.

Saat Urania menghilang karena diculik, Cassy selalu menangis di malam hari. Ia memandangi pintu kamar Urania dengan tatapan gamang. Ia pikir selamanya tidak akan bertemu dengan Urania lagi. Betapa ia sangat menyesal karena tak melihat sosok Urania untuk yang terakhir kali.

Jadi, sekarang... Cassy tak ingin Urania kembali dalam bahaya di luar sana.

"Aku mengerti. Tapi ini memang sudah kami sepakati, Cassy. Jadi baik Archduke maupun aku, kami hanya menjalankan kesepakatan. Aku bahagia, dan aku menunggu-nunggu saat-saat untuk berpisah." jelas Urania.

Cassy tak bisa mengatakan lebih banyak lagi. Ia hanya menunduk dalam dengan pemikiran yang berkacamuk. Ia mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Lalu pamit untuk mengambil gaun Urania dulu sebelum laundry tutup.

Urania menghela napas.

***

Karez mengumpulkan semua pelayan ratu di aula istana ratu. Di belakangnya, Urania berdiri agak jauh. Gadis itu mengamati seluruh pelayan dan dayang yang telah berkumpul. Namun tatapannya terlihat masih mencari-cari. Urania kemudian mendekati Karez. "Apa ini sudah semua?" tanya Urania pada pria itu.

"Sepertinya begitu. Dari laporan kepala dayang, jumlahnya ada 15 dayang dan 20 pelayan. Jumlah totalnya 35 orang, dan saya sudah menghitungnya." kata Karez.

Para dayang dan pelayan tentu sedang cemas saat ini. Mengapa mereka tiba-tiba dipanggil. Padahal mereka semua berpikir tidak ada sesuatu yang menggemparkan sehingga membuat semua pelayan dan dayang harus dikumpulkan begini.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang