30. Tower

6.3K 539 11
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

Ayo yg blm like chapter sebelumnya, buruan dilike dulu sblm baca chapter ini.

Gak tau knp ga ada notif update 😑

***

Agak jauh di ibu kota, Ashilla berangkat ke menara sihir hari ini. Menara sihir adalah tempat dimana para penyihir Rehimione mengembangkan ilmu dan bakat mereka setelah lulus dari akademi. Namun, tak semua lulusan departemen sihir bergabung dengan menara sihir karena banyak ketentuan yang harus terpenuhi. Terlebih, untuk memasukkan seseorang yang tidak pernah mempelajari sihir di akademi sebelumnya.

Ashilla adalah pengecualian. Gadis yang hidup sebagai rakyat biasa itu mendapat keistimewaan karena merupakan orang yang mendapat rekomendasi langsung dari Raja Andres Rehimione. Ia diminta untuk mempelajari sihir lebih lanjut, dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk kerajaan. Itu adalah timbal balik yang menguntungkan kedua belah pihak.

Di menara sihir, ada seorang penyihir tingkat 6 yang sangat disegani oleh penyihir dan bangsawan lain. Ia adalah seorang bangsawan bergelar Count. Sosoknya yang mampu menguasai sihir hingga tingkat 6 membuatnya ditunjuk sebagai pemimpin menara sihir. Sebenarnya, ketika Rezeef muncul, pria itulah yang akan ditunjuk untuk menggantikan posisi Count memimpin menara sihir. Count Leonard Renhas, pria berusia 50 tahun yang telah memimpin menara sihir selama 6 tahun kala itu, ia tak keberatan jika Rezeef Malrove menggantikan posisinya. Sosoknya yang sabar dan penuh wibawa itu memang kerap dijadikan panutan. Terlebih bagi para muridnya di akademi.

Kini, pria itu sedang ada di ruangannya. Pintunya diketuk oleh seseorang dari luar. Setelah dipersilakan masuk, seseorang itu membawa Ashilla bersamanya.

"Tuan Leon, Nona Ashilla sudah tiba." Ia kemudian undur diri dan meninggalkan ruangan Leonard.

Ashilla memberikan sapaan pertamanya. Membuat Leon mengalihkan tatapannya dari lembaran buku di depannya ke Ashilla. Sesaat, alisnya mengerut. Ia tidak tahu apa yang tengah terjadi padanya, namun perasaan familiar ini membuatnya terdiam untuk beberapa saat dan bukannya membalas sapaan Ashilla.

"Oh, Kau yang direkomendasikan oleh Yang Mulia Raja." kata Leon setelah ia tersadar dari lamunannya.  Ashilla mengangguk sopan. Gadis dengan rambut berwarna biru muda dan iris ungu tua itu mengingatkannya dengan seseorang. Seseorang yang sudah tidak ada di dunia ini.

"Mohon maaf apabila saya terlalu banyak menyusahkan Anda. Saya merasa sangat terhormat dapat menginjakkan kaki di menara sihir ini."  Ashilla membungkuk hormat. Leon memejamkan matanya sejenak. Bisa saja kan itu hanya perasaannya saja.

"Kau akan mengikuti kelas khususku mulai besok. Jadi, kau bisa istirahat terlebih dahulu untuk sekarang. Meski terlihat seperti ini, aku tidak menolerir adanya keterlambatan dan perilaku ceroboh yang membahayakan. Jadi aku harap, Nona mengingat ini." ucap Leon.

"Baik, Tuan."

"Panggil aku Master. Karena kau akan jadi muridku."

"Em, saya harap, Master juga memanggil saya dengan akrab." Ashilla tersenyum. Kemudian gadis itu keluar dari ruangan Leon.

Leon merogoh sakunya. Wajah cantik milik seorang wanita yang menjadi cinta sejatinya. Rambut sepundaknya yang terlihat halus dan kedua bola mata ungunya yang selalu memancarkan kehangatan. Ia menggenggamnya dengan erat.

"Aku tidak boleh gegabah. Aku harus memeriksanya dengan benar."

Leon mengusap wajahnya lelah, "jika benar dia Sofia yang hilang... Renia, aku sungguh minta maaf padamu. Aku tidak becus menjaga anak kita saat itu. Kau pasti kecewa padaku."

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang