53. Persuasion

5.2K 519 13
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

Jgn lupa komen ya guys, kalo ada yg typo tolong ditandain. Udh dicek kdng masih suka kelewat.

***

"Urania, dengarkan aku sebentar saja." Zione terus mengejar Urania yang berjalan ke arah kamarnya di lantai 3. Urania tak mendengar perkataan Zione sedari tadi dan terus berjalan sembari menulikan telinganya. Di sisi lain Zione terus mengejar hingga akhirnya ia bisa meraih lengan Urania dan menghentikan gadis itu.

"Saya lelah dan ingin istirahat."

"Aku hanya akan bicara sebentar saja."

"Membicarakan apa? Bukankah selama seminggu ini Anda terus menghindari saya?"

Zione merasa sangat tertohok saat mendengar itu, namun ia membuang gengsinya dan berkata, "Maaf..." dengan suara lirih.

"Tidak apa-apa. Sejak awal memang seperti inilah seorang Urania diperlakukan. Saya tidak terkejut ataupun merasa sedih, saya sudah lelah dengan perasaan itu. Saya hanya ingin istirahat. Dan, sebaiknya kita segera menghadap Baginda Raja. Saya akan membujuk beliau untuk menyetujui pembatalan pernikahan kita. Maaf jika Anda begitu terbebani dengan hadirnya saya." Urania melepaskan tangan Zione yang memegang lengannya. Ia segera membungkuk hormat, lalu berbalik pergi meninggalkan pria itu seorang diri. Melihat kepergiaannya.

Zione memejamkan matanya. Ia terlihat sangat emosional dan merutuki kebodohannya. Di saat seperti ini ia tidak bisa membela diri dan hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.

Urania masuk ke dalam kamarnya. Ia tak mengizinkan siapapun masuk ke dalam kamarnya. Ia hanya ingin sendirian. Zione memang akan selamanya seperti itu. Ia tidak percaya Zione berubah baik begitu saja. Pasti pria itu terbebani karena sudah Urania selamatkan. Urania menghela napas. "Seharusnya aku tidak terlena dengan sikap lembutnya. Seharusnya aku tetap menjaga jarak dan tak memupuk harapan padanya." Sekarang yang ada hanya rasa kecewa yang mendalam.

"Jika Zione tidak ingin pergi ke ibu kota, maka aku akan pergi ke sana sendiri." Ia mengepalkan tangannya, lalu beranjak dari ranjang ke arah lemari pakaiannya. Tak banyak pakaian yang bisa ia kenakan karena beberapa pakaian baru dibelikan Zione. Ia juga sempat kaget melihat lemari pakaiannya penuh. Ia mengenakan pakaian pemberian Zione untuk menghormati dan menghargai pria itu. Tapi saat ini, ia bertekad untuk meninggalkan semua pemberian Zione di mansion ini.

Urania membawa gaun-gaun usangnya dan memasukkannya ke dalam tas yang lumayan besar. Ia melihat ke arah sepatu-sepatu yang ia miliki, lalu sepatu pemberian Rezeef dan Zione. Ia juga akan meninggalkan barang pemberian mereka dan mengenakan barang yang ia bawa dari kediaman Marquess. Setelah semuanya siap, Urania memanggil Soria.

"Nyonya, Anda mau kemana?" tanya Soria terkejut. Urania sudah siap dengan kopernya.

"Aku mau ke ibu kota. Tolong siapkan kereta."

"Ta-tapi... Tuan Archduke, apakah beliau sudah tahu?" tanya Soria.

"Tidak masalah, aku sudah mengatakannya."

"Em, baiklah. Saya akan menyiapkan kereta kuda." Soria yang hendak pergi menghentikan langkahnya, "saya akan menemani Nyonya ke ibu kota."

"Tidak usah, Soria sibuk di mansion. Tolong panggil Cassy saja."

"Nyonya, tugas saya juga melayani Anda."

Urania tersenyum, "Benar, tapi untuk kali ini... tolong ya, Soria." Soria tak bisa membantah lagi. Ia mengangguk mengiyakan. Setelah Soria keluar, tak lama Cassy masuk. Cassy juga sama terkejutnya karena Urania terlihat akan pergi jauh.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang