42. Assassin

5.3K 520 8
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

Urania melebarkan matanya terkejut, "Anda mengenalnya?"

Luca mengangguk singkat.

"Si-siapa nenek itu?"

"Ah, hanya seseorang yang kebetulan lewat di depanku. Dia menawarkan botol-botol potion padaku." Urania menganga saking herannya. Bagaimana mungkin nenek itu menawarkan potion pada seekor panther hitam yang lebih mirip seperti monster ini?

"Anda serius?"

"Kau ini tidak percaya sekali. Memang benar." Luca menghela napas, "saat itu, aku sedang berjalan di tepi hutan Argos ini. Dia tiba-tiba menawarkan potion itu dan berkata aku bisa membawanya dulu dengan membayar setengah harga." jelas Luca.

"Apa benar ia meninggal sejak belasan tahun lalu?"

Lagi-lagi Luca mengangguk. "Sepertinya iya. Saat itu, aku hanya menatapnya malas. Wanita tua itu... perlahan daya hidupnya menguap. Aku berpikir dia akan mati sebentar lagi."

Urania tertegun. Artinya benar-benar hantu ya?

"Itu, hantu?"

"Bisa jadi itu adalah sisa-sisa daya hidupnya. Beberapa manusia dengan banyak kenangan akan meninggalkan beberapa esensinya di tempat-tempat yang ia sukai. Mereka memilih seseorang untuk menerima sedikit esensi itu sebelum benar-benar pergi." jelas Luca.

"Wah, Anda tahu banyak rupanya." Luca memutar bola matanya jengah ketika mendengar pujian dari Urania.

***

Urania tengah berada di ibu kota Viontine saat ini. Ia mengunjungi beberapa toko setelah mengambil uangnya di bank. Sejauh ini, ia masih belum tahu situasi Simon setelah dirinya dituduh bersekongkol untuk meracuni sabun itu. Tapi, tadi saat mengambil uang, jumlah ya bertambah walau tak sebanyak yang sebelumnya. Urania harap Simon tak lagi dalam masalah.

Gadis itu masuk ke dalam sebuah toko. Ia tertarik melihat-lihat pernak-pernik cantik para kaum bangsawan. Meski penampilannya terlihat jauh dari kata bangsawan, untungnya pemilik toko tak mengusirnya.

"Eh, Anda tahu? Saya menyukai sabun keluaran terbaru dari Archduke Viontine." Urania menoleh saat mendengar suara itu. Ternyata ada tiga orang Lady sedang berdiri di depan sebuah etalase yang memuat sabun-sabun dari beberapa pabrik.

"Benar, harumnya lebih keluar dan saya juga suka dengan tampilannya, seperti sedang menggenggam kelopak mawar yang sesungguhnya." kata seorang Lady.

"Ah, Anda benar sekali. Para pelayan saya juga memakai sabun dari pabrik Yang Mulia Archduke. Katanya semenjak ia mendengar sabun itu tidak berbahaya, ia memakainya dan tidak lagi merasa gatal-gatal. Saya jadi merasa lega karena pelayan-pelayan saya bersih dan terhindar dari kuman." timpal lady lain.

"Ka-kalau begitu saya perlu membelikannya untuk pelayan saya."

"Benar sekali Lady, mereka membuat sabun dengan harga yang sangat terjangkau untuk rakyat biasa." balas Lady yang sebelumnya, "Ah, sayang sekali... saya dengan waktu itu yang memiliki ide adalah Yang Mulia Archduchess, tapi karena ulah Nona Erlise dan ayahnya yang memfitnah beliau, rakyat dan beberapa bangsawan jadi mengutuk beliau." lanjut Lady itu.

"Anda benar, Lady. Saya tidak menyangka Nona Erlise yang itu ternyata jahat."

Urania menunduk di depan sebuah etalase yang tak jauh dari mereka. Ia tersenyum kecil. Setidaknya, mereka sudah tidak salah paham lagi padanya. Ia sudah cukup dengan itu. Ia juga berharap, semua orang akan melupakannya karena statusnya sebagai Archduchess juga hanya sebentar.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang