5. Fight

9.3K 710 8
                                    

Selamat membaca, jangan lupa vote.

***

Irania menelan ludah gugup saat berusaha memanjat pagar kediaman Marquess. Ia harus menemui Simon dan mengatakan bahwa dirinya harus pergi dari kota selama beberapa waktu, setidaknya sampai ia bercerai. Setelah berhasil keluar, Irania menaiki kereta kuda sewaan untuk pergi ke ibu kota.

"Pak Tua sialan, membuatku repot." Irania melihat ke arah lengannya yang tergores. Ia memperbaiki letak cadarnya dan merapikan jubahnya. Setelah ini ia harus segera kembali karena khawatir Harle akan mengetahui bahwa ia tak ada di mansion, dan pastinya Marquess Shalvione akan menyeretnya pulang dengan memalukan.

Seperti sebelumnya, Irania masuk ke ruang kerja Simon dari pintu samping. Namun, saat sampai di sana, ternyata ada orang lain yang sudah lebih dahulu datang. Simon tersenyum melihat kedatangan Irania.

"Nona Irania. Saya baru saja menerima surat dari Anda kemarin-"

"Saya datang tentang hal itu dan perjanjian kita sebelumnya." potong Irania.

"Sir Farlow, sebaiknya kita selesaikan urusan kita dahulu. Apa begini cara kerja Anda? Sungguh tidak profesional." Pria yang duduk di depan Simon mengalihkan atensi Simon padanya.

"Maaf jika saya terkesan tidak sopan dan menyela. Namun saya hanya ingin waktu Tuan Simon sebentar." ucap Irania tak mau kalah. Ia harus segera pulang sebelum ayahnya tahu ia pergi.

"Setidaknya Nona sadar bahwa Nona adalah orang yang tidak sopan." ucap pria itu.

"Saya sedang dalam urusan mendesak, Tuan." Irania bahkan membungkukkan tubuhnya sebagai tanda maaf. Namun pria itu masih enggan melepaskannya dan malah terus mengkritik tindakannya. Dan sekarang, bukan lagi kritikan melainkan sebuah ejekan dan cercaan yang keluar dari mulut pria itu.

"Apa Nona tidak diajari tata krama di kediaman Anda? Sepertinya Anda adalah seorang bangsawan. Baru kali ini saya bertemu dengan seorang Lady yang kasar dan tidak sopan seperti Nona." Irania menatap pria itu dengan tatapan kesal.

Memang, dirinya tidak mendapat pelajaran etika jika saja dia tidak memohon pada Pria Tua itu. Tentu saja setelah mendapat banyak kata-kata kejam dari pria itu, barulah Urania diberikan guru etika. Namun tak lantas Urania bisa bernapas lega. Guru yang didatangkan Edmund Shalvione adalah guru paling buruk di Ibu Kota. Tak pernah satu haripun terlewat untuk guru itu memukul betisnya.

Betapa terkejutnya Irania saat melihat betisnya penuh bekas luka setelah dirinya selesai mandi. Dan bukan hanya itu, bekas memar juga mewarnai punggung kecilnya. Entah Edmund berniat membuat guru-guru itu membunuhnya secara perlahan atau karena pria itu muak saja dengannya.

"Ck, etika dan tata krama. Makan saja sampai kenyang." Irania melipat tangannya di depan dada.

"Apa kau bilang?" Pria itu menanggalkan bahasa formalnya mendengar ejekan dari Irania.

"Tuan Simon, sepertinya kita hanya akan berbicara lewat surat saja mulai minggu depan. Karena saya akan meninggalkan Ibu Kota. Namun, permintaan saya mengenai seorang priestess itu tetap berlaku. Saya harap Anda tidak mengecewakan saya." Irania berkata dengan cepat. Sampai-sampai baik Simon maupun pria itu menganga terkejut.

"A-ah, ba-baik Nona Irania. Silakan duduk terlebih dahulu. Saya akan merincikan bi-"

"Biaya?! Kau gila? Bukankah kau bisa mengambilnya dari keuntungan yang akan kau dapat?" Entah kemana sopan santun yang Irania bawa sejak tadi. Sekarang yang ada hanya rasa kesal saja.

"I-iya... tapi untuk sekarang belum ada keuntungan."

Irania menghela napas. "Aku akan memberikannya nanti. Kau tulis saja." ucap Irania pada akhirnya.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang