43. Expedition

5.3K 483 5
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

"Tuan, menurut kabar yang saya dengar, kereta Marquess Shalvione mendapat serangan dari perampok dua hari yang lalu." kata Ash.

Pria itu baru saja kembali ke mansion. Dan saat berada di kota, ia mendengar beberapa orang wanita bangsawan membicarakan ini.

"Aku baru mendengarnya. Lalu bagaimana keadaannya?" tanya Zione.

"Marquess baik-baik saja, namun beberapa pengawalnya terluka. Untungnya ada rombongan pedagang yang lewat hendak ke ibu kota. Mereka membantu Marquess memperbaiki kereta kuda." kata Ash. Ia tak tahu detailnya, hanya saja jika Marquess dirampok, apakah artinya Marquess tidak melewati jalan utama?

"Jalan utama sudah bersih dari para perampok. Apa Marquess memilih untuk memotong jalan dan melewati hutan di sekitar gunung Argos?" Ash mengangguk, namun masih ragu juga.

"Saya sebenarnya memikirkan hal ini. Tapi nampaknya begitu. Mengingat sepertinya beliau baru kembali dari dermaga di Surez." kata Ash menyetujui.

"Perintahkan beberapa orang ksatria untuk mengawasi dan membereskan para perampok yang mendiami jalanan itu." kata Zione.

"Baik, Tuan. Segera saya laksanakan."

***

Dua minggu kemudian.

Urania berpamitan pada Luca. Ia menerima sebuah kalung dengan liontin yang terbuat dari batu rubi. Luca bilang, Urania bisa mematahkan batu itu jika berada dalam bahaya, dan Luca akan datang dengan cepat. Urania memeluk Luca dengan erat seolah ia tak akan pernah melihat binatang itu lagi. Membuat Luca menggeram karena merasa tercekik.

"Manusia aneh, jika kau tak ingin, maka jangan pergi."

"Saya ingin kok. Saya hanya khawatir akan merindukan Anda."

"Kalau begitu aku ikut."

Urania menggeleng, "Tuan Baron akan memecat saya jika Anda ikut."

"Kenapa takut? Kau kan istri Bocah Archduke itu."

"Ah, itu.... saya kan sudah meninggalkan mansion lama sekali. Saya bukan lagi istrinya. Pokoknya, Anda harus hidup dengan baik selama saya pergi." Urania tersenyum lembut.

"Cih, aku hidup ratusan tahun dengan baik tanpa dirimu tuh."

Urania tertawa tergelak. Ia tidak bisa lagi membalas perkataan Luca.

Setelah berpamitan pada Luca, Urania pergi ke rumah Fiona. Masih jam segini, Fiona pasti masih ada di rumah. Ia membawa hadiah untuk gadis itu. Urania menganggapnya sebagai hadiah perpisahan. Jika ia mati, mereka kan tidak akan bertemu lagi. Sembari memegang dua buah tas kecil di tangannya, Urania mengetuk pintu rumah Fiona. Tak butuh waktu lama hingga Fiona membuka pintu.

"Nia, kau akan berangkat ya? Ah... aku terlalu terlena jadi aku kira kau akan berangkat seminggu lagi." ucap Fiona.

"Itu pasti hanya keinginanmu saja." kata Urania membalas. Fiona meringis kecil. Urania lalu menyodorkan tas yang ada di tangannya pada Fiona, "ini, terimalah. Anggap saja ini adalah hadiah pengganti kehadiranku." Gadis itu tersenyum lebar.

"Ini... apa? Aku kan sudah bilang, tidak usah memberiku apapun."

"Itu, kemarin aku mengunjungi toko pernak-pernik dan melihat beberapa barang cantik. Aku juga membeli sabun untuk mu dan Rine. Ini adalah sabun buatan Archduchess loh."

Mata Fiona melebar. "Ha? Benarkah? Bukankah sabun hanya untuk kalangan bangsawan? Pasti ini mahal." Fiona mengeluarkan sabun yang ada di dalam tas. Urania menggeleng kecil.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang