18. Anxious

6.8K 649 21
                                    

Selamat membaca. Jgn lupa vote dan komen.

***

Urania melihat ke arah cermin, untuk sesaat ia tertegun sendiri. Ia tahu bahwa Urania memiliki wajah yang sangat cantik. Rambut putih keperakannya membuatnya terlihat seperti seorang dewi. Ditambah iris hijau emeraldnya yang cantik dan cerah. Membuatnya terlihat tidak nyata. Seperti jelmaan dewi. Tapi ia tidak menyangka bahwa hanya dengan berdandan sedikit lebih dari biasanya, memakai anting dan kalung, serta memakai gaun yang bagus, akan membuatnya terlihat semakin cantik lagi.

"Oh tidak, Anda terlihat seperti pahatan kristal yang mudah pecah. Bagaimana orang tua ini bisa melindungi Anda, Nyonya." Soria tersenyum hangat menatap Urania dari pantulan cermin.

"Kau terlalu berlebihan, Madam." ucap Urania malu. Ia malu karena Cassy juga terperangah menatapnya. Gaun berwarna pine green dengan kombinasi pita berwarna sage. Ia memakai sebuah kalung mutiara berwarna putih dengan sepasang anting yang sama.

"Sangat cantik. Saya rasa Anda adalah peri." ucap Cassy.

"Cassy, kau membuatku malu." Urania menatap hiasan rambutnya. Sebuah ornamen yang terbuat dari perak.

"Nyonya, Tuan Archduke sudah menunggu." ucap Soria.

Urania mengangguk. Gara-gara ikatan di antara mereka, ia harus berangkat bersama Zione yang sangat menyebalkan itu. Tapi ia harus menahannya. Gadis itu kemudian berdiri dan berjalan dengan anggun ke arah pintu kamar. Soria membuka pintunya, menampilkan sosok Zione yang berdiri di depan pintu. Urania dapat melihat punggung lebar kokoh milik Zione yang memunggunginya. Rambut panjang pria itu diikat rendah, lalu dibawa ke pundah kirinya. Zione memakai pakaian formal dengan banyak sekali hiasan rumit. Lalu sebuah jubah bulu berwarna hitam yang tersampir dengan indah di bahu kanannya.

"Tuan, Nyonya sudah siap."

Mendengar suara Soria, Zione segera berbalik. Matanya menatap ke arah ujung gaun dengan renda-renda di bagian bawahnya. Tatapannya semakin naik ke atas hingga ke pinggang ramping yang dihiasi taburan batu permata. Lalu naik lagi hingga kini ia bisa melihat wajah mungil, dengan sepasang iris hijau dan hidung runcing yang tertata apik di atas bibir ranum itu.

Jika peri memang ada, apakah wujudnya akan seperti ini?

Zione memalingkan wajahnya secepat yang ia bisa.

"Ck, hanya seperti ini saja kau lama sekali." Pria itu berbalik, kemudian berjalan lebih dulu.

Urania menghela napas. Ia tidak berharap dipuji oleh Zione, tapi apakah pria itu tak bisa meninggalkan kata-kata pedasnya di rumah? Ia juga tak tahan, semakin lama rasanya juga sakit jika pria itu terus menghinanya.

Dengan langkah yang lebih cepat, Urania menyusul Zione. Ia berjalan cepat hingga menyalip pria itu. Ia juga tak sudi jika harus berjalan bergandengan dengan manusia tidak punya hati sepertinya.

Saat hendak berbelok di ujung lorong, Leticia muncul seperti hantu. Ia langsung menghampiri Zione dan berusaha meraih tangan Zione. Zione menarik tangannya dengan cepat hingga Leticia berakhir menggenggam angin.

"Zione, bagaimana jika kita masuk bersama?"

Urania yang mendengarnya hanya berusaha tidak tertawa. Dia ini pasti bodoh kan? Dia pikir bagaimana ceritanya seorang pria bersuami dipanggil masuk dengan seorang wanita yang bukan istrinya? Zione menatap Leticia dengan tatapan datar. "Tidak bisa. Saya harus masuk dengan Urania." kata Zione tegas.

Ia juga tak segila itu masuk ke ruang pesta bersama Leticia.

"Eung, tapi... bukankah tidak masalah meski saya yang masuk bersama Anda. Lagipula..." Leticia menatap Urania yang sudah berjalan lebih dulu. Ia mendengus melihat gaun Urania yang terlihat sangat cantik. "... saya jauh lebih cocok menjadi pendamping Anda. Lihatlah, bukankah Urania sangat tidak sopan terhadap Anda?" Karena Urania berjalan lebih dulu di depan Zione.

The Villainess Just Want to Die PeacefullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang