16. One Room?

14.4K 814 236
                                    

Halo!!!!

SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading ❤️

•••••


Alora meletakkan piring yang telah dia cuci pada tempatnya. Tangannya yang masih basah mulai dia arahkan pada benda kotak yang tertempel di dinding dan tanpa menunggu waktu lama benda tersebut bekerja dengan baik mengeringkan tangannya.

Kegiatan makan malam yang selalu dia lakukan bersama Valter telah selesai. Sebenarnya Valter melarangnya untuk membersihkan apa pun di rumah ini. Namun Alora menolak, dia merasa tak nyaman jika dirinya tak berbuat apa-apa tapi mendapatkan perlakuan istimewa, Alora tidak ingin digunjing orang-orang yang bekerja di sini.

Maka dari itu, Alora berusaha keras membujuk pria berkuasa tersebut agar mengizinkannya untuk ikut serta dalam membersihkan mansion megah ini. Namun sayang sekali, Valter hanya mengizinkannya untuk mencuci piring bekas yang dia gunakan. Selebihnya para maid yang akan membersihkannya.

Setelah di rasa tangannya cukup kering, Alora memundurkan tubuh. Dia mengambil beberapa tisu lalu mengelap tangannya. Alora berbalik dan betapa terkejutnya dia kala melihat keberadaan Valter di belakangnya.

Pria itu tampak tenang, bersandar pada dinding dapur dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. "Sudah selesai?"

Alora menelan ludah gugup, pasalnya tatapan mata yang Valter layangkan membuat keadaan terasa mencekam. "Sudah, Tuan," jawabnya.

"Follow me!" Titah Valter lalu berjalan terlebih dulu.

Meskipun tak mengerti dengan apa yang Valter inginkan, gadis itu tetap mengikutinya. Alora dapat melihat betapa kekarnya tubuh Valter dari belakang. Punggung dan bahunya tampak kokoh, sepertinya akan terasa nyaman jika dia menyandarkan kepalanya di sana dan mencurahkan semua cerita kesehariannya. Senyum Alora mulai terbit menghiasi wajahnya kala bayang-bayang indah itu memenuhi pikirannya. Pasti menyenangkan rasanya ketika memiliki tempat untuk bercerita dan berkeluh kesah.

Tak menunggu waktu lama untuk disadarkan oleh keadaan, Alora mulai menghela napas berat kala menyadari bahwa hal itu hanya angan-angannya saja. Dia menggeleng keras berusaha untuk menghilangkan pikiran aneh yang bersarang dalam otaknya. Tak cukup sampai disitu, Alora memukul-mukul kepalanya agar bayang-bayang tak wajar itu segera sirna. Tak ada gunanya menghayal seperti ini, Alora hanya akan merasa senang sesaat lalu kembali merasa sakit dengan kenyataan pahit dalam hidupnya.

Dugh!!!

"Arkghhh...." Alora meringis saat dahinya menghantam punggung kokoh Valter. Sejak kapan pria itu berhenti melangkah?

"Perhatikan langkahmu."

"Maaf, Tuan," sahutnya sembari menunduk. Tangannya tak berhenti mengusap dahinya yang masih terasa sedikit ngilu.

"Apa sakit?" Tanya Valter sembari menyingkirkan tangan Alora dan menggantinya dengan tangannya sendiri. Dia mengelus pelan dahi gadisnya yang terlihat memerah.

Alora menahan napas sejenak, sungguh berdekatan dengan Valter membuat debaran jantungnya menggila.

"Alora!"

"Y-ya?" Alora menatap bingung pria di depannya.

"Aku bertanya, apa dahimu masih sakit?" Tanya Valter kembali. Tangannya tak berhenti memberikan sentuhan lembut pada dahi Alora, berharap dapat mengurangi sakit yang gadisnya rasakan.

"S-sudah tidak, Tuan," balas Alora gugup.

"Lain kali perhatikan langkahmu."

Alora hanya dapat mengangguk sebagai jawaban atas nasihat yang Valter berikan.

SEÑOR V [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang