6. Señorita

16.5K 1K 96
                                    

Haloooo.....

SEPERTI BIASA, SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DULU!!!!
.
.
.
.
.
HAPPY READING❤️

•••••

Alora menelan ludah gugup sembari melirik ke arah seorang pria gagah yang tengah mengenakan kemeja putih. 2 kancing atas kemeja pria itu telah terbuka, menampakkan dada kekarnya.

Alora menghela napas pelan, keringat dingin terasa mengalir membasahi tubuhnya lantaran udara di sekitarnya terasa panas. Bagaimana tidak panas jika hampir satu jam sudah dirinya berada di pangkuan Valter, menemani pria itu bekerja.

Valter terlihat begitu sibuk dengan kertas-kertasnya. Sedangkan dirinya hanya terdiam bagaikan orang bodoh. Valter melarangnya untuk banyak berbicara dan bergerak. Entah apa maksud pria itu menyuruhnya terdiam di atas pangkuannya seperti ini, tapi yang jelas Alora merasa tidak nyaman dengan posisinya.

Dia duduk menyamping, tentunya hal itu membuat jarak antara wajahnya dengan Valter sangat dekat. Ingin sekali rasanya dia menangis meluapkan segala kekesalannya. Dia datang ke kantor ini untuk bekerja, bukan untuk berdiam diri seperti ini.

"Diamlah," desis Valter memperingati saat merasakan Alora bergerak tak nyaman di atas pangkuannya.

Alora memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan, apa tidak sebaiknya saya duduk di sofa saja?"

Sejenak tak ada jawaban apa pun dari Valter, pria itu hanya terdiam sembari memutar-mutar pulpen yang berada di jepitan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"T-tuan, saya turun saja, ya," pinta Alora pelan. Dia tidak ingin membuat pria itu marah.

"Kau tuli?"

Namun sepertinya Alora harus menelan mentah-mentah keinginannya, karena nyatanya saat ini wajah Valter nampak memerah dengan auranya yang mengerikan.

"Aku hanya memerintah mu untuk diam-," tukas Valter tajam. Salah satu tangannya terulur lalu mencengkeram erat rahang gadis malang yang berada di atas pangkuannya. "- bukan untuk membantah," sambungnya menegaskan.

Alora diam membisu, rahangnya terasa sangat sakit karena cengkeraman pria itu tak main-main kuatnya.

Valter mendekatkan wajahnya lalu berbisik pelan di sebelah telinga gadis tersebut. "Dengar Alora, aku tidak suka jika kau terus-menerus membantah perintahku. Aku tidak akan segan untuk melepaskan kepalamu dari tempatnya."

Cengkeraman Valter semakin terasa kuat, membuat air mata Alora mengalir dengan mudahnya. Dia merasa rahangnya akan remuk saat ini juga.

"You still remember that night, right? Malam dimana kita memenggal kepala seseorang," ujar Valter bertanya. (Kamu masih mengingat malam itu, kan?)

Anggukan pelan Alora berikan sebagai jawaban. Tentunya dia masih mengingat malam mengerikan itu, bagaimana mungkin Alora dapat melupakan kejadian dimana tangannya turut berperan dalam memenggal kepala seseorang. Rasa bersalah masih terus menggerogoti hatinya meski pun dirinya melakukannya karena paksaan dari Valter.

"Kalau begitu jangan membuatku marah. Paham, Nona Miciela?" Desis Valter memperingati lalu melepaskan cengkeramannya dengan kuat.

SEÑOR V [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang