Raja Langlang

47 1 0
                                    

Jika benda pipih pintar itu bisa berteriak, mungkin dia akan berteriak karena merasa lelah terus dilempar oleh pemiliknya. Meski ke atas kasur, dia juga pasti akan merasa sakit jika dilempar tanpa perasaan begitu saja.

"Dia suka apasih sebenarnya?" Saka sudah persis seperti setrikaan yang kerjaannya mondar mandir ke segala arah. "Ini Rangga yang salah kasih informasi atau dia yang emang gak suka sama pemberian gue?!"

Sepertinya sejak memutuskan menerima permintaan dari ayahnya untuk menikahi Rachel, emosi Saka dibuat naik turun terus oleh wanita itu. Penyebab kali ini ia emosi adalah pesan yang dikirimkan oleh Rachel. Berisi penolakan cokelat yang diberikannya secara diam-diam tadi siang.

"Sederhana versi dia tuh kayak gimana, sih?" tanya Saka setengah frustrasi ketika membaca pesan dari Rangga yang mengatakan jika Rachel bukan tipe seperti Amanda yang suka kemewahan. "Ada gitu orang dikasih barang mewah malah nolak?"

Dulu, Amanda akan dengan senang hati menerima banyak barang mewah dari Saka. Bahkan sebelum Saka memberinya pun, Amanda akan lebih dulu meminta. Dengan berbagai macam alasan, Amanda selalu menemukan cara untuk mendapatkan barang impiannya tanpa perlu mengeluarkan uang. Sialnya, Saka pernah pada masa apapun yang Amanda inginkan, akan ia wujudkan. Beruntung sekarang ia sudah keluar dari fase itu.

Sekarang, ia justru harus dihadapkan pada Rachel yang serba menolak barang pemberian darinya. Hanya sekadar cokelat, tetapi Rachel berjanji akan mengembalikannya besok pagi.

"Kak, besok lo jadi ke panti asuhan?"

"Ketuk pintu dulu kalau mau masuk." Saka berdecak kesal melihat Fajar yang kini malah cengengesan. "Jadi. Besok gue ke sana. Lo yang jaga Ayah di rumah sakit."

Fajar mengangkat ibu jarinya. "Oke. Besok gue mau ajak Manda ke rumah sakit buat ketemu sama Ayah," katanya.

"Jangan lakuin itu kalau otak lo masih normal," ujar Saka. "Lo boleh pacaran sama dia, tapi jangan bawa Amanda ketemu sama Ayah."

Selain Rachel, kepala Saka juga sibuk memikirkan Fajar yang sepertinya cinta mati pada Amanda. "Ayah gak suka Amanda. Lo kalau berani bawa Amanda ke hadapan Ayah, gue jamin semua fasilitas lo bakalan hilang," ancam Saka sebelum akhirnya mendorong pintu kembali tertutup.

Bergabung dengan bantal, guling, dan ponsel. Saka menatap lurus langit-langit kamarnya. Punggungnya terasa jauh lebih santai setelah menyentuh kasur. "Panti asuhan," gumam Saka menerawang ke depan. "Rachel itu kebalikan dari Amanda. Jadi, kalau Amanda gak pernah suka diajak ke panti asuhan, apa Rachel bakalan mau diajak ke sana?"

Tangan Saka meraih ponsel yang sejak tadi terus ia lempar ke kasur. Jarinya bergerak lincah mengetikan sesuatu di sana.

"Aduh!" Entah terlalu girang atau memang sedang apes, Saka meringis kala ponselnya yang ia angkat ke udara tergelincir mengenai batang hidungnya. "Sialan, gue gak tahu kalau ketimpuk HP bakalan sakit kayak gini," ringisnya, mengusap-usap hidungnya yang berdenyut.

Ting! 

Pesan dari Rachel kembali masuk. Pesan itu membawa senyuman Saka yang begitu lebar. Seketika ia lupa jika tadi hendak marah pada ponselnya yang tiba-tiba jatuh. Sakit di hidungnya tak lagi berasa. Sebab, balasan Rachel sangat membuatnya merasa jauh lebih baik.

Rachel benar-benar bertolak belakang dengan Amanda. Rachel yang sempat ia maki karena membuatnya hampir gila, sekarang tidak lagi. Ia mulai paham bagaimana harus mendekati Rachel.

Apa yang dikatakan Rangga benar; Rachel tidak suka sesuatu yang mencolok. Rachel tidak silau terhadap kemewahan.

•••••

"Kenapa kamu malah nunggu di pinggir jalan, sih? Kan saya sudah bilang, saya bakal jemput kamu di depan rumah."

"Mobil Pak Saka gak bisa masuk ke depan rumah saya," jawab Rachel cepat. "Kita mau ke panti asuhan mana, Pak?"

Rachel terlihat jauh lebih antusias. Saka menyadari itu. Berarti mengajak Rachel ke panti asuhan adalah ide yang sangat cemerlang.

"Panti Asuhan Mutiara Hati." Saka melirik Rachel sekilas melalui ekor matanya. "Kamu tumben sekali langsung setuju sama ajakan saya."

Benar juga. Rachel terdiam sesaat sampai akhirnya menjawab, "saya mau ketemu sama anak-anak di sana. Saya selalu penasaran bagaimana senyuman mereka meski gak pernah ketemu sama orang tuanya."

Ajakan Saka kemarin malam membuat Rachel berpikir sejenak. Tidak seperti biasanya, Saka justru mengajak ke panti asuhan, sebuah tempat yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Kamu aja deh, sayang. Aku males ketemu mereka. Berisik." Amanda selalu mengatakan seperti itu ketika Saka mengajak ke panti asuhan.

Mereka berbeda. Ayah mau Rachel jadi menantunya biar hemat uang kah? Saka menggeleng pelan setelah mencoba menemukan alasan kenapa ayahnya ngebet sekali menjadikan Rachel menantu.

"Kok mereka tahu Pak Saka bakalan ke sini?" Rachel mengerutkan kening ketika segerombolan anak datang menyambut mobil Saka. "Pak Saka sering ke sini?" tanya Rachel penasaran.

Alih-alih menjawab, Saka justru lebih memilih turun dan menghampiri anak-anak yang sudah menunggunya. "Wih, Dinar udah tambah tinggi," kata Saka mengusap bocah perempuan yang giginya ompong satu.

Kini, Rachel mulai kebingungan dengan sikap Saka yang terus berubah-ubah. Bosnya sekarang terlihat ramah dan menggiring anak-anak itu kembali ke dalam rumah.

"Kamu mau jaga mobil saya di sini? Gak mau masuk?" tanya Saka membalikan badan. Rachel terkesiap lalu berlari kecil menyusul Saka.

Setelah memasuki area dalam panti, Rachel disambut hangat oleh dua orang perempuan yang memperkenalkan diri sebagai pengurus panti. Namanya Bu Sofi dan Bu Maryam.

Saka di mana? Jangan tanyakan laki-laki itu. Dia sudah ngacir sejak makan siang diadakan. Mengajak anak-anak bermain di luar dengan berbagai macam jenis permainan. Sementara Rachel sedang duduk bersama Bu Sofi setelah selesai mencuci piring.

"Ibu minta maaf ya, Mbak Rachel." Sofi tersenyum hangat. "Mbak Rachel malah repot bantuin siapin makanan dan cuci piring," katanya.

"Gak apa-apa, Bu. Aku senang bantuin Bu Sofi kok." Melihat anak-anak yang terlihat bahagia saat menyantap makanan membuatnya luar biasa bahagia.

"Kalau boleh Ibu tahu, Mbak Rachel ini siapanya Mas Saka, ya? Pacarnya? Soalnya Mas Saka selalu bilang suatu hari nanti akan bawa pacarnya ke sini."

Rachel buru-buru menggelengkan kepala. "Bukan, Bu. Aku cuma teman sama karyawan di kafenya aja."

"Ah, Ibu pikir kalian berdua pacaran." Bu Sofi mengusap lembut punggung tangan Rachel.

"Chel, temani anak-anak main sebentar, ya. Aku mau ngobrol sama Bu Sofi." Saka datang dengan bulir keringat yang tertinggal di dahi.

Tidak ingin ikut campur lebih jauh, Rachel langsung setuju dan beranjak meninggalkan Saka dan Bu Sofi.

"Kak Rachel!" Seseorang berteriak menyambut kedatangan Rachel. "Kak, ayo temani aku main."

Senyuman mereka membuat hatinya menghangat. Rachel tidak pernah mengira jika kehadirannya disambut dengan begitu baik.

Tangan Rachel melambai beberapa kali. Detik berikutnya, ia langsung berlari pada beberapa bocah perempuan yang sedang bermain boneka.

"Belva mana? Tadi, Kak Rachel lihat lagi main bareng kalian?" tanyanya seperti sudah begitu akrab.

"Belva lagi dipanggil sama Bu Maryam, Kak," jawab Dinar tanpa mengalihkan perhatiannya dari boneka.

"Bonekanya cantik," komentar Rachel melihat beberapa boneka yang sedang dimainkan oleh anak-anak. "Nanti kalau Kak Rachel ke sini lagi, Kakak janji bakal bawa boneka dan cokelat buat kalian."

Semuanya bersorak senang dan memandang Rachel dengan tatapan hangat.

"Boneka ini dari Raja Langlang, Kak."

"Raja Langlang?"

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang