Calon Suami?

37 1 0
                                    

"Kamu suka anak kecil?"

Pertanyaan barusan dijawab anggukan kepala oleh Rachel. "Suka, Pak. Apalagi mereka pada lucu dan baik."

"Kenapa kita tidak menikah saja dan punya banyak anak?"

Ini kalau Rachel sedang minum atau makan sudah bisa dipastikan wanita itu akan terbatuk-batuk karena tersedak. Pikiran Saka semakin tidak bisa ditebak!

"Nyebut, Pak," sambar Rachel langsung.

Saka menahan tawa melihat Rachel yang kesal. Ekspresi Rachel saat sedang bersama anak-anak panti dan ketika hanya berdua dengannya terlihat jelas sekali berbeda. Rachel menjadi banyak omong ketika sedang bersama anak-anak. Terlihat jelas bahagia ketika ia berhasil menggendong seorang bayi yang kata Bu Sofi baru tinggal di panti selama sebulan.

"Di panti itu sebenarnya ada istana."

"Istana? Istana apa, Pak?"

"Kamu bisa gak berhenti panggil saya dengan sebutan itu kalau lagi di luar jam kerja?" Saka ingin lebih dekat dengan Rachel, tetapi wanita itu selalu bersikap formal pada dirinya. "Saka. Sayang, cinta, Mas. Kamu boleh panggil saya dengan sebutan itu kalau lagi di luar jam kerja."

Sungguh, Rachel sepertinya akan memeriksakan kondisi jantungnya secepat mungkin. Ia takut jantungnya rusak karena terus terkejut dengan perubahan sikap bosnya. Baru seminggu lebih. Rachel bergidik ngeri jika sebulan kemudian ia melihat sisi lain dari Saka yang membuatnya semakin mengernyitkan kening.

Namun, ada hal menarik yang hari ini bisa ia lihat dari sikap Saka. Bosnya itu terlihat sangat lembut ketika bersama anak-anak. Tidak mengenal lelah ketika para bocah laki-laki itu memintanya untuk menjaga gawang. Jelas sekali berbeda dengan Saka daripada biasanya.

"Kasih tahu saya ada istana apa di sana?" Rachel mengabaikan permintaan Saka. "Dan, saya rasa Pak Saka sudah sering ke sana, ya? Saya lihat mereka akrab banget sama Pak Saka."

"Sebulan sekali saya ke sana," jawab Saka. "Saya Raja Langlang. Pemimpin dari istana Kerajaan Linglung." Saka tersenyum simpul dan menatap Rachel.

Raja Langlang? Raja yang tadi disebutkan oleh Belva?

"Serius?" tanya Rachel.

"Serius." Saka menyahut langsung. "Saya memang sering ke sana. Dan, saya suka berdongeng tentang sebuah kerjaan dengan saya sebagai rajanya," jelasnya terkekeh pelan.

Ternyata ada sisi lembut di balik wajah datar bosnya itu. Rachel memang sangat tidak menyangka jika ia akan mengenal Saka lebih dari sekadar atasan. "Pak Saka aslinya kayak gini, ya?"

Saka mengangkat sebelah alisnya. "Gini gimana? Baik?" tanyanya memastikan. "Iya. Saya memang baik hati, rajin menabung, baik sama anak-anak, tidak sombong, dan sayang sama orang tua. Kamu gak akan menyesal kalau menjadi istri saya."

Narsis, batin Rachel menambahkan sifat Saka. Benar-benar narsis. Rachel menahan tawa melihat tingkah Saka sekarang.

"Kamu terharu karena tahu saya sebaik ini? Selain baik, saya juga ganteng banget, kan?"

Ibu jari Rachel terangkat. "Betul, Pak. Saya terharu banget."

Diam-diam Saka tersenyum melihat Rachel yang berusaha mengalihkan perhatiannya pada jalanan. Rachel sedang berusaha menahan senyumannya.

"Ayo, menikah sama saya, Rachel."

"Pak, jangan ngomong gitu terus dong." Pandangan Rachel langsung kembali tertuju pada Saka. "Jujur sama saya, Pak. Kenapa Pak Saka tiba-tiba ngajak saya menikah terus-terusan? Pasti ada alasan lain selain disuruh sama Pak Henri, kan?"

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang