Mencari Ibu

36 1 0
                                    

"Saya mau bantu kamu."

Rachel mengerutkan kening. Sedikit tidak paham kemana arah pembicaraan Saka kali ini. "Bantu apa, Pak? Bayar hutang?"

Buru-buru Saka menggelengkan kepala. "Bukan. Saya mau bantu kamu menemukan Ibu kamu."

Mulai paham maksud Saka, Rachel tersenyum kecil di antara anggukan kepalanya yang ringan. Ditatapnya Saka penuh selidik. Bosnya itu perhitungan sekali, ia yakin kali ini juga pasti akan ada sesuatu yang harus ia bayar untuk bantuan yang diberikan.

Ditatap sedemikian rupa oleh Rachel membuat Saka salah tingkah. Apa ada yang salah di wajahnya? Saka mencoba menghindari kontak mata dengan Rachel. Mulai merasa aneh sekaligus jengah dengan tatapan yang dilemparkan oleh wanita keras kepala itu.

Saka mendorong pelan dahi Rachel. "Saya tahu kalau saya ganteng banget, tapi kamu gak usah lihatin saya kayak gitu."

Tangan Rachel menyentuh dahinya singkat. Mengusapnya pelan, seakan di dahinya ada kotoran yang menempel. "Bayarannya apa? Menikah sama Pak Saka?" tanya Rachel mengabaikan perkataan Saka barusan. "Kalau iya, saya gak mau. Lagian Ibu gak bakal ditemukan. Ibu terlalu pintar bersembunyi."

"Bukan." Saka berdecak kesal. Sepertinya Rachel mulai menganggapnya perhitungan. "Saya beneran mau bantu kamu kok. Kali ini saya cuma mau mie. Bisa?"

Mie? Mie soto yang kemarin? Rachel mencoba menebak mie apa yang dimaksud oleh Saka. "Mie soto?" tanya Rachel akhirnya yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Saka. "Oke, deal."

Saka tersenyum senang mendapat persetujuan dari Rachel. "Mau kapan kita cari Ibu kamu?"

Rachel menggeser mundur tubuhnya sampai punggungnya menyentuh sandaran sofa. "Saya cuma punya waktu pas libur. Kalau Pak Saka mau ya berarti nanti pas saya libur kerja," jawabnya terus terang. "Tapi kalau Pak Saka sibuk gak usah dipaksakan. Kita...."

"Saya bisa," sela Saka memotong ucapan Rachel. "Bahkan besok pun saya bisa. Kamu bisa izin dan kita pergi cari Ibu kamu."

"Enggak usah, Pak. Minggu depan aja."

Saka mengangguk paham. Detik berikutnya, ia berdiri dan merapikan pakaiannya. "Kalau gitu saya pulang dulu. Sampaikan salam saya buat Nenek."

Menyusul Saka, Rachel ikut berdiri sembari mengangguk cepat. "Nanti saya sampaikan. Terima kasih makanannya, Pak."

"Sama-sama. Saya pulang dulu. Nanti kalau sudah sampai saya kabari kamu."

Di tempatnya Rachel melongo. Tubuh jangkung Saka tertelan pintu yang tertutup. Akhir-akhir ini bosnya semakin bertingkah aneh. Sudah sebulan sejak permintaan itu diutarakan, Saka semakin menunjukan sisi lain yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sebuah sisi yang kebanyakan menyebalkan dan membuatnya harus lebih sabar.

Hari libur Rachel akhirnya datang.

Sesuai janji yang sudah disepakati, Rachel kini sudah berada dalam mobil bersama Saka. Lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, Saka datang lebih awal dari jam yang sudah ditentukan.

"Kita mau ke mana dulu? Ada tempat yang kamu curigai mungkin ada Ibu kamu di sana?"

Rachel tampak berpikir sejenak. Tangannya sibuk memilin ujung rambutnya yang hari ini ia biarkan tergerai bebas. "Gak ada. Semua tempat sudah pernah saya datangi, tapi Ibu gak ada di sana."

"Teman Ibu kamu?" tanya Saka lagi. "Teman Ibu kamu mungkin saja tahu, kan?"

"Saya sudah pernah datang ke rumah teman dekat Ibu, dan mereka tidak tahu di mana keberadaan Ibu." Rachel menundukkan kepala lalu tersenyum kecil. "Ibu sepertinya memang mau pergi dari kehidupan saya dan Nenek."

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang