"Nenek sudah tahu tentang rencana pernikahan kamu sama Rachel." Rini mengulas senyumannya. "Benar kan kamu sama Rachel mau menikah?" tanyanya saat melihat Saka sedikit terkejut.
Saka buru-buru mengangguk. "Iya, Nek."
"Apa alasannya? Kenapa harus Rachel?" tanya Rini seakan sengaja membuat sesi wawancara dadakan. "Nenek juga udah dengar kalau kamu yang melunasi semua hutang itu. Kamu benar tulus sama Rachel, kan?"
Bagaimana Saka harus menjawab pertanyaan ini? Niat hati ingin kabur dari pekerjaan dan terdampar di rumah Rachel, Saka justru dicecar pertanyaan yang membuatnya kelabakan.
Lagi pula entah sejak kapan ia jadi betah di rumah Rachel? Padahal ia selalu mengeluh panas dan terus berniat memasang pendingin ruangan untuk di rumah Rachel. Namun saat ini Saka seakan sudah terbiasa dan mulai bisa menyesuaikan diri. Sejak kapan tepatnya? Apa sejak Rachel memberinya semangkuk mie soto?
"Nenek yakin kamu orang yang baik. Dan Nenek yakin kamu akan menjaga Rachel meski sekarang kamu bahkan tidak menyukai cucu Nenek."
Apa sejelas itu perasaannya? Saka berdeham kecil untuk menutupi rasa gugup yang kini melandanya.
"Entah apa alasan kamu ingin menikahi Rachel, tapi Nenek harap kamu tidak akan menyakiti dia."
"Nek, saya sayang sama Rachel." Jelas itu sebuah kebohongan yang sengaja Saka ciptakan. "Bahkan kalau hari ini saya belum bisa menyukai Rachel, saya akan berusaha untuk menyukai Rachel secepat mungkin."
Rini tersenyum mendapat balasan dari Saka. "Karena apa? Rachel tidak menceritakan semuanya sama Nenek. Dia cuma cerita kalau kalian akan segera menikah." Wanita itu menatap Saka intens. "Katakan yang sejujurnya."
Saka menimbang sejenak untuk jawaban selanjutnya. Ia harus menjawab dengan benar supaya tidak menyakiti siapapun. "Karena Ayah," jawabnya kali ini jujur. "Ayah pernah ditolong sama Rachel dan hal itu membuat Ayah suka sama Rachel, Nek."
Ada guratan bahagia yang terpancar dari wajah Rini. Entah karena mendapat jawaban jujur atau mengetahui jika sikap baik Rachel kepada orang lain.
"Semua keputusan ada di tangan Rachel, dan dia sudah memilih akan menikah sama kamu. Jadi, Nenek cuma berharap kalau kalian nantinya akan benar-benar jatuh cinta dan menjalin hubungan bukan hanya karena paksaan seseorang."
Kepala Saka kembali mengangguk pelan.
Demi Tuhan sejak ia tahu kalau Rachel setuju akan menikah dengannya, Saka justru merasa tidak tenang. Perasaannya lebih gelisah daripada ketika ia memikirkan cara bagaimana mendapatkan hati Rachel.
Tepukan ringan di bahunya membuat Saka tersenyum. "Saya akan menjaga Rachel, Nek," ujar Saka terdengar yakin sekali.
Rini mengangguk setuju. "Nenek ke dapur dulu."
Setelah memastikan tidak ada orang lain di sekitarnya, Saka menyandarkan punggung pada sofa. Sepertinya ia salah besar melarikan diri ke rumah Rachel. "Gak salah juga sih. Lagian Nenek emang harus tahu kenapa gue mau menikah sama Rachel," bisiknya pada diri sendiri.
Saka mulai memikirkan apa yang akan terjadi setelah dirinya dan Rachel menikah? Canggung tentu saja akan menjadi hal yang sering mereka rasakan. Apa ia bisa berbagi kamar dengan orang lain? Apa cinta datang karena terbiasa itu benar adanya?
"Rachel?" Saka menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Rachelingling. "Tuh bocah gak kerja?" gumamnya sembari menempelkan ponsel ke telinga.
"Pak, rumah saya bukan rumah sakit. Dan Nenek bukan dokter yang bisa mengobati sakit kepala Pak Saka."
Tanpa sadar senyuman itu berhasil terbit di bibir Saka. Ia mulai terbiasa mendengar ocehan Rachel melalui sambungan telepon. Mulai terbiasa diabaikan begitu saja ketika puluhan pesan yang ia kirim hanya mendapat balasan singkat.
"Pak Saka," kata Rachel lagi terdengar dongkol.
"Apa sayang?"
Kali ini Saka mendengar Rachel sepertinya tersedak sesuatu. Wanita di seberang sana itu terbatuk -batuk lalu kembali bersungut-sungut. "Rachel. Nama saya Rachel, bukan sayang."
Kiranya Saka tahu kenapa Rachel kali ini emosi. "Kamu gak kerja? Di kafe lagi sepi?"
"Pak Saka juga gak lagi kerja, kan? Kenapa Pak Saka malah minggat ke rumah saya?"
"Saya abis ngobrol sama Nenek. Sekarang lagi minum teh sambil lihatin foto kamu pas masih kecil." Tatapan mata Saka terpaku pada bingkai foto yang tertempel di dinding.
"Dih," cibir Rachel. "Pulang aja deh, Pak. Jangan gangguin Nenek mulu. Heran. Tiap hari perasaan ke rumah saya terus."
Saka terkekeh mendengar suara Rachel yang terdengar sekali kesal. "Saya lagi PDKT sama Nenek, Chel. Lagian kita kan mau jadi keluarga, jadi harus sering ketemu biar nantinya terbiasa."
Di sana, Rachel menutup panggilan telepon secara sepihak. Ia segera memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Aku beneran bakal menikah sama laki-laki nyebelin kayak Pak Saka?" tanya Rachel membuka pintu kamar mandi lalu keluar dari sana.
Setelah dari Bima yang lemah lembut dan perhatian, ia justru akan melanjutkan kisah bersama sosok berbanding terbalik. Tidak. Saka sebenarnya juga perhatian. Kelewat perhatian sampai berniat membelikan seribu ekor ayam untuk dipelihara. Rachel sampai menggeleng tak percaya jika mengingat kejadian itu.
"Pak Saka ke mana sih? Perasaan akhir-akhir ini sering banget keluar?" Devina datang membawa nampan di tangannya. "Mana kelihatan banget sering senyum lagi sekarang mah. Gue rasa Pak Saka lagi jatuh cinta deh."
"Tapi Mbak Devina sadar gak sih kalau Pak Saka juga sering lihatin Rachel? Jangan-jangan mereka berdua pacaran." Vera mulai menebak-nebak.
Rachel merasa ingin membenturkan kepala pada tembok sekarang juga. Bosnya itu memang batu sekali. Diminta supaya biasa saja tetap seperti semula tetap saja tak dihiraukan. Semua orang semakin curiga dan sering menatapnya penuh rasa penasaran.
"Aku pernah dengar Rachel diajak ke rumah sakit sama Pak Saka," ujar Miska menambah deretan praduga antara hubungan Saka dan Rachel. "Mbak Dev kan dekat banget sama Rachel. Apa Rachel gak pernah cerita sesuatu sama Mbak?"
Terlihat Devina menggelengkan kepala. "Enggak. Rachel gak pernah cerita apa-apa."
Rachel terus berdiri sembari mendengarkan apa yang sedang dibahas rekan kerjanya itu. "Bisa digoreng sama Mbak Devina kalau aku gak buru-buru cerita yang sebenarnya."
Enggan semakin menambah prasangka, Rachel berjalan dengan santai menghampiri ketiga orang di sana. Ia tersenyum santai sambil bersenandung pelan. "Eh, ada Mbak Dev," sapa Rachel riang.
"Ada Pak Saka, ada Pak Saka." Miska mundur beberapa langkah untuk memisahkan diri dari yang lain.
"Misi, Mbak. Aku pergi dulu, itu ada yang pesan," pamit Vera ikut undur diri.
Rachel terkejut melihat kedatangan Saka. Matanya berkedip beberapa kali untuk memastikan jika laki-laki menyebalkan itu ternyata sudah kembali. "Ngapain?" tanyanya tak sadar.
Devina menyenggol pelan lengan Rachel.
"Lah, yang nyuruh saya balik ke kafe kan kamu, Chel." Saka berkacak pinggang.
Rachel meringis. Rasa ingin menendang Saka ke dunia lain semakin menjadi-jadi. Terpujilah Saka yang akan semakin membuat orang-orang curiga padanya.
"Saya gak suka orang lain berbicara buruk tentang kamu," ungkap Saka tiba-tiba. "Besok kamu berhenti bekerja saja, Rachel. Kebutuhan kamu sama Nenek biar saya yang tanggung. Lagi pula sebentar lagi kita akan menikah."
Nampan di tangan Devina meluncur bebas.
"Saya dipecat?" tanya Rachel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You
RomanceDemi mendapatkan warisan, Saka Gumilang rela menurunkan gengsi dan melamar Rachel Samantha yang tidak lain ada karyawannya sendiri. Masalahnya, Rachel sudah memiliki kekasih. Saka bingung bagaimana mendapatkan Rachel yang super cerewet dan keras ke...