Kebetulan atau Takdir?

14 1 0
                                    

Satu tahun kemudian....

"Memangnya sejak kapan sih aku gak cinta sama kamu?"

"Bohong," katanya tersulut emosi. "Kamu masih cinta kan sama mantan kamu? Kamu masih suka ingat sama dia? Kamu masih berharap mau balikan kan sama dia?"

"Astaga." Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar. "Kenapa kamu mikir kayak gitu? Aku harus bagaimana lagi biar kamu percaya kalau aku cuma cinta sama kamu?"

Lalu perempuan di hadapannya tertunduk lesu. Pandangan mereka akhirnya beradu. "Aku dengar kamu masih suka ketemu sama mantan kamu. Kamu masih berhubungan sama dia. Aku pikir kamu masih cinta sama dia."

"Ini kalian tinggal minggu depan aja loh mau menikah," sela seseorang yang sejak tadi menjadi orang ketiga di antara pertengkaran pasangan di hadapannya. "Kurang-kurangin deh ributnya. Lagian Rangga udah gak ada hubungan apapun sama mantannya, dan lo Rangga. Kalau mau pergi sama siapapun, terutama cewek kasih tahu Lidya. Biar gak ada salah paham kayak gini lagi."

Seharusnya Saka tidak berada di sini. Seharusnya ia sedang menikmati nikmatnya makanan di acara pertunangan Fajar yang diselenggarakan di rumah ayahnya. Sialnya, ia malah ditarik paksa oleh Rangga yang sudah beberapa hari bertengkar dengan calon istrinya. Saka dipaksa untuk menemani Rangga menjelaskan semuanya.

Saka menatap Rangga dan Lidya secara bergantian. Bagus, sepertinya kedua anak manusia itu sudah akur kembali. Ia harus segera pamit karena sudah malas menjadi di antara mereka. "Gue balik duluan. Kalian lanjutin aja lagi ngobrolnya. Jangan berantem lagi."

"Lo baliknya gimana? Tadi ke sininya kan sama gue."

"Gampang. Gue bisa terbang." Saka menepuk pundak Rangga kemudian berlalu dari sana.

Belum sepenuhnya keluar dari area restoran, Saka menerima pesan dari saudaranya. Sebuah pesan singkat yang berisi permintaan sederhana. Membeli buket bunga mawar merah. Tanpa membalas pesan itu, Saka langsung bergegas keluar dan menunggu taksi untuk mencari pesanan dari saudaranya.

"Ini mereka mau jualan buket kah? Perasaan di rumah buket bunga udah banyak. Kenapa harus beli lagi?" Saka sedikit memiringkan kepalanya, mencoba mencari toko bunga di sekitar jalan yang ia lewati. "Pak, nanti kalau ada toko bunga bisa minta tolong berhenti dulu gak? Saya mau beli bunga dulu sebentar."

Pak supir taksi mengangguk seraya tersenyum ramah. "Baik, Mas. Ini nanti sebentar lagi ada toko bunga, Mas. Saya beberapa kali antar pelanggan beli di sana."

"Boleh, Pak. Nanti berhenti aja ya."

Selang beberapa menit mobil yang ditumpangi Saka berhenti tepat di sebuah toko bunga yang bangunannya lumayan besar. Tanpa berpikir panjang, Saka langsung turun dengan tujuan agar segera bisa pulang dan bisa bergabung bersama keluarga yang lainnya.

Sejujurnya, Saka tidak pernah begitu percaya pada sebuah kebetulan. Saka tidak percaya jika seseorang bisa bertemu atau kembali bertemu karena sebuah kebetulan. Takdir. Saka jauh lebih percaya pada takdir yang bekerja di antara pertemuan itu.

Pertemuan-pertemuan itu tidak pernah terjadi. Seseorang yang selalu ingin ada di dekatnya menarik diri dari jangkauan. Membuat jarak yang begitu terbentang sangat jauh. Menutup seluruh jalan supaya Saka tidak bisa lagi terhubung padanya. Saka mencoba membiaskan diri untuk lupa. Membuat dirinya jauh dari segala hal yang sekiranya akan mengingat tentang dia.

Saka sudah lupa. Namun, ia masih ingat dan merasakan jika perasaan yang dimiliki untuk seseorang itu ternyata masih sama.

Senyumannya masih sama. Masih manis dan terlihat hangat. Binar matanya ketika berbicara pada orang lain juga masih sama. Sayangnya binar itu seketika meredup ketika matanya beradu tatap dengan dirinya.

Langkah kaki Saka tidak pernah terasa seberat ini. Kedua sudut bibirnya ia coba untuk ditarik ke atas. Ini adalah senyuman paling aneh yang mungkin saja sedang Saka lakukan. Haruskah Saka membalikan badan dan pulang saja? Masalahnya, Saka merasa kehadirannya membuat suasana hati seseorang menjadi berubah.

"Selamat datang di Lin's Florist. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang karyawan datang lebih dulu menyapa Saka.

"Ah, saya mau order buket mawar merah." Saka menjawab itu secara spontan dan cukup keras.

Karyawan tersebut mengangguk paham. "Rachel, ke sini sebentar," katanya, sedikit melambaikan tangan untuk memberi isyarat agar Rachel segera datang. "Mas ini mau order buket mawar merah. Kamu tolong layani, ya. Mbak mau siapin pesanan yang tadi pagi dulu."

Tubuh Rachel seketika membeku. "Saya? Kenapa gak Cantika aja? Saya lagi kerjain pesanan buat nanti siang, Mbak," bisik Rachel takut terdengar oleh Saka.

"Ya udah nanti Mbak suruh Cantika lanjutin pekerjaan kamu. Sekarang kamu buatin pesanan Mas ini aja dulu."

Memangnya Rachel punya hak untuk menolak? Jadi mau tak mau, Rachel menangguk dan akan melayani Saka. Saka. Tolong dicatat jika Rachel akan kembali berinteraksi dengan Saka. Laki-laki yang sudah lama tidak pernah bertemu dengannya.

"Hai," sapa Saka tersenyum kecil.

Rachel membalas senyuman itu. "Mas mau pesan buket bunga mawar merah, ya? Bisa ditunggu di sebelah ...."

"Apa kabar?" Saka memotong Rachel yang berbicara bahkan tanpa berniat menatap matanya. "Kalau kamu merasa aku ganggu, aku bisa pindah ke tempat lain."

Kabar Rachel sebelum Saka datang sebenarnya sangat baik. Terlalu baik sampai Rachel berpikir jika ini merupakan salah satu hari terbaiknya karena sejak pagi ia merasa senang. Namun, siapa sangka hari baiknya itu harus tergores dengan kehadiran Saka.

"Kabar saya baik. Mas gak perlu pergi ke tempat lain, kok. Nanti, saya akan buatkan pesanan Mas secepat mungkin."

Rachel langsung bergegas merangkai mawar merah pesanan Saka. Fokus, fokus, fokus. Rachel mengingatkan dirinya untuk tetap fokus pada pekerjaannya sekarang. Hubungan dirinya dan Saka sudah berkahir sejak lama. Ia sudah lupa, juga sudah memaafkan semua yang telah terjadi.

Lalu, bukankah jika sudah memaafkan semuanya, Rachel seharusnya bersikap ramah pada Saka? Kenapa ia malah bersikap sebaliknya? Ada yang salah pada dirinya. Rachel merasa ada yang tidak beres dengan perasaannya.

Menarik kembali sisa kesadarannya, Rachel buru-buru menyelesaikan pesanan Saka. Setelah selesai, ia langsung bergegas kembali menghampiri laki-laki yang kini sedang duduk sembari menopang dagu.

"Permisi Mas, ini buat kartu ucapannya mau ditulis seperti apa?"

"Gak usah," jawab Saka cepat.

Sekarang Rachel sedang menebak-nebak untuk siapa mawar merah yang ada di pelukannya ini. Untuk kekasih Saka kah? Benar. Saka pasti sudah memiliki seseorang yang berarti di hidupnya.

"Enggak. Itu bukan buat pacar apalagi istri aku." Saka ini sepertinya bisa membaca pikiran Rachel. "Ini buat di acara pertunangan Fajar kalau kamu penasaran buket ini nantinya buat siapa."

Kepala Rachel mengangguk tanpa sadar. "Sama Mbak Amanda?"

"Bukan. Mereka udah putus dari dulu. Fajar dijodohkan dan kebetulan mereka cocok makanya bisa berlanjut sampai tahap ini."

Ternyata Rachel sudah benar-benar berhasil menjauhkan diri dari keluarga Saka. "Oh iya, ini bunganya." Rachel menyerahkan hasil kerjanya pada Saka.

Saka menatap rangkaian bunga mawar merah yang kini berpindah ke tangannya. "Cantik," ujarnya beralih menatap Rachel.

"Buket bunga mawar merah memang selalu terlihat cantik."

"Bukan ini, tapi kamu yang cantik."

Orang gila. Rachel mendelik tidak percaya akan kembali mendengar gombalan receh dari seorang Saka Gumilang. Siapapun tolong sadarkan Rachel. Buat dia sadar jika yang terjadi sekarang hanya mimpi.

Saka tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Ekspresi wajah Rachel mudah sekali ia tebak. "Aku pulang dulu. Kapan-kapan aku ke sini lagi."

"Jangan."

"Gak baik nolak rezeki. Lagian aku ke sini kan mau beli bunga, bukan ketemu kamu."

"Oke."

"Sekalian ketemu kamu sih sebenarnya." Saka tersenyum begitu manis sebelum pergi membayar pesanannya lalu benar-benar pergi dari sana.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang