Kasih Aba-aba

22 3 1
                                    

"Rachel?"

Yang dipanggil namanya langsung membalikan badan. "Ya. Kenapa?"

Saka mendekati Rachel yang sedang duduk di depan cermin. Riasan wajah dan segala hal yang seharian ini menempel padanya sudah dihapus semua. Menyisakan wajah yang masih tetap cantik meski tanpa pulasan riasan. "Kamu yakin gak apa-apa? Aku ngerasa kamu jadi berbeda sejak tadi sore."

Tawa kecil Rachel terdengar. "Aku gak apa-apa. Itu perasaan kamu doang kali," jawabnya kembali mengalihkan pandangannya pada cermin.

Sejenak Rachel menatap dirinya yang ada di cermin. Terlihat sangat lelah dan memang tidak ada binar bahagia yang seharusnya terpancar ketika pesta pernikahan telah usai digelar. Alih-alih bahagia, Rachel justru merasa menahan amarah sejak kenyataan itu baru saja ia ketahui. Namun, Rachel tidak akan berapi-api dan membabi buta. Rachel akan bermain-main seperti yang sudah dilakukan oleh keluarga Saka.

Pertama, Rachel akan bermain peran sebaik mungkin. Memakai topeng yang cantik supaya Saka tidak mencurigai apa yang telah terjadi di masa lalu.

Sedikit bergerak pelan, Rachel berdiri dari kursi dan mendekati Saka yang berdiri tidak jauh dari jangkauannya. "Udah malam banget, aku ngantuk," katanya seakan memberi informasi apa yang sedang ia rasakan sekarang. "Maaf, tapi kayaknya aku harus tidur duluan." Rachel mendaratkan bibirnya beberapa detik pada bibir Saka lalu berjalan cepat menuju ranjang.

Mendapat serangan mendadak seperti itu membuat Saka membeku. Matanya berkedip beberapa kali melihat Rachel yang sedang sibuk menutupi diri dengan selimut.

Apa tadi maksudnya? Kenapa gak pakai aba-apa dulu? Saka berdeham pelan menutupi rasa gugup yang sekarang menyerangnya. Tidak ada yang salah dengan ciuman singkat tadi, tapi Saka tidak mengira jika Rachel akan melakukan hal seperti itu.

Ah, Rachel memang sedang bermain peran. Ia berbohong sejak tadi sampai sekarang. Matanya memang terpejam, tapi ia masih seratus persen sadar dan sama sekali tidak mengantuk. Ia hanya canggung berada satu kamar bersama Saka. Ia sengaja menghindari Saka dan memilih berpura-pura tidur agar laki-laki itu tidak terus menanyakan keadaannya.

Ciuman singkat tadi adalah ciuman pertamanya. Seharusnya Rachel tidak berbuat demikian, tapi untuk melancarkan rencananya ia harus rela berbuat seperti itu. Tidak apa-apa, lagi pula mereka sudah resmi menikah, kan? Rachel akan lebih menguatkan diri dan hati jika hari selanjutnya ia akan berbuat hal yang lebih gila daripada tadi.

Saka masih setiap menatap Rachel yang sudah nyaman di atas kasur. Rasa gugup itu perlahan menghilang. Sekarang ia justru bingung harus melakukan apa.

"Ini gue beneran harus tidur satu kasur sama Rachel?" Saka menggaruk bagian belakang kepalanya. "Ya emang harus bareng sih. Gue sama dia kan udah menikah," lanjutnya dengan suara yang pelan.

Saka menyerah dan mulai berjalan pelan ke arah ranjang. Ia bergerak begitu pelan karena takut membuat Rachel terganggu. Satu persatu kakinya naik ke atas kasur, ia mulai membaringkan badan tepat di sebelah Rachel.

Lagi-lagi keheningan lebih sering menguasai Saka dan Rachel. Kedua anak manusia itu memejamkan mata dan berusaha meraih mimpi. Diam-diam doa mereka untuk saat ini tidak beda jauh. Sama-sama ingin cepat tidur dan berharap pagi segera datang.

•••••

Hari pertama Rachel sebagai istri Saka akan dilalui dengan suka cita. Ia bangun lebih dulu dengan perasaan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ya, mulai hari ini ia akan bersikap sebagai perempuan yang manis dan menjadi istri yang baik untuk Saka.

"Selamat pagi!" Rachel membuka gorden kamar dan membiarkan cahaya matahari masuk ke kamar. "Hari ini kamu libur, kan? Kita mau pergi ke mana? Ada acara jalan-jalan atau mau diam di rumah?"

Bisakah Rachel membiarkan nyawanya kumpul terlebih dahulu? Selain silau karena cahaya matahari, Saka juga silau karena penampilan Rachel yang sudah rapi dan aroma wangi yang menguar begitu jelas.

"Kamu bangun jam berapa? Kamu gak habis masak atau beresin rumah kan?"

"Aku habis bantuin Bi Reni masak. Kenapa emangnya? Gak boleh, kah?" Rachel menatap Saka penuh tanda tanya.

Saka berdecak kesal dan menyibakkan selimut. "Urusan rumah biar jadi urusan Bi Reni, Chel. Kan aku udah bilang kalau kamu tinggal duduk manis doang."

"Mana bisa gitu, Saka." Rachel membuang segala gengsi dan egonya untuk tujuan yang ingin ia capai. "Lagian cuma bantuin masak sama beres-beres rumah gak bikin aku kenapa-kenapa kok."

"Ada tempat yang mau kamu datangi?" Saka memilih mengalah dan membiarkan Rachel melakukan yang dia suka. "Aku ikut ke mana aja asal sama kamu," lanjutnya menjawab pertanyaan pertama Rachel.

Rachel tampak berpikir sejenak. "Gak ada sih. Aku kayaknya mau di rumah aja."

"Ya udah hari ini kita di rumah aja." Saka mengangguk setuju. "Lagian kamu kayaknya masih capek banget. Hari ini kita istirahat aja di rumah."

"Oke." Rachel mengangguk cepat menanggapi ucapan Saka. "Aku ke bawah dulu. Kamu mandi aja dulu abis itu kita sarapan," ujar Rachel yang setelah itu berlalu begitu saja keluar kamar.

Jadi gini rasanya punya istri? Saka sungguh tidak paham pada dirinya sendiri yang mudah sekali tersipu mendapat perhatian kecil yang diberikan oleh Rachel. Ia juga tidak paham bagaimana bisa mereka seakan lupa jika tadi malam saling menghindar dan sekarang terlihat biasa saja.

Semuanya memang berjalan begitu saja. Saka akan mengikuti apa yang Rachel inginkan. Ia akan bergerak sesuai keinginan istrinya itu. Seperti permintaan Rachel kemarin, ia juga akan mulai menerima Rachel yang kini sebagai istrinya dengan hati yang tulus. Lupakan sejenak warisan karena sepertinya Saka memang jatuh cinta pada Rachel.

Di lain sisi ada Rachel yang sedang mengamati suasana rumah baru yang sudah dipersiapkan oleh Saka. Rumah mewah dengan berbagai macam perabotan mewah itu sangat berbanding terbalik dengan rumahnya. Jelas sekali dirinya dan Saka memang sangat berbeda. Saking berbedanya, ia harus banting tulang karena ayahnya meninggal dan ibunya memilih kabur meninggalkan hutang. Sementara Saka tetap bisa hidup bahagia dan keluarganya tetap damai padahal telah menghancurkan keluarga orang lain.

Namun kini, Rachel mulai akan menikmati kemewahan keluarga Saka. Apa ini akan setara atas apa yang sudah terjadi selama ini? Apa ia akan bahagia dengan kemewahan yang kini ada di hadapannya?

"Ada yang gak kamu suka dari rumah ini?" Saka datang menghampiri Rachel. "Kalau ada yang gak kamu suka, kamu bisa bilang sama aku."

"Aku suka," jawab Rachel cepat. "Tapi kayaknya kalau di bagian depan ada beberapa tanaman bakal lebih bagus."

"Nanti aku suruh orang buat cari tanaman yang kamu suka."

"Terima kasih." Rachel mengerahkan seluruh keberaniannya untuk memeluk Saka.

"Bisa gak kalau mau kayak gini tuh aba-aba dulu?" Saka membalas pelukan Rachel dan mengusap punggung perempuan itu dengan lembut. "Kamu gak mau kan aku mati muda karena jantungan?"

Rachel tidak menjawab. Bibirnya hanya tersenyum dan sekali lagi berharap jika Saka akan melupakan tujuan awal pernikahan ini terjadi hanya karena menginginkan warisan.

Membiarkan Saka jatuh cinta pada dirinya adalah tujuan Rachel.

Katanya, luka terhebat terkadang datang dari orang terdekat. Maka biarkan Rachel menjadi orang terdekat Saka dan memberinya luka yang hebat.

•••••

hallowwww~

makin ke sini cerita ini berasa makin gak jelas wkwk tapi gapapa semoga yang baca tetap kuat😭😭 

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang