Duar!

37 1 0
                                    

"Jangan kabur. Nanti kita ke rumah sakitnya bareng." Saka melewati Rachel yang sedang mengelap meja.

Rachel hanya bisa menganggukkan kepala. Dalam hatinya sedang berusaha untuk tidak melempar lap di tangannya pada wajah tampan Saka.

"Dasar tukang maksa," cibir Rachel memutar sedikit kepalanya ke belakang.

Enggan memikirkan Saka lebih lama lagi, Rachel memilih kembali ke belakang untuk bergabung dengan Devina dan yang lainnya. Hari ini kafe tidak begitu ramai. Rachel tidak begitu cape bolak-balik melayani pelanggan dan sedikit memiliki waktu luang.

"Chel, kamu gak mau ngaku?"

"Ngaku apaan, Mbak?" tanya Rachel kebingungan. "Aku ngelakuin kesalahan?"

"Kamu pasti ada hubungan lebih sama Pak Saka kan? Jangan gitu, Chel." Devina menatap Rachel begitu intens. "Pak Saka kan udah punya pacar. Kamu gak boleh dekat sama Pak Saka lebih dari sekadar atasan dan bawahan," ujarnya dalam satu kali tarikan napas.

Rachel menepuk pelan bahu Devina. Ia sangat tahu kenapa Devina berbicara seperti itu. "Mbak, aku sama Pak Saka gak ada hubungan apa-apa. Sumpah," katanya berusaha meyakinkan Devina. "Lagian Pak Saka sama Mbak Amanda udah putus."

Devina melayangkan tatapan penuh selidik. "Kok kamu tahu Pak Saka udah putus?"

"Mbak Amanda udah jarang ke sini, kan? Aku pikir Pak Saka sama Mbak Amanda udah putus." Rachel mengelak seperti biasa dengan cengiran di wajahnya.

"Ah, udahlah terserah kamu." Devina mengibaskan tangannya ke udara. "Yang penting saran dari aku harus kamu dengar. Kamu gak boleh dekat sama cowok orang. Kamu sendiri tahu kan rasanya diselingkuhi? Nah, kalau kamu dekat sama Pak Saka dan ketahuan sama Mbak Amanda, kamu bakal sakit hati nantinya," cerocosnya begitu panjang dan menggebu.

Rachel meringis sembari mengangguk-angguk. Sejak awal, Devina memang selalu memberi saran yang baik dan masuk akal untuknya. Membuatnya merasa bersyukur karena Tuhan sudah mempertemukan dirinya dengan Devina yang terlihat keras dari luar, padahal aslinya begitu lembut dan hangat.

"Mau ngapain ke rumah sakit bareng Pak Saka?"

Habis Devina, terbitlah Miska. Rachel mendelik mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh teman kerjanya itu. "Ke rumah sakit? Mau ngapain?"

Miska tersenyum penuh arti. "Aku dengar apa yang Pak Saka bilang sama kamu. Kok ke rumah sakit bareng? Kalian ada hubungan spesial?"

"Ngawur. Enggak. Aku sama Pak Saka gak ada hubungan apa-apa," jawabnya lalu berdecak kesal. "Aku ke sana dulu. Mau nyusul Mbak Devina." Jurus paling ampuh yang digunakan Rachel untuk menghindari pertanyaan Miska selanjutnya adalah kabur.

Omong-omong soal rumah sakit. Semalam, Saka mengirim pesan dan mengatakan jika ayahnya meminta Rachel untuk datang ke sana. Enggan dibantah, Saka juga mengatakan jika Rachel harus ke sana bersama Saka.

Ah, Raja Langlang si tukang maksa.

Namun perdebatan singkat itu berakhir dengan persetujuan Rachel. Walaupun ia tidak begitu paham kenapa Pak Henri memintanya datang ke sana, ia tetap akan datang. Rachel melakukan itu karena merasa berhutang budi pada Pak Henri. Berkat bantuannya, ia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga bisa secara perlahan melunasi hutang milik ibunya.

Hari ini kafe tidak begitu ramai. Namun, entah bagaimana ceritanya Rachel justru merasa begitu lelah. Apa karena dirinya terus berbohong pada orang-orang? Entahlah, Rachel sendiri tidak tahu apa yang mengakibatkan tenaganya terasa begitu terkuras.

"Pak, kalau di kafe bisa gak jangan banyak omong sama saya?" pinta Rachel pada Saka yang sedang fokus mengemudi. "Mbak Devina dan yang lain pada nanyain terus hubungan saya sama Bapak."

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang