Sebuah Perubahan

24 3 0
                                    

Dua orang yang akan bersama karena sebuah alasan tertentu itu akhirnya memilih mempersiapkan segala hal secara bersama. Saka meluangkan banyak waktu agar bisa pergi bersama Rachel untuk mengurus apa saja yang sekiranya mereka butuhkan.

Pertengkaran kecil di antara Saka dan Rachel tidak dapat dihindari. Sesekali, seperti pada pasangan umumnya, mereka berdua meributkan hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Selisih paham dan beda cara pandang masih selalu ada ketika mereka menghadapi suatu hal. Namun, entah siapa yang mengalah lebih dulu, pada akhirnya mereka bisa kembali akur dan kembali seperti biasa.

Saka yang semula terlihat egois dan susah minta maaf seketika menurunkan segala egonya di hadapan Rachel. Semuanya menjadi hubungan timbal balik. Melihat Saka yang semakin terlihat berubah membuat Rachel juga ikut membuang rasa gengsinya.

"Orang-orang pasti bakal mengira kalau kalian memang saling mencintai." Beberapa hari yang lalu, Rangga mengatakan itu sambil bersiul pelan. "Raut wajah kalian tuh gak ada sama sekali mencerminkan akan menikah karena terpaksa. Gak ada. Lo berdua beneran udah saling suka, kan?"

Pertanyaan dari Rangga dibalas decakan pelan oleh Saka dan Rachel. Keduanya melengos begitu saja lalu meninggalkan Rangga yang sedang anteng bersama ayam warna-warni peliharaan Rachel.

"Kenapa?" tanya Saka melihat Rachel yang berjalan pelan di sebelahnya. "Ada yang salah?"

"Aku rasa kita gak usah ke sini deh."

"Loh, ini tinggal ketuk pintu doang masa mau balik lagi." Saka menatap Rachel lembut. "Lagian Tante Rai gak bakal gigit kamu kok. Tante Rai penasaran mau ketemu kamu loh."

Di antara banyak hal yang dipersiapkan, Rachel juga masih terus mempersiapkan diri supaya bisa merasa pantas untuk menjadi pasangan Saka meskipun pernikahan ini didasari tanpa cinta. Perbedaan antara dirinya dan Saka itu terlalu jelas. Rachel masih selalu merasa takut akan mendapat tatapan tidak suka dari keluarga Saka.

Saka menyentuh pelan lengan Rachel. "Apa yang kamu takuti? Kamu diterima dengan baik di keluarga aku, Chel," bisik Saka mencoba membuat Rachel percaya diri. "Kamu lihat sendiri kan waktu itu mereka menyambut kamu dengan hangat?"

Kemarin lusa Rachel memang diajak oleh Saka untuk menghadiri acara keluarga dari pihak ibunya. Dan benar saja semua hal yang ada di kepalanya sama sekali tidak terjadi. Rachel disambut hangat dan mendapat perlakuan dengan baik. Untuk hal itu membuat Rachel menghela napas lega dan tersenyum senang.

"Kata Mas Rangga, Tante Rai galak," ujar Rachel mengingat jelas apa yang dikatakan oleh Rangga.

Saka bisa membayangkan bagaimana ekspresi Rangga ketika mengatakan hal itu pada Rachel. "Jangan dengerin Rangga, Chel. Kamu kok bisa percaya sama orang gila kayak dia."

"Yakin? Omongan Mas Rangga kan kadang ada benarnya juga."

"Iya ada yang benar, tapi kebanyakan bohongnya," sahut Saka langsung. "Percaya sama aku kalau Tante Rai gak galak kayak yang Rangga bilang."

Kepala Rachel mengangguk pelan. "Oke. Aku percaya sama kamu."

Rachel benar-benar seperti anak kucing menggemaskan. Saka masih mengingat bagaimana panggilan itu berubah dan terdengar lebih akrab. Ia juga masih ingat ketika Rachel berdecak kesal ketika membiaskan diri dengan sebutan itu. Meski saran dari dirinya tidak diterima, Saka masih tetap bersyukur karena Rachel sudah berhenti memanggilnya secara formal.

Pintu di depannya diketuk beberapa kali sampai akhirnya seorang wanita berambut ikal muncul dengan senyuman yang hangat.

"Saka," katanya maju beberapa langkah untuk memeluk Saka. "Tante baru aja mau ke rumah. Tante mau nanyain soal pernikahan kamu."

Saka membalas senyuman itu tidak kalah hangat.

"Rachel?" tanyanya mencoba memastikan. "Haduh, kamu kok mau sama Saka sih, cantik? Dia kasih kamu apaan sampai kamu mau sama dia?" Rai menyentuh Rachel dan menggiringnya ke dalam rumah.

Saka menghela napas kasar. "Gue bilang juga apa, kan? Ini saking baiknya Tante Rai ke Rachel, gue yakin seratus persen keberadaan gue di sini cuma bakal jadi pajangan." Saka ikut berjalan memasuki rumah mewah Rai yang tidak lain adalah kakak kandung dari Henri.

•••••

Kunjungan selanjutnya setelah dari rumah Tante Rai adalah ke tempat peristirahatan terakhir ayahnya Rachel. Ini merupakan kali kedua mereka datang bersama. Hanya sekadar melepas rindu pada angin yang berembus ketika Rachel sedang menyapa batu nisan yang bertuliskan nama ayahnya. Di lain sisi, Saka diam-diam meminta izin untuk meminang Rachel dengan alasan yang sangat konyol.

"Semuanya sudah selesai. Semua hutang Ibu sudah lunas." Ya, tentang ibunya memang sudah selesai. Namun, tentang dirinya dan Saka baru saja akan dimulai. "Tapi sampai sekarang aku belum bisa menemukan Ibu, Yah," adu Rachel setiap kali datang berkunjung.

"Nanti kita coba cari lagi," bisik Saka menenangkan Rachel.

"Bisa gak kalau sebelum kita menikah Ibu sudah berhasil ditemukan?"

Saka menyunggingkan senyuman. "Akan aku usahakan. Nanti aku suruh orang buat cari Ibu, ya."

Rachel tidak akan pernah mengelak jika hal seperti inilah yang terkadang membuatnya tak sadar diri. Sering kali membuat dirinya memaksa untuk sadar jika ia tidak boleh menaruh perasaan berlebih pada Saka. Mengingat atas alasan apa mereka akan menikah dan rasanya memang tidak pantas jatuh cinta pada seseorang seperti Saka.

"Habis dari sini, kita mau ke mana lagi?" Rachel bertanya untuk mengubah suasana agar tidak lagi canggung.

Saka berpikir sejenak. "Ada tempat yang mau kamu datangi lagi? Kalau gak ada, aku mau ngajak kamu ke makam Ibu."

"Ayo," ajak Rachel terdengar semangat.

Sebuah senyuman yang merekah hadir di bibir Saka. Untuk pertama kalinya ia akan mengajak Rachel mengunjungi mamanya yang sudah tiada sejak beberapa tahun yang lalu. Sosok lembut yang selalu membuatnya hanga itu pergi karena kecelakaan yang menimpanya.

Kedua anak manusia itu berjalan beriringan. Sesekali keduanya saling melempar senyuman dan tatapan menenangkan. Yang dikatakan Rangga sepenuhnya tidak salah. Saka dan Rachel persis seperti pasangan yang saling jatuh cinta.

"Lo berdua yakin gak saling suka?" tanya Rangga ketika pada Saka dan Rachel yang sedang membahas masalah undangan. "Rugi banget lo berdua kalau gak saling cinta. Sama-sama gak punya pasangan, tinggal jatuh cinta aja apa susahnya," ungkapnya penuh semangat yang membara.

"Lo pilih diam atau gue gantung di tiang depan?" Saka melotot sembari berkacak pinggang. "Lo kalau datang ke sini kenapa rusuh terus sih?"

"Biarin aja kali," sahut Rachel yang masih tetap tenang.

"Wah, Saka bakal jadi bibit-bibit suami takut istri." Rangga bersorak heboh melihat Saka yang langsung diam mendengar perkataan Rachel. "Anjir, seorang Saka nurut sama Rachel? Waduh, keajaiban dunia banget. Lo udah jatuh cinta beneran sama Rachel, Ka?"

Rachel hanya geleng-geleng kepala setiap kali mendengar perdebatan tidak penting antara Saka dan Rangga.

"Gue nanya serius sama lo, Ka," ujarnya hari itu ketika Rachel pergi ke dapur. "Lo beneran gak suka sedikit pun sama Rachel? Setelah lo cukup dekat sama dia, lo gak ada perasaan apapun sama dia?"

"Lo pikir aja sendiri deh."

"Otak gue kecil. Gak bisa mikirin perasaan orang lain," sahut Rangga enteng. "Lo kalau suka sama dia mending bilang aja sih. Lagian lo beneran rugi banget kalau menikah sama Rachel tapi cuma karena alasan warisan. Rachel terlalu berharga buat lo jadikan alat doang."

Saka mendelik mendengar penuturan Rangga. "Gue curiga kalau lo sebenarnya suka sama Rachel, kan?"

••••

meminta maaf karena niat double up tidak jadi🙏🥲 hujan malam itu membuat jiwa mager dan daya tarik dari kasur semakin besar, alhasil saya kalah dan memilih tidur😭😭

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang