"Gimana? Rachel mau menikah sama lo?"
Pertanyaan barusan membuat kepala Saka mendadak berdenyut. Nama wanita itu lagi. "Dia keras kepala. Gue sampai gak paham kenapa Ayah suka banget sama dia," jawab Saka memijat pelan pelipisnya.
Rangga— sahabat karib Saka yang sudah tahu banyak hal tentang laki-laki itu. "Akhirnya lo bisa merasakan bagaimana rasanya ditolak," ujarnya lalu terbahak-bahak.
Seharusnya, Saka memang tidak usah cerita pada Rangga. Ia tahu bagaimana Rangga kalau sudah mengejeknya. Namun, bibirnya selalu gatal ingin bercerita jika sesuatu terjadi padanya. Rangga bagi Saka seperti tong sampah yang menampung semua keluh kesahnya.
"Diem deh, lo. Gue lagi pusing mikirin gimana caranya supaya Rachel mau menikah sama gue." Saka melempar sepotong apel pada Rangga.
Dengan sigap Rangga menangkap apel yang dilempar Saka. "Rachel gak bakal mau kali, Ka. Dia kan udah punya pacar."
"Udah putus," sahut Saka cepat. "Pacarnya Rachel selingkuh. Sama cowok lagi selingkuhnya."
Mulut Rangga sedikit terbuka mendapat informasi itu. "Lo serius?" tanyanya dan Saka langsung mengangguk. "Cocok berarti lo berdua. Sama-sama korban pengkhianatan pasangannya."
"Gue balik dah. Lo malah nambah beban gue," cibir Saka memisahkan diri dari sofa empuk yang ada di kamar Rangga. "Gue mau ke rumah sakit. Tadi siang, Ayah nyuruh gue ke sana."
Kali ini Rangga kembali tertawa. "Kepala lo bakal makin tambah berat kalau ke sana," katanya setelah selesai tertawa. "Semangat, Saka. Demi warisan." Rangga mengepalkan tangan kedua tangannya ke udara.
Saka yang sama gilanya mengikuti gerakan Rangga. "Demi warisan dan hidup nyaman."
Mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, Saka membawa mobil kesayangannya itu bergerak ke rumah sakit. Meski sedikit enggan, Saka memang tidak punya pilihan lain untuk menyetujui permintaan sederhana dari ayahnya; datang ke rumah sakit setelah pulang kerja.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya Saka sampai ke tempat yang paling ia benci seumur hidupnya. Saka tidak pernah suka berada di rumah sakit. Tempat bagi sebagian orang merasakan bahagia karena kedatangan anggota baru, atau sebaliknya. Merasakan sakit karena ditinggalkan orang terdekat. Belum lagi bau obat-obatan yang menyengat hidung, membuat Saka tidak betah berlama-lama di sana.
Menenteng bubur ayam pesanan ayahnya, Saka berjalan gontai menyusuri lorong rumah sakit yang malam ini entah kenapa terasa lebih dingin. Berbelok ke sebelah kanan dan berhenti di depan salah satu kamar VIP, Saka mendorong pintu ruang rawat inap itu dengan perlahan. Takut jika ayahnya sudah terlelap.
"Bawa apaan, Kak?" Fajar, adik kesayangannya yang sudah berhasil membuat hubungan antara dirinya dan Amanda rusak, sedang duduk sembari memainkan gawai di tangannya. "Bubur kesukaan Ayah, ya?"
Saka tidak menjawab apapun selain bergumam pelan. Pandangannya beralih pada ayahnya yang ternyata masih terjaga. "Mau dimakan sekarang?" tanya Saka lembut.
"Kamu sudah ketemu sama Rachel?"
Rachel lagi, Rachel lagi. Saka mendengus sebal, tetapi tidak urung menganggukkan kepala. "Sudah."
"Bagus. Kamu harus bicara yang benar sama dia, Saka."
"Dari sekian banyak perempuan, kenapa harus Rachel, sih?"
Saka penasaran, tapi baru berani bertanya sekarang. "Memangnya teman kerja Ayah gak ada yang punya anak perempuan? Ayah gak ada niatan menjodohkan aku sama anak teman Ayah yang bibit, bebet, dan bobotnya udah jelas?"
Henri menepuk pelan lengan putra sulungnya. "Rachel juga sangat baik. Kamu jangan ngomong gitu."
Fajar menjadi seperti orang dungu untuk saat ini. Ia tidak paham kemana sebenarnya arah obrolan ayahnya dan kakaknya ini.
"Rachel lebih baik daripada Amanda." Henri melirik Fajar sekilas. "Ayah lebih setuju kalau kamu sama Rachel."
"Ayah setuju gak kalau aku sama Manda?" Fajar bertanya tanpa berpikir panjang.
Henri terkekeh pelan. "Kakak kamu saja yang sudah berpacaran dua tahun dengan Amanda tidak Ayah restui. Apalagi kamu yang berpacaran sama dia karena selingkuh," paparnya menatap Saka dan Fajar bergantian. "Ayah tidak akan merestui hubungan kamu sama Amanda. Lepaskan saja dia. Amanda bukan wanita baik-baik, Fajar."
Jika ditelaah lagi, apa yang dikatakan ayahnya memang benar. Jika dulu, Saka mungkin akan membela mati-matian Amanda, tapi sekarang tidak akan lagi. Ia tidak mau lagi berurusan dengan wanita yang tak berpikir dua kali berselingkuh dengan adiknya sendiri. Meski belum sepenuhnya lupa dan sembuh, Saka sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan semua yang telah terjadi di masa lalunya.
"Lo gak malu pacaran sama Amanda?" Saka kembali menyindir Fajar seperti biasa. "Gue curiga lo sebenarnya udah punya hubungan sama Amanda sejak dulu."
"Sudah setengah tahun, Kak," aku Fajar dengan wajahnya yang polos.
Sialan, batin Saka mengumpat. Setengah tahun? Ternyata dirinya benar-benar mencintai orang yang salah. Lebih salah lagi adiknya yang sekarang tanpa merasa bersalah berpacaran dengan Amanda tanpa beban.
"Selamat." Saka berkata begitu riang. "Semoga langgeng dan Amanda gak belok lagi ke cowok lain," tambahnya sambil tersenyum.
"Putuskan Amanda, Fajar. Cari perempuan lain." Henri mengatakan itu penuh tekanan. "Dan kamu, Saka." Kali ini laki-laki itu berpindah pandangan pada Saka. "Segera ajak Rachel untuk menikah. Ayah sudah tua, Ayah mau punya cucu dari kamu atau Fajar."
Saka gatal ingin protes, tetapi saat ayahnya terbatuk-batuk membuatnya mengurungkan niat. Dengan sigap ia mengambil air dari nakas dan menyodorkan perlahan pada ayahnya. "Jangan ngomel terus, Yah. Aku janji bakalan segera menikah sama Rachel," kata Saka meyakinkan.
Sedangkan di tempat lain, ada Rachel yang sedang anteng menemani neneknya menonton sinetron kesukaannya. Ia mengusap pelan lengan yang sudah keriput, tapi baginya tangan itulah yang usapan dan genggamannya selalu membuatnya tenang.
"Nenek sudah lama tidak ketemu sama Bima. Kamu masih sama Bima, kan?" tanya Rini yang tidak lain adalah neneknya Rachel.
"Enggak, Nek." Rachel tidak pandai berbohong pada neneknya. "Bima selingkuh. Rachel udah pisah sama Bima seminggu yang lalu."
Waktu terasa berjalan dengan singkat. Hubungannya dengan Bima sudah selesai seminggu yang lalu. Ia mengalami waktu yang cukup sulit setelah berpisah dengan Bima. Rasa rindu itu sering muncul. Namun, ia bisa mengatasinya dengan baik. Belum lagi kehadiran bosnya yang setiap hari tidak pernah absen mengajaknya menikah, cukup membuat Rachel sedikit lupa dan lumayan gila.
"Selingkuh?"
Rachel mengangguk cepat. "Iya, Nek. Dia selingkuh," katanya sembari menahan tangis.
Nyatanya uang yang diberikan oleh ibunya Bima tidak dapat menghilangkan rasa sakit. Uang itu masih tersimpan rapi di lemari dan tak tersentuh sedikit pun. Hutang yang dimiliki Rachel juga masih belum sepenuhnya lunas sampai sekarang.
Rini memeluk Rachel dengan hangat. "Gak apa-apa. Nenek yakin akan ada seseorang yang menggantikan Bima dan jauh lebih baik daripada dia."
Rachel meringkuk dalam pelukan neneknya. Ia mencium dalam-dalam aroma yang selalu membuatnya tenang. Di dunia ini, Rachel hanya punya neneknya. Setelah ayahnya tiada, tak ada lagi tempat ia mengadu selain neneknya. Ibunya pergi. Jauh. Tanpa pernah berpamitan padanya.
"Oh, iya," kata Rini baru teringat akan satu hal. "Kemarin sore, ada laki-laki seumuran kamu datang ke sini."
"Siapa?"
"Enggak tahu. Nenek gak tanya namanya, tapi dia nanyain benar apa enggak kalau ini rumah kamu."
"Pakaiannya rapi? Pakai jas? Tinggi?"
Rini mengangguk langsung. "Betul. Kamu kenal orang itu?"
Pak Saka? Tapi gak mungkin, sih. Rachel buru-buru menggelengkan kepalanya saat ia secara tidak sopan membayangkan Saka datang ke gubuk tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You
RomanceDemi mendapatkan warisan, Saka Gumilang rela menurunkan gengsi dan melamar Rachel Samantha yang tidak lain ada karyawannya sendiri. Masalahnya, Rachel sudah memiliki kekasih. Saka bingung bagaimana mendapatkan Rachel yang super cerewet dan keras ke...