Luka-luka yang Disembunyikan

16 1 0
                                    

Entah sudah berapa menit telinga Saka mendengarkan Rachel sedang bertukar cerita dengan Bima melalui sambungan telepon. Dari mulai Rachel tertawa, menanggapi cerita Bima, membalas pertanyaan mantan pacarnya itu membuat Saka mendengus kesal. Ada di beberapa waktu ketika Rachel tertawa membuatnya berpikir jika istrinya masih memiliki perasaan untuk Bima.

Ini Ayah masih di mana sih? Katanya mau ke sini. Saka melempar pelan bantal yang sejak tadi dipeluk olehnya. "Aku keluar dulu," ujar Saka membuat Rachel sejenak mengalihkan perhatian.

"Oke."

Oke? Cuma gitu doang jawabannya? Siapapun tolong ingatkan Saka untuk tidak mengambil secara paksa ponsel Rachel dan membuangnya ke lautan. Saka tidak suka diabaikan. Ia benci mendengar Rachel tertawa karena orang lain, apalagi orang itu adalah Bima yang notabene pernah begitu lama mengisi hati Rachel.

"Aduh." Saka memegangi perutnya tepat sebelum membuka pintu. "Aduh, perut aku sakit," ungkapnya setengah meringis.

Rachel yang sedang duduk di sofa tanpa menunggu waktu lama langsung menaruh teleponnya dan menghampiri Saka. Setengah tergopoh kakinya bergerak cepat untuk segera sampai dan memeriksa keadaan laki-laki menyebalkan itu.

Jadi seperti ini menarik perhatian Rachel?

"Kamu kenapa?" tanya Rachel terdengar jelas sekali jika ia cemas.

Mata Saka mengerjap beberapa kali. Diperhatikannya Rachel dari jarak yang begitu dekat. Ternyata istrinya tidak sepenuh hati membenci dirinya. "Aku cemburu."

Mendengar jawaban itu membuat Rachel otomatis menjauhkan diri dari Saka. "Kamu bohongin aku?"

"Bohong soal apa? Cemburu? Aku gak bohong kalau aku lagi cemburu."

Rachel benar-benar bangkit dan meninggalkan Saka yang masih duduk di lantai sembari memegangi perut. "Bohong aja terus sampai puas. Sakit perut beneran tahu rasa," cibirnya.

"Chel, kamu serius mau gini terus? Kamu beneran mau balas dendam kayak gini sama aku?" Saka tidak bisa lagi menahan diri melihat tingkah Rachel yang di matanya sangatlah aneh. "Udahan aja ya. Kita bicarakan ini semua sama Ayah. Aku bakal cari Ibu sampai ketemu juga. Aku janji akan mengembalikan apa yang seharusnya kamu dapatkan."

"Ayah gak akan pernah bisa kembali lagi, Saka," sela Rachel sama putus asa seperti Saka sekarang.

"Aku tahu," jawab Saka langsung. "Dan Ibu juga gak bakal kembali lagi, Chel. Ayah sama Ibu aku gak bakal kembali lagi sama kita. Kita berdua sama-sama kehilangan mereka."

Rachel mengambil napas dalam-dalam lalu ia embuskan perlahan. Ia tidak pernah tahu sesakit apa luka yang dimiliki Saka. Ia tidak pernah tahu bagaimana sakitnya Saka ketika ditinggalkan oleh ibunya. Namun, Rachel hanya tahu jika Saka masih bisa hidup nyaman tanpa perlu bersusah payah. Saka hanya kehilangan ibunya, sementara ia kehilangan keduanya. Kehilangan banyak hal yang seharusnya bisa ia dapatkan jika kecelakaan itu tidak menimpa ayahnya.

Saka memandang Rachel begitu lembut. Ditariknya tangan Rachel ke dalam genggamannya. "Buang pelan-pelan rasa dendam kamu, ya? Kita sembuh sama-sama dari masa lalu itu. Aku gak tahu sebanyak apa luka kamu, tapi kamu mau lupa terus sembuh kan?"

Di mata Saka, Rachel terlihat sangat begitu rapuh. Seperti patung yang dipahat begitu sempurna akan tetapi jika disentuh barang sedikit saja patung itu akan retak dan rusak. Rachel tidak jauh berbeda seperti itu. Terlihat kuat dan ceria, tetapi sekarang ia bisa melihat sisi rapuh yang seperti disembunyikan Rachel sejak lama.

"Kenapa Ayah kamu bohongin Ibu selama ini? Kenapa Ayah kamu yang seolah malaikat itu justru membuat aku harus bekerja lebih keras dan membuat Ibu pergi?" Suara Rachel bergetar seraya menatap Saka dengan tatapan kosong. "Kenapa hari itu Ibu kamu mengemudi mobil sambil mabuk dan menelepon?"

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang