Sibuk Menerka

22 1 0
                                    

Saka pernah beberapa kali mencoba menjalin  hubungan dengan perempuan lain. Mencoba membuka hati dan mengganti posisi Rachel yang sebenarnya sama sekali tidak pernah ia inginkan. Sayangnya, dari sekian banyak perempuan yang dekat dengannya tidak ada satupun yang berhasil menggeser posisi Rachel.

Banyak. Banyak sekali yang jauh lebih cantik dan baik dari Rachel. Namun, Saka masih dan hanya menginginkan Rachel. Nyatanya, Saka justru selalu teringat Rachel setiap kali mencoba menjalin kisah bersama yang lain.

"Lagi ada masalah apa?" Henri datang menegur Saka yang sedang bengong.

"Hah? Gak ada masalah apapun kok," jawab Saka langsung.

Sama seperti dulu ia memaafkan ibunya, Saka juga memaafkan ayahnya meski sudah banyak berbohong, sudah membuat hubungannya dengan Rachel berakhir begitu saja di umur pernikahan yang baru seumur jagung. Saka melupakan dan memaafkan semuanya meski sesekali menyesali apa yang telah dilakukan oleh ayahnya.

Namun di antara maaf dan penerimaan itu, Saka seolah membangun dinding tak kasat mata antara dirinya dan ayahnya. Saka membuat batas supaya ayahnya tidak lagi ikut campur dan bersikap sewajarnya saja. Hubungan Saka dan ayahnya baik-baik saja meskipun tidak hangat. Ah, lagipula memang sejak kapan hubungan antara ayah dan anak itu hangat? Rasanya tidak pernah.

"Kamu mau nginap?" tanya Henri yang dibalas gelengan kepala oleh Saka. "Kamu gak kesepian memangnya di rumah sendirian? Kenapa gak pindah ke sini lagi saja?"

"Udah biasa. Sejak dulu aku suka sendiri kok. Sejak kecil aku udah terbiasa sendiri dan itu gak buat aku kesepian." Saka tersenyum samar. "Aku pulang dulu. Besok kalau Fajar mau ditemenin buat cari gedung suruh nyamper aja ke kafe."

Setelah berpamitan, Saka langsung pergi. Ia hanya datang sesekali ke rumah ayahnya untuk sekadar bertemu karena disuruh datang.

••••

Suasana di rumah Rachel justru berbanding terbalik. Rumah yang tidak begitu luas itu terasa hangat oleh tawa dan obrolan yang terus mengalir antara Rachel dan neneknya. Salah satu yang selalu disyukuri Rachel adalah kehadiran neneknya. Ia rasanya ingin memberikan seluruh isi dunia supaya neneknya terus bahagia.

"Nenek senang kamu udah akur lagi sama Saka." Dan ternyata tidak perlu seluruh isi dunia untuk membuat neneknya bahagia. "Tapi kenapa tadi gak ajak Saka buat mampir dulu?"

"Udah malam. Aku gak enak." Padahal Rachel memang tidak ingin mengajak Saka mampir terlebih dulu ke rumahnya.

Rachel turun di tempat biasa. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung bergegas pulang. Niat hati tidak ingin menceritakan pertemuannya dengan Saka pada neneknya ternyata tidak bisa. Rachel justru menjelaskan semuanya meski tidak begitu rinci.

"Aku ke kamar dulu ya, Nek. Udah ngantuk. Nenek juga mendingan buruan tidur, udah malam banget ini." Rachel melirik jam yang tertempel di dinding sudah menunjukan pukul sepuluh.

"Iya, ini mau ke kamar kok. Selamat malam, Rachel."

Rachel mengangguk seraya tersenyum untuk membalas ucapan dari neneknya. Setelah mematikan televisi, Rachel langsung masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

Ponsel yang tergeletak di atas kasur Rachel ambil. Keningnya sedikit mengkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Entah berapa menit Rachel menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah ruang obrolan antara dirinya dan Saka.

Pesan-pesan lama mereka belum Rachel hapus. Entah karena lupa atau memang sengaja Rachel biarkan begitu saja. Ibu jarinya menggulir ke atas pesan lama untuk kembali dibaca.

Ada hangat dan canda yang ternyata pernah mereka bagi. Tanpa sadar bibir Rachel menyunggingkan sebuah senyuman. Nomor Saka diblokir Rachel dengan sengaja. Ia tidak ingin berhubungan apapun lagi dengan laki-laki itu. Namun, entah mendapat bisikan darimana, jari Rachel kali ini bergerak untuk membuka blokiran nomor Saka.

Kasih tahu kalau mau ke toko.

Lebih parah lagi Rachel mengetikan kalimat itu dan langsung dikirim pada Saka tanpa berpikir dua kali. Detik berikutnya Rachel melempar ponselnya dan buru-buru menarik selimut sampai menutupi dada. "Ngaco. Kenapa juga aku harus chat dia? Gak bener. Aku harus tidur biar gak makin aneh," gumamnya kemudian berusaha memejamkan mata untuk menjemput mimpi.

Jauh di seberang sana, Saka hampir melempar ponselnya ketika sebuah pesan dari nomor yang selalu ia tunggu masuk tanpa aba-aba. Berulang kali Saka memastikan jika nomor itu memang benar milik Rachel.

"Dulu gue sama Rachel belum honeymoon. Kali ini kalau gue balikan sama Rachel harus honeymoon kemana ya?" Ya, Saka sepertinya memang sudah sinting. Baru dapat pesan singkat seperti itu saja sudah berpikir terlalu jauh.

Terima kasih. Terima kasih, Rachel. Nanti aku kabarin kalau mau datang ke toko.

Balasan dari Saka sudah terkirim. Tidak ada tanda pesan sudah dibaca oleh si penerima. Saka tidak kecewa. "Rachel pasti udah tidur," tebaknya sambil menatap langit-langit kamarnya. "Selamat tidur, Chel. Semoga bantalnya dingin dan gak mimpi apapun."

Najis. Kayak Rachel masih mau sama lo aja. Lagian emang lo yakin kalau Rachel masih sendiri? Gimana kalau sebenarnya Rachel udah punya pacar?

Pesan suara dari Rangga diputar Saka dengan volume yang cukup keras. Apa yang dikatakan Rangga ada benarnya juga. Bagaimana kalau sebenarnya Rachel sudah punya kekasih? Rasanya tidak mungkin kalau perempuan secantik dan sebaik mantan istrinya itu belum memiliki tambatan hati.

Siapapun tolong yakinkan Saka kalau Rachel masih sendiri. Karena pesan suara dari Rangga itu sekarang sangat mengganggu pikirannya. Saka menjadi berpikir yang tidak-tidak, padahal tadi saat membaca pesan dari Rachel perasaanya sangat bahagia.

Gak mungkin, kan? Atau jangan-jangan Rachel balikan lagi sama Bima? Eh, tapi emangnya Bima udah suka sama cewek lagi?

Pikiran Saka sungguh menjadi bercabang. Saka masih berharap kalau hubungannya dengan Rachel masih bisa diperbaiki dan terjalin kembali. Namun, jika Rachel sudah menaruh hati pada orang lain tentu saja hal tersebut tidak akan mungkin terjadi.

Haruskah Saka menanyakan langsung pada Rachel perihal ini? Bisa tambah kabur jika ia menanyakan langsung. Saka yakin Rachel akan semakin menghindar kalau dirinya terlalu blak-blakan. Saka menendang asal selimut yang sudah menutupi hampir seluruh badannya. "Semua gara-gara Rangga. Coba dia gak usah bilang kayak gitu. Gue pasti sekarang udah tidur sambil mimpi indah," rutuknya pada Rangga.

Gue dukung kalau lo mau balikan sama Rachel, tapi lo pernah mikir gak kalau Rachel bisa aja udah buka hatinya buat orang lain? Gue ingetin lo dari sekarang. Mumpung belum terlalu jauh harapan yang lo punya buat dia.

Satu pesan suara dari Rangga kembali masuk. Saka memutarnya dan merenungkan apa yang dikatakan oleh sahabatnya.

Sekali lagi apa yang dikatakan Rangga memang benar. Saka mengacak rambutnya frustrasi. "Pelan-pelan. Gue bakal cari tahu pelan-pelan soal Rachel dari awal."

Lain halnya dengan Rachel yang kembali membuka mata karena kepalanya terus berisik memikirkan hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Berisik oleh pertanyaan yang menuntut jawaban sesegera mungkin.

"Emang beneran Saka masih betah sendiri? Masa selama setahun lebih dia gak dekat sama siapapun?"

"Kaya raya, ganteng, baik lagi. Gak mungkin kalau dia gak ada pasangan," ujar Rachel mengubah posisi tidurnya menjadi telentang.

Keduanya sibuk menebak dan menerka. Terjebak pikiran masing-masing tentang siapa pengganti setelah mereka berpisah.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang