1 | Kerusuhan

464 234 63
                                    

HARUSNYA jalanan itu sudah tidak menjadi tongkrongan para mantan geng motor Gold Garuda, tapi anak geng motor Gen Petir  yang selalu memusuhi lagi-lagi menantang karena dendam yang belum terbayar: kematian anggotanya disebabkan oleh salah satu dari mereka.

"Apa lagi, nih?"

Yang paling menantang dari mereka maju paling depan sambil membunyikan jemari-jemari dan kepalanya ke kanan dan kiri. Lantas salah satu dari mantan Gold Garuda juga turun tangan.

Duel perkelahian satu lawan satu dimulai. Gen Petir kali ini menang. Kemudian di part dua, Gavin, mantan ketua Gold Garuda maju paling depan bersama ketua Gen Petir. Kebencian mengalir di nadi masing-masing, menambah ketegangan di sekitar mereka.

Tepukan tangan heboh dan siulan mendominasi jalanan sepi itu. Gen Petir keliatan tidak terima, apalagi waktu Rio, ketuanya ditarik kasar jaketnya oleh Gavin dengan sorotan tajam. Netra tajamnya saling beradu dengan netra kelam milik musuhnya yang tersenyum sinis, seolah sama sekali tidak ada rasa takut-takutnya dihabisi sampai babak belur seperti itu, seolah rasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan dendam yang belum terbayar, bahkan dia masih menatap remeh.

"Bego," sungut Gavin dingin. "Kalah, ya, kalah aja. Masih nggak mau terima kekalahan, hah?!"

"Malu kalo gue jadi lo, Yo," timpal Jacky, mantan anggota Gold Garuda. "Kalah berkali-kali, masiiiiih aja nggak ada kapok-kapoknya. Habisin, Gav! Habisin!" kompornya memanas-manasi keadaan.

"Mana wakil lo?" desis Rio. "Mana psikopat brengsek lo itu?!"

"Nata nggak salah, bego!"

Rio mendengus keras. "Sampe kapan lo nge-cover dia?!"

"GUE BILANG BUKAN NATA PELAKUNYA!"

BUGH!

"GAVIN, STOP!" Tiba-tiba dari arah belakang muncul seorang cowok dengan netra tajamnya, dan tubuh jangkungnya, kontras dengan wajahnya yang kelewat lucu dan menggemaskan (kalau tidak untuk keadaan yang sekarang). "Udah. Ya?" mohonnya. "Yo, udahlah. Damai aja. Bukti udah jelas kalo bukan gue pelakunya. Tapi anak motor lain. Mau lo apa, sih?"

Gavin bangkit dari tubuh Rio, beralih berdiri di sebelah Nata.

"Gue mau lo kalah!" balas Rio spontan sambil berusaha bangkit dibantu teman-temannya. Rio, si paling tidak mau menerima kekalahan, menatap benci Nata.

"Udah? Itu aja?" Nata bertanya kelewat santai, kedengaran menyebalkan bagi siapa saja yang belum mengenalnya lebih dalam.

"Nat!" Farel, temannya di belakang hendak mencegah Nata, tapi Abdan mencegahnya lebih dulu. Nata itu sembarangan kalau sudah begini, mana mungkin teman setianya diam saja?

"Oke," setuju Nata, mengambil persiapan. "Pukul gue."

Tuh, kan!

"Nata! Lo nggak bisa—"

"Kalo gue kalah, lo semua nggak usah munculin muka lagi di depan kita!"

Rio memasang smirk ganteng. "Tergantung."

"Sialan!" Gavin hendak maju, tapi Nata menarik jaket di tengkukya, "Sabar."

"Banyak bacot!"

BUAKH!

"NATA!"

"SETAN LO SEMUA!"

"JACK! BIARIN!"

Entah mana yang lebih mendominasi, Nata yang bodoh dia menyerahkan diri dihabisi, atau Rio yang tidak mau menerima kekalahan.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang