69 | Ibu Kandung Sebenarnya

274 190 189
                                    

"LAGI chatting-an sama siapa, sih?"

Nata buru-buru menjauhkan HP-nya dari pandangan Rea yang berusaha mendekat penasaran karena sedari tadi laki-laki itu sibuk berkutat sendiri dengan ponselnya sambil cekikikan.

"Kepo." Nata mematikan HP dan memasukannya ke dalam saku celana.

Rea menyipitkan mata curiga. "Cewek, ya?"

Dahi Nata berkerut geli. "Mana ada? Gue cuma nge-save kontak cowok semua, kecuali lo dan nyokap gue."

Rea mendengus tidak percaya. "Ceweknya gue doang?"

Nata mengangguk-angguk yakin.

Rea mendengus lagi, tersenyum sinis saat menatap Nata. "Nggak percaya gue kalo ada cowok chatting-an sama satu cewek doang. Danau toba gue kuras pake gayung sekarang juga kalo ada." Dia melipat kedua lengannya di dada, lalu menumpu satu paha ke paha lain.

Nata tertawa ngakak. "Kuras sana! Buru!"

Laki-laki itu merogoh ponsel dan menunjukkan layar beranda Whatsapp-nya. Mata Rea otomatis meneliti isinya. Ibu jari Nata bergerak men-scroll pelan-pelan seiring mata Rea mengikuti. Kontak paling atas, artinya yang baru saja menghubungi Nata adalah Farel. Jadi terbukti sekarang Nata cekikikan dan senyam-senyum sendiri karena ulah siapa.

Di bawah kontak Farel ada kontak Rea yang pesannya centang dua, tidak ada balasan dari gadis itu. Bahkan sampai laman terakhir, Rea tidak menemukan kontak cewek yang disimpan. Hanya beberapa deretan nomor tak dikenal.

"Gimana?" Nata mengunci layar sebelum meminta pendapat Rea lewat tatapan remehnya. "Masih pengen nguras danau toba pake gayung?"

Rea menatap ombak di depan. "Mager."

Nata tertawa, jemarinya bergerak mengacak-acak rambut Rea gemas. Kemudian beberapa detik keheningan menyapa.

"Nat, sebenarnya ada yang mau gue tanyain sama lo-eh? lo nangis?" Rea menghabisi jarak Nata di bangku tepi pantai itu. Laki-laki itu terisak.

"Hei...."

Jemari Rea bergerak menangkup kedua pipi Nata khawatir, mengusap jejak-jejak air matanya. Cowok itu benar-benar menangis entah apa sebabnya.

"Enggak." Nata menurunkan tangan Rea. Mengusap air matanya sendiri. "Gue cuma lagi penasaran aja sama orangtua kandung gue yang asli. Mereka... sekarang di mana, ya, Re...? Lagi apa, sehat-sehat aja apa enggak, terus... inget sama gue apa enggak, ya? Mereka... sayang sama gue nggak, ya? Apa karena mereka nggak sayang... terus buang gue? Apa... gue dulu terlalu jadi beban buat mereka?"

Pikiran Rea kosong sewaktu melingkarkan kedua lengannya ke sekeliling leher Nata. Laki-laki itu mendaratkan dagunya di satu pundak Rea, balas melingkarkan lengan di pinggang Rea erat, remuk redam.

Jemari kanan Rea bergerak mengelus-elus kepala Nata sayang. "Lo boleh nangis waktu sama gue aja, kok, Nat. Kalo mau nangis, terusin aja... jangan dipendem sendiri, ya? Tapi... lo jangan keseringan sedih gini, dong. Lo harus kayak dulu lagi. Jadi Natarel Andreano yang gue kenal."

Nata belum pernah diperlakukan senyaman ini dengan Rea. Dia memejamkan mata, menikmati elusan Rea, dan berangan-angan waktu berhenti sekarang agar Nata bisa menikmati momen ini selamanya.

"Terkadang... kita tuh harus patah untuk tumbuh, Nat," lanjut Rea, sebelum pelukannya merenggang, dan elusannya terhenti, membuat Nata membuka mata. Tatap keduanya bertemu sangat dekat. "Anyway... sorry, ya? Sebagai pacar lo... gue nggak bisa ngelakuin apa-apa selain doa yang terbaik buat lo," ucap Rea tulus dari lubuk hatinya.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang