11 | Mysterious Rider

232 157 38
                                    

"KALO gue bisa bawain cewek gue dihadapan lo, lo makan cabe sebaskom, ya?"

"Oke! Tapi kalo sebaliknya, lo harus bersihin semua WC di sekolah ini!"

"Oke. Deal?"

"Deal!"

Bayang-bayang bagaimana kedua tangan saling menjabat beberapa detik, bagaimana kedua bola mata indah tanpa hiasan softlens menyorot matanya-sempat membiusnya beberapa saat, bagaimana perdebatan yang tidak ada habisnya... kembali terlintas di pikiran Nata. Entah kenapa Nata dibuatnya semendebarkan ini. Bahkan dia belum sempat meminta maaf, sudah ada masalah konyol lain yang membuatnya jadi urung.

Nata menumpu kepala dengan satu lengan di sofa ruang tamu sambil berbaring. Matanya menatap arah pintu. Dalam bayangannya, dia melihat gadis yang pernah melintasi pintu itu tempo lalu bersamanya. Lalu beralih ke ranjang kamar, dia melihat gadis itu duduk di sisi ranjang menemaninya, mengobati lukanya-ah! Nata tidak bisa tidak terbawa perasaan. Gadis ngeselin yang sama, sama mengganggunya, sama menantangnya, sama beraninya, dan juga... sama menariknya.

Suara bel membuyarkan lamunan Nata. Cowok itu mengganti posisinya yang semula berbaring menjadi duduk. Lalu beranjak menuju pintu utama. Membukanya. Objek di sana benar-benar di luar dugaannya. Nata tertegun beberapa detik. Seseorang yang sedang dalam pikirannya muncul di depan pintu.

Apakah dia sedang berhalusinasi? Kalaupun iya, Nata benar-benar sudah gila.

"Nih, gue balikin seragam lo." Gadis dengan hoodie hitam, rambut dicepol asal, celana minim, dan sepatu putih mahalnya, menyodorkan sebuah paperback berisi seragam Nata yang sudah bersih.

Nata masih belum percaya jika itu Rea.

"Udah gue setrika, gue sikat, pokoknya kinclong, wangi. Lo harus berterimakasih sama gue karena gue ngerjainnya penuh effort, udah gitu... gratis lagi," lanjut gadis itu sambil mengedipkan satu mata tepat saat Nata menerima sodoranya dan melihatnya.

Nata menelan ludah. Sialnya, cewek ini... manis sekali.
Begitu mendengar suara galaknya keluar, otak Nata yang semula membeku, kembali terkoneksi. Ternyata memang dia tidak sedang berhalusinasi.

"Gue balik." Hanya itu. Tudung hoodie Rea dinaikkan sambil berbalik.

Nata tidak mengejar saat punggung mungil itu masuk lift, dan lift menutupnya. Memutuskan dua tatapan yang saling menyorot datar. Nata menunduk, mengendus isi paperback itu. Tanpa sadar, kurva di bibirnya terangkat.

Benar. Wangi.

•••

Di dekat apartemen yang Nata tempati, ada sebuah halte bus. Rea memutuskan untuk menunggu bus di sana. Jarak dari rumah ke sini lumayan jauh. Jauh-jauh ke sini hanya mengembalikan seragam cowok itu. Aneh. Rea juga tidak berharap-tapi setidaknya cowok itu mencegahnya pulang, kan? Sebasa-basi disuruh duduk dulu, membuatkannya minum, diperlakukan layaknya tamu. Tapi ini apa? Dia dibiarkan pulang begitu saja?

Rea mendengus, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. Kedua sepatunya diketuk-ketukan di tanah dengan ritme yang tidak teratur. Menunggu bus lewat. Udara malam hari ini terasa begitu dingin. Bahkan dia tidak memakai celana panjang, tapi Rea tidak mempermasalahkan hal itu.

Harusnya dia memberikan seragam itu besok di sekolah, kan? Entahlah, Rea ingin sekalian mencari udara segar saja. Mungkin bagi orang-orang, di suasana malam seperti ini menakutkan, tapi justru bagi Rea menenangkan.

Gadis itu menatap layar ponsel. Tidak berniat memainkannya, hanya mengecek waktu yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Di detik berikutnya, terdengar suara motor mendekat. Otomatis kepala Rea bergerak menoleh.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang