14 | Sandiwara

196 133 9
                                    

"Emang bener kata orang, cewek sama cowok nggak mungkin bisa sahabatan doang. Pasti salah satunya nyimpen perasaan."

"TERNYATA lo masih inget kalo lo cewek." Nata melirik Rea yang sedari tadi memainkan boneka Pororo hasil maksa-maksa Nata memainkan mesin pencapit.

Rea menoleh bingung. "Lah, terus selama ini lo kira gue bukan cewek, gitu?"

Kedua tangan Nata diangkat, mengelak. "Bukan gue, loh, yang bilang gitu."

"Tapi kenyataannya, maksud lo kayak gitu, kan?"

"Elonya aja yang baperan, kan?"

"Gue? Baperan?" Otomatis rasanya seperti ada asap mengepul dari kedua telinga Rea sebelum gadis itu mengalihkan pandang. "Terserah lo, deh. Capek debat mulu sama lo."

"Bercanda," kekeh Nata. Kelima jemarinya kemudian mengacak-acak puncak rambut Rea gemas.

Mereka baru saja menghabiskan waktu bertanding di Timezone dengan berbagai macam permainan. Dalam perjalanan pulang, Rea sempat berpikir, kapan terakhir kali dia duduk di jok belakang ini? Hingga pertanyaan Nata membuyarkan lamunan kecilnya.

"Nggak mau peluk-peluk kayak tadi aja?" Begitu pertanyaan modus kacangnya ketika menyadari Rea masih berpegangan di kedua pundak cowok itu. Sudah memakai helm dengan duduk posisi miring.

"Emangnya lo siapa? Dilan?"

Tawa Nata pecah. Motor otomatis dinyalakan dan mulai membelah jalanan.

Rea masih sedikit tidak terima mengingat kecurangan Nata waktu mereka menonton horor tadi. Ketika di tengah-tengah film hantu mulai menunjukan wujudnya, Rea menjerit dilanda ketakutan, tapi justru Nata di sebelahnya sudah menutup kedua matanya dengan penutup mata milik Rea yang sempat dibeli tadi dan cowok itu terlelap sambil mendengkur kecil di sana.

Pantas saja Rea tidak merasakan ada pergerakan apapun dari cowok itu saat dirinya refleks bersembunyi di dadanya. Hingga akhirnya Rea memukul kepala Nata, menyadarkannya. Sebenarnya tadi, Nata merasakan saat gadis ini memeluk lengannya, dan dia tersenyum kecil tanpa Rea sadari.

"Btw, lo tuh demen banget, ya, sama film kayak begituan? Bikin ngantuk." Yang dimaksud Nata adalah film romance karena setelah mereka berdua menonton film horor tadi, Rea mengajaknya menonton film romance.  Terhitung banyak waktu yang mereka habiskan yang seharusnya digunakan untuk bersekolah, sampai jam pulang sekolah.

"Kalo yang nonton orangnya nggak pernah romantis kayak cowok di filmnya mah, lain cerita."

"Lo nyindir gue?"

"Dih, siapa bilang? Lo ngerasa? Dasar, ngatain gue baperan, padahal situ yang baperan."

Motor itu berhenti saat lampu merah di depannya menyala.

"Lagian ya, kalo lagi diajak nonton tuh jangan molor mulu kerjaan lo," sambung Rea.

"Filmnya juga nggak ada yang seru. Bikin ngantuk semua. Horor juga kagak ada serem-seremnya."

"Alah, giliran diajak tawuran aja semangat lo. Dasar idaman polsek." Rea sempat melirik beberapa pedagang kaki lima di trotoar seberang sana hingga membuatnya lagi-lagi mengguncang bahu Nata. "Eh, mampir situ, dong...."

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"

Rea mencubit keras pinggang Nata membuat cowok itu mengerang dan sempat menarik perhatian pengendara lain. "Iyeeee, siap, Tuan Putri," desahnya menyerah.

Belum sempat menerobos lampu hijau yang sudah menyala, motor itu diputar balik menuju beberapa stan pedagang kaki lima di trotoar dekat alun-alun. Keduanya memutuskan makan di salah satu pedagang bubur ayam. Tentu saja, sebuah perdebatan kecil tidak luput dari keduanya.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang