"Setiap keluarga punya sejarah sendiri. Harus saling menyayangi selagi lo masih bisa nyentuh dan ngeliat mereka di bumi. Ntar lo sendiri yang rugi."
•
"Lo emang suka nggak jelas gitu, ya?"
"Nggak jelas gimana?"
"Ya nggak jelas. Kadang lo kayak pemarah banget. Nyebelin. Kadang lo baik. Kadang lo misterius. Lo juga bisa bertingkah manis. Udah kayak Power Rangers aja. Atau jangan-jangan... lo punya kepribadian ganda, ya?"
"Lo juga kadang suka nggak jelas. Kadang lo kayak pemarah banget. Kadang lo manja, bawel, resek. Kadang juga lo kayak minta ditonjok, tapi sayangnya lo cewek. Kadang lo juga gemesin, nyebelin. Kadang lucu, kadang kayak preman. Jangan-jangan lo hari ini lagi amnesia, ya?"
•
•"SAYA nggak benci sama Anda. Tapi saya lebih benci kalo anak kesayangan Anda yang selalu dapat perhatian lebih dari Anda. Saya cuma butuh waktu, apa itu susah?"
Tangan mungil yang mengepal di udara hendak mengetuk pintu lagi-lagi urung begitu mendengar suara-suara dari dalam.
"Natarel, apa susahnya maafin Ibu sama kakak kamu? Kejadian itu udah masa lalu."
"Anda lupa? Anda pernah bilang kalo saya ini nggak berguna. Anda nggak pernah mau mendengar penjelasan saya hari itu. Saya—"
"Hari itu Ibu kalut—"
"Saya nggak butuh kepercayaan Anda. Yang saya inginkan cuma Anda mendengarkan penjelasan saya."
"Ibu kalut sama Kakak yang kecelakaan—"
"Karena saya? Iya?"
Jangan nangis. Tolong, jangan, nangis. Oke?
"Ibu nggak nyalahin siapapun di antara kalian berdua."
Rea menelan ludah di balik pintu.
"Tapi ibu nggak percaya dan nggak mau dengerin penjelasan saya!" Suara itu kini terdengar berubah bernada tinggi karena emosi seolah tidak mau dibantah karena merasa paling benar.
"Natarel... tolong..."
"Saya ada urusan." Nada yang barusan terdengar meninggi, kini kembali berubah pelan lagi. "Anda kalo mau pulang, tinggal pulang aja. Nggak ada setan yang ngarep kehadiran Anda di sini."
"Nata..."
Kaki Rea terasa kebas berdiri di depan pintu yang di dalamnya barusan terdengar perdebatan yang memuakan dan seharusnya tidak Rea dengar. Karena kalau Rea mendengar, kejadiannya akan seperti sekarang. Rea tidak tahu harus berbuat apa.
Akhirnya gadis itu mengurungkan niatnya bertemu Nata untuk mengajaknya keluar hari ini. Rea menahan tangisan karena barusan itu tidak pernah Rea saksikan sebelumnya. Tidak terbayang bagaimana rasanya jadi wanita di dalam situ. Pasti rasanya sesak mendengar berbagai ucapan menyakitkan yang terlontar dari mulut Nata.
Tunggu, suara ibu Nata... terdengar tidak asing?
Satu notifikasi pesan dari dalam ponsel di saku hoodie-nya terdengar, membuat lamunannya buyar, langkahnya terhenti, kepalan tangannya merenggang, perlahan merogoh ponselnya.
Persiapan ntar malem. Kumpul di rumah Zara, oke?
Ntar gw jemput.
Oh, ayolah. Rea baru saja melupakan ada acara apa nanti malam karena terlalu larut dalam pikiran beberapa akhir ini hingga melupakan undangan pesta ulang tahun Violet beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...