"WIHHH, tumben, nih, pagi-pagi nih kursi udah ada yang nempatin." Zara datang meletakkan tasnya di kursi, menyindir Rea yang kini tengah membaringkan kepalanya di atas meja, bertumpu pada satu lengan.
Mendengar suara Zara, tubuh gadis itu sedikit bergerak, terusik.
"Lesu amat lo?"
Di dalam kelas hanya ada lima murid karena masih terlalu awal, bel berbunyi setengah jam lagi. Beberapa yang lain masih berlalu-lalang di luar kelas.
"Iya, disuruh bangun pagi-pagi banget," gumam malas Rea tanpa membuka matanya. "Ada Oma."
"Hah? Oma lo yang-"
Rea langsung memotong, "Iya."
Zara sudah pasti syok karena pernah diceritakan duluan. "Kok bisa dia ke Jakarta?"
"Kan, Bibi sama Paman gue meninggal? Dia ke sininya telat."
"Oh, iya. Eh, ntar ada Penjas, ya? Duh, gue lagi mager, dateng bulan lagi, ah."
Mendengar keluhannya Zara, refleks Rea menegakkan kepalanya, matanya sedikit mendelik panik. "Mampus! Gue lupa bawa kaos lagi!" Nadanya berubah seratus delapan puluh derajat lebih keras. Rea mengusap wajahnya gusar. "Gue nggak ikut, deh. Ntar izinin, ya, Zar!?"
Bersamaan dengan itu, Nata bersama anak-anak yang lain masuk kelas, sempat mendengar perkataan Rea diam-diam. Gadis itu terlihat semakin gusar saat Zara menakut-nakutinya.
•••
Jacky dan Farel tertawa cekikikan saling rangkul diiringi langkah memasuki kelas. Langkah keduanya bersamaan dihentikan mendadak ketika menyadari, ternyata masih ada orang di dalam kelas, tengah membaca komik dengan serius. Yang membuat penasaran, dia tidak memakai kaos yang sama dengan kaos yang dipakai Jacky dan Farel saat ini, padahal mereka satu kelas dan akan berolahraga di lapangan.
Ketika Rea menoleh ke ambang pintu, Jacky dan Farel cengar-cengir canggung.
"Eh, ada Rea." Jacky yang membuka suara heran duluan.
Alis sebelah Rea terangkat. "Ngapain lo berdua? Ada yang ketinggalan?"
"Lo nggak ke lapangan, Re?" tanya Farel mengalihkan pembicaraan.
"Nggak bawa kaos."
"Ohhh... eh, buruan, Jup." Farel menyenggol lengan Jacky. "Noh, gua liat Si Siti stok satu pack di resleting yang depan," bisiknya namun masih terdengar karena keadaan di kelas sepi.
"Beres, Rel."
Dialog keduanya yang terdengar, ada yang begitu mengusik Rea. "Kalian ngapain, gue tanya?"
"Kita?" Farel melirik Jacky, berpura-pura polos. "Kita ngapain, Jup?"
Jupri alias Jacky mengangkat satu telunjuknya di depan bibir sambil sedikit berbisik, "Ssst, this is our secret."
"Kita mau ngejalanin misi penyelamatan dunia, Re," tambah Farel bersemangat mendukung.
Rea memperhatikan gerak-gerik keduanya dengan curiga begitu Jacky mengendap-endap di beberapa laci dalam kelas, merogoh sesuatu, sementara Farel mengawasi ke arah pintu.
"HEH!" teriak Rea, mengejutkan keduanya. "OHH! JADI KALIAN MALINGNYA?!"
Otomatis Farel buru-buru mendekati Rea dan membekap mulutnya. "Jangan teriak-teriak juga dong, Re!"
Rea menepis lengan Farel, lalu berkecak pinggang, sudah bersiap seakan hendak mengomel-ngomel. "Pantesan anak-anak pada ngeluh bolpoinnya pada ilang! Wahhh, dasar, ternyata pelakunya curut-curut ini?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...