⚠️Warn17+
•
"Minta maaf adalah langkah pertama menyesali kesalahan seseorang, yang lebih penting adalah... apakah mereka akan melakukan kesalahan yang sama sesudah itu?"
•
•
•LANGKAH gadis itu terhenti di gang kosong dan memilih bersandar di dinding lusuh, setengah retak, bergambar grafiti dan coret-coretan pilok. Lagi-lagi termenung. Matanya dipejamkan sesaat untuk menjernihkan pikiran. Jemarinya meraih ponsel dalam saku, membukanya. Berniat mencari-cari akun Instagram Violet.
Entah kenapa setelah mendengar berbagai pengakuan Nata yang dirasa bohong tentang Violet, gadis itu ingin meng-stalk sekali lagi.
Scroll... Scroll...
Ibu jarinya berhenti bergerak saat matanya terpaku pada satu postingan. Memencetnya. Postingan ke dua yang Violet posting adalah sebuah lukisan bunga yang membuat dahi Rea berkerut.
Seperti merasa familiar dengan lukisan ini... pernah melihatnya... tapi... di mana?
Otaknya berusaha diputar. Baru lima detik berikutnya, otaknya terkoneksi. Apartemen. Postingan itu baru di-post kemarin.
Kata Nata, kemarin Violet datang ke apartemennya... membuatkan minum... Nata tidak sadarkan diri... dan ada lukisan sebagai saksi di dinding dekat sofa. Tidak salah lagi, Nata benar. Violet sengaja menjebak Nata di apartemen, memotret dirinya di samping Nata tanpa terlihat wajahnya sendiri dengan pakaian terbuka agar semua orang berpikiran negatif tentang Nata.
Lantas apa motif gadis itu? Ingin membuat hubungan Rea dan Nata hancur? Atau semata-mata ingin membuat suatu ajang balas dendam terhadap Nata? Atau Rea?
Pertanyaan demi pertanyaan muncul di pikiran Rea seiring jemarinya yang menekan tombol call pada laman kontak Nata, sebelum kemudian ada dua pria paruh baya berperawakan kurus, tapi tatapannya seolah punya maksud kotor.
Di detik yang sama, dengan bodohnya Rea justru menekan tombol merah di ponselnya karena sadar bahwa selama ini dia tidak berpikir matang-matang, tidak mempercayai cowoknya hingga membuatnya kecewa. Jadi Rea merasa malu, menyesal.
"Wah, wah, wah... pucuk dicinta, ulam pun tiba."
Rea melirik sinis mereka.
"Kok pulang sekolah malem-malem, Dek?"
"Mau Mas anterin nggak?"
"Kalo cuma digoda kayaknya kurang mempan, gimana kalo kita...." Dua pria itu saling adu alis naik-turun dan kedipan mata, seolah mempunyai maksud terselubung lewat kode.
"Mending kita main-main dulu. Ya nggak?"
Rea mengernyit jijik sambil memasukan ponselnya kembali ke dalam saku, sebelum melangkah lagi berusaha mengabaikan. Baru dua langkah, salah satu preman mencekal pergelangan tangannya hingga sejurus kemudian Rea memutar tangan pria itu, melintirnya hingga membuat pria itu mengerang, berteriak kesakitan.
Sementara pria yang memakai kalung rantai menarik leher Rea mundur hingga gadis itu kesulitan bernafas. Rea berusaha menarik lengan pria itu, mencakar-cakarnya, mengambil posisi kuda-kuda dan membantingnya ke depan, lalu satu tangan si pria dipelintir oleh Rea, lutut satu Rea menindih punggungnya kuat.
"KURANG AJAR LU, BOCAH!"
Pria lain hendak menangkap Rea, tapi gadis itu buru-buru menghindar. Rea memilih kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...