"MAMPIR ke salon milik temen nyokap gue, ya?"
"Woke, siap, Tuan Putri."
"Bisa nggak, nggak usah manggil kayak gitu?"
"Kenapaaa, hm? Baper, ya?"
"Lo ngingetin gue sama mantan-mantan gue, tahu? Jangan bilang, habis ini kita bakalan asing lagi sama kayak mantan-mantan gue?"
Nata tertawa. Tawa yang sudah tidak terdengar familiar lagi di telinga Rea, tawa yang menenangkan. "Takut banget gue tinggal."
"Bukan itu, ih." Rea belum sempat melanjutkan ucapannya ketika menyadari sebuah salon berlantai dua yang diincarnya sudah dekat. "Eh, itu tuh salonnya."
Nata tancap gas lebih cepat menuju salon yang Rea tunjukan. Cowok itu tidak tahu apa tujuan Rea mengajaknya ke sini. Dia juga sudah mendengar cerita-cerita Oma Rea hingga Nata dan Rea memutuskan belajar di kafe hanya sebentar demi kejar waktu. Tapi sekarang Rea mengajaknya ke salon, apakah dia tidak takut kena omel Omanya lagi?
"Lo ikut," titah Rea, masuk mendahului Nata yang baru saja menggantung helmnya di satu spion motor. Lalu mengikuti langkah Rea yang sedikit terburu-buru di belakang hingga beriringan menelusuri segala penjuru ruangan.
Di dalam sudah ramai pengunjung berkedatangan tengah sibuk diurus beberapa pekerja. Rea sedikit terkejut mendapati teman ibunya yang tiba-tiba muncul entah dari belahan mana, tersenyum ke arahnya antusias.
"Kamu... Rea, bukan?"
Rea mengangguk dua kali. "Iya, Madam. Madam apa kabar?"
"Alhamdulillah baik, seperti yang kamu liat. Kamu sendiri? Ini?" Yang Rea panggil Madam menunjuk ke arah Nata. "Wah, kamu sudah besar sekarang sudah tahu berpacaran rupanya, ya?"
Rea hanya menyengir malu sementara Nata yang canggung dan tidak tahu harus menanggapi apa hanya bisa tersenyum.
"Ini, Madam. Dia mau potong rambut."
Kedua mata Nata refleks membulat mendengar pernyataan Rea yang di luar dugaannya. Siapa juga yang meminta rambut andalannya ini dipotong?
"Ohhh, ayo silakan duduk di sini, sini." Madam dengan antusias menarik kursi putar di dekatnya. Meminta agar Nata menurut duduk di sana.
Cowok itu melempar tatapan tidak mengerti ke arah Rea yang balas menatapnya seolah mata itu berkata, "Udah, turutin aja. Jangan banyak protes."
"Mau dipotong model apa?" tanya Madam, menunjuk beberapa poster model rambut begitu Nata sudah duduk di kursi.
"Eumm, terserah madam, deh," ucap Nata akhirnya membuka suara. "Yang penting jangan botak kayak Madam," lanjutnya.
Mata Rea melotot, menahan agar tidak membunuh Nata hidup-hidup begitu kalimat terakhirnya keluar, sementara Madam justru tertawa ngakak karena jawaban Nata yang kelewat jujur.
•••
"Gagal lagi, deh, gua deketin cewek. Bahkan gue kagak tahu mau nikah apa kagak ntar," keluh Jacky dengan nada lemasnya memasukan ponsel ke saku jaket kulit. Lalu cowok itu membaringkan tubuhnya di atas motor, menumpu kepalanya dengan kedua lengan di belakang kepala, menatap dedaunan di atasnya yang menghalangi sinar ultraviolet.
"Yaa, kalo itu, sih, lo tenang aja, Jup," tenang Abi. "Nggak bakalan," lanjutnya.
Semuanya tertawa ngakak kecuali Jacky yang masih keliatan galau.
"Ya elah, Jup, Jup. Jauh-jauh nyari cewek virtual. Orang jodoh lo aja udah deket. Ketemu tiap hari lagi," sahut Farel di sela tawanya. Cowok itu menaikan satu kaki di atas motor, teman-temannya yang lain juga nangkring di atas motor dengan berbagai posisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...