Epilog

142 88 38
                                    

"NATAREL Andreano?! Yang pernah masuk TV menangin olimpiade Sains waktu SMA?!"

"Iyaaa! Yang ganteng itu lhoo!"

"Nggak pernah lupa kalo gue!"

"Maba di sini?"

Rea yakin telinganya tidak tersumbat apapun waktu gadis itu menajamkan pendengarannya. Natarel Andreano? Tidak mungkin... kekasihnya, kan?

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala merasa tidak masuk akal, kemudian kembali berlarut dengan novelnya. Kali ini terdengar kebisingan heboh memenuhi koridor membuat fokusnya terganggu. Erangan terdengar dari mulutnya sebelum gadis itu hendak menyumpal kedua telinganya dengan earphone, tapi pandangannya terpaku pada sosok yang tengah menjadi pusat perhatian para mahasiswi di kampusnya.

Mata gadis itu dikerjapkan beberapa kali, kali ini penglihatannya benar-benar tidak sedang kabur. Cowok jangkung berkacamata hitam yang menjadi pusat perhatian para mahasiswi melambai-lambaikan tangan sana-sini seolah tengah menyapa para fans dan berjalan seperti waktu fashion show dengan raut bangganya.

Semakin mendekat ke arah Rea, gadis itu jadi semakin yakin bahwa itu Nata. Sialnya, cowok itu malah tebar pesona, membuat Rea sebagai cewek tiga tahunnya merasa kesal. Ditambah Nata melebarkan senyumnya, semakin lebar begitu menemukan sosok Rea.

Kedua tangan gadis itu ditekuk di depan dada yang terselip novel belum selesai dia baca. Bibirnya dikerutkan bersama kedua alisnya begitu tatapannya bertemu dengan tatapan Nata.

"Sayaaaaangggg!!!"

Rea mendelik, bisa-bisanya Nata dengan percaya dirinya memanggilnya dengan sebutan demikian di tengah keramaian?

"Aduh, duh, kenapa nih bibirnya?"

Tangan Rea menepis tangan Nata yang seenaknya menarik bibir gadis itu. Nata membalasnya dengan merangkulkan lengannya ke bahu Rea.

"Kebiasaan banget datengnya tiba-tiba, nggak ngabarin."

Nata menyengir. "Serba salah, ya? Lagi sibuk banget, ya? Bentar lagi kelas?"

"Nggak."

"Kenapa, sih, Sayang? Hm? Mukanya ditekuk gitu, minta cepet-cepet dinikahin."

Kali ini Rea tidak membalas dengan kekerasan, justru menahan senyumnya, salah tingkah tanpa ketahuan Nata.

"Lo juga kenapa, sih, sekarang jadi suka banget, ya, caper ke orang-orang? Di Singapur juga nggak kalah bedanya, kan?" Rea mendengus, mengalihkan pandang.

"Ya nggak, lah."

"Nggak apa?"

"Nggak genit. Walaupun banyak ribuan cewek di dunia suka sama aku, tetep kamu juaranya, Re."

Kali ini tidak ada reaksi apapun di wajah Rea. Sepertinya gadis itu benar-benar sedang merajuk. Kalau sudah begini caranya, Nata harus extra sabar karena ini bukan pertama kalinya. Dari dulu memang ceweknya ini pencemburu ulung.

Nata tertawa kecil waktu Rea menghindari rangkulannya. "Ya, deh, aku traktir bakmi pangsit, mau?"

"Hm."

Nata tersenyum.

•••

"Smile, dong!" Nata memaksa senyum di bibir Rea dengan jemarinya waktu keduanya sudah di dalam mobil. Begitu tangannya dilepas karena senyum Rea sudah terlihat walaupun keliatan tidak ikhlas, gadis itu datar kembali.

"Udah, jalan!"

"Ah! Nggak mau kalo belum dikasih energi!" Kini Nata yang keliatan sebal.

Alis Rea ditekuk tidak paham. "Energi? Bensinnya habis?"

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang