FREAK CLUB
(Karin, Rea, Zara)
Keluar ga?
Rea: Iyaa ada tugas kelompok bareng Nata. Soriiii.
Zara: Gw nemenin bokap main golf.
Okay, have fun, ya!
•
BAGI Karin, jalan-jalan sendiri bukan masalah besar mengetahui dua sahabatnya sama-sama sedang sibuk. Kalau Rea sudah menyebut Nata, Karin tidak mungkin menghancurkan rencana belajar mereka.
Senyum Karin melebar begitu sampai di sebuah kafe, tujuan terakhirnya setelah belanja di mal. Sepertinya kafe ini baru dia kunjungi. Karin memesan minuman sebelum memilih tempat duduk, melihat sekeliling yang tampak ramai. Karin mengantre di belakang dua orang. Saking ramainya kafe itu, matanya bisa menangkap dua siluet familiar tengah berbincang-bincang dan saling lempar tawa.
Terlihat bahagia, seolah dunia milik berdua.
Karin ingin melihat lebih jelas dan memastikan lebih seksama kalau dugaannya pasti salah. Dan setelah memastikan lebih jelas, ternyata benar, kedua sejoli berbeda jenis itu satu sekolah dengannya.
Deg! Karin yakin matanya tidak rabun. Dadanya seolah dihantam batu raksasa tidak kasap mata sehingga pernapasannya terasa sesak.
Pemandangan macam apa ini?
Matanya bisa menyaksikan bagaimana Rea yang dilihatnya tampak bahagia seolah tidak terjadi apa-apa, seolah tidak mempedulikan bagaimana perasaan Karin kalau tahu dirinya dimanipulasi. Bagaimana perasaan Karin kalau tahu Rea ternyata bukan bersama Nata, melainkan bersama Devon, cowok pujaan hatinya.
"Gue pengen traktir lo yang lebih enak dari ini. Kapan-kapan, ya?"
"Nggak usah, kali, Re. Ini aja gue udah berterima kasih banyak, dah, sama lo. Uang jajan gue nggak jadi melayang. "
"Hahahaha. Ya, sebagai ungkapan terima kasih gue juga karena lo udah mau jadi guru privat gue."
Devon dan Rea tertawa bersamaan, lagi.
Apakah Karin boleh menyebut ini sebagai penghianatan? Kenapa harus Rea, sahabatnya? Kenapa harus Rea yang membohonginya?
Panggilan "Mbak" membuat Karin refleks berbalik badan. Saking sesaknya, Karin ternyata melupakan antreannya. Gadis berkepang dua itu tidak jadi nongkrong sendiri di kafe dan memutuskan membawa pulang minumannya.
Setelah menyodorkan uang dan mengambil kembalian, Karin tidak duduk di salah satu kursi, dia memilih pergi daripada harus menyaksikan pemandangan itu lagi, atau hatinya yang lebih sakit kalau Rea tahu dia ada di sini.
•••
Nata memarkirkan motornya di depan kafe. Menurunkan standar motor, dia bergegas turun dari motor bersamaan dengan helm yang dilepas. Terik matahari menerpa wajahnya, otomatis membuat matanya sedikit menyipit. Langkahnya dipatri hendak memasuki kafe.
Belum sampai mencapai pintu dari jarak jauh, matanya menangkap Karin yang baru saja bergegas keluar kafe sendirian. Tapi gadis itu terlihat buru-buru masuk mobil dan melewatinya begitu saja.
Sepertinya Karin tidak menyadari kehadirannya, padahal Nata hendak menyapa.
Tanpa berpikir panjang, Nata melanjutkan langkahnya masuk kafe. Tumben sekali Karin ke kafe sendirian? Ke mana teman-temannya yang lain? Dan raut wajah gadis itu tadi tidak dimengerti oleh Nata. Dia tidak bisa membaca pikiran manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...