20 | Night Screams

173 111 7
                                    

TERPILIH menjadi petugas perpustakaan bukanlah sebuah hal yang menyenangkan. Karin tidak pernah menduga kalau dia menjadi salah satunya. Bu Agnes (Guru penjaga perpustakaan) memilihnya karena keseringan datang ke perpustakaan. Padahal kebiasaannya datang ke perpustakaan adalah, selain membaca buku, dia bisa sering menatap crush-nya dari jauh.

Yah, sebenarnya tidak setiap hari juga di sini. Hanya hari-hari saat Karin tidak ada jadwal bersama tim dance dan jadwal basket main. Gadis itu juga sering bolak-balik meminjam buku untuk dilanjutkan membacanya di rumah.

Yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Tapi Karin belum menyadarinya waktu mata gadis itu sibuk bergantian membaca judul di jajaran rak komik. Baru saja jemarinya hendak meraih salah satu komik, jemari lain juga menyentuh komik itu hingga tangan keduanya bersentuhan. Kulit bertemu kulit. Lalu sejurus kemudian mata bertemu mata.

Karin terlalu terperanjat untuk bereaksi, spontan dia menarik kembali tangannya begitu menyadari siapa pemilik tangan kekar itu.

"Oh, lo mau ambil yang ini, yaa?"

Satu anggukan tanpa mendongak. "T-tapi kalo lo mau ngambil yang itu juga, ambil aja nggak apa-apa, kok. Gue juga masih ada banyak komik yang lain belum kelar baca." Karin merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, apalagi saat indera penciumannya menangkap bau parfum Devon yang pernah sekali dia cium sebelumnya. Juga di tempat yang sama.

Devon tertawa kecil. Tawa yang bisa menyihir Karin kapan saja.

Astaga, gue bisa mati. Mana deket lagi.

"Yakin nggak tertarik? Ini cuma satu, loh."

Karin menanggapinya dengan satu anggukan lagi.

Devon membaca judul komik horor di genggamannya itu sekali lagi. "Ternyata lo suka horor? kirain lo itu... penakut."

Karin tidak tahu harus menyebut kalimat yang meluncur lugas dari bibir Devon itu ledekan, candaan, atau hinaan. Alih-alih bisa berkomunikasi lancar, justru dia gugup sendiri. Bukannya protes tidak terima, Karin justru tersenyum salah tingkah.

Devon menyodorkan komik itu. "Nih."

Mata Karin menatap mata Devon yang juga menatapnya hangat. Sangat hangat, bahkan asing karena Karin tidak pernah ditatap seperti itu sedekat ini olehnya. Untuk beberapa saat, gadis itu tidak bisa berkutik karena tatapan Devon mampu membius tatapannya.

Lama tidak ada pergerakan dari Karin, yang ada justru malah menatapnya tanpa kedip, Devon mengambil satu tangan Karin, menaruh komik di genggaman gadis itu sebelum menarik ujung hidung Karin hingga gadis itu tersadar, namun Devon langsung berbalik.

Gadis berkepang dua itu sekilas menatap komik yang sudah ada di genggaman tangannya sebelum berseru, "M-makasih!"

Devon berbalik lagi setelah mereka berjarak lima langkah. Senyum menyenangkannya masih diterbitkan. Sangat manis. "Sama-sama, Karin."

Karin melambai canggung, dan Devon hanya membalasnya dengan tawa kecil sebelum pergi tidak terlalu jauh dari lokasi Karin. Gadis itu menatap punggung tegapnya yang terhenti di depan rak lain sambil menurunkan tangan.

Entah sudah berapa kali dia menatapnya seperti ini dari minggu-minggu lalu. Dan tadi... tadi itu adalah untuk ke dua kalinya setelah tempo lalu cowok itu mengambilkan buku untuknya. Lama memperhatikan, cowok itu mengambil salah satu komik yang membuat dahi Karin berkerut. Dengan berani gadis itu mendekati Devon di rak komik seberang.

"Gue saranin jangan yang itu, deh, Dev."

Devon berbalik. Ternyata Karin sudah di belakangnya. Karin menyengir seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal begitu menyadari raut bingung Devon. Entah kenapa keduanya terlalu manis dan menggemaskan untuk saling pandang. Gadis itu berusaha mengumpulkan kekuatan dan menghilangkan perasaan gengsinya.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang