"KAK Nata masuk RS?"
Rea menghentikan langkah di belakang dua cewek adik kelasnya di anak tangga begitu mendengar apa yang diobrolkan.
"Iya, katanya, sih, tawuran."
"Nggak mungkin, lah, sampe masuk RS. Dia, kan, jagoan? Kayaknya, dikeroyok, deh?"
Rea turun mendekat. "Rumah sakit mana?"
Kedua gadis itu terlonjak kaget saat tiba-tiba Rea nongol dari belakang mereka dan menyerang pertanyaan.
"Eh, Kak Rea... a-anu, Kak—"
Rea mengikis jarak hingga membuat keduanya mundur turun dua anak tangga. "Rumah sakit mana, gue tanya?!"
Dibentak galak seperti itu dalam jarak begitu dekat, mereka menunduk ketakutan. Salah satu gadis itu berusaha menjawab dengan tenang sambil perlahan memberanikan diri menatap Rea.
"P-permata, Kak. Kakak nggak tahu? Kakak, kan, pacarnya...?"
Rea tersenyum getir. Seharusnya Rea tahu lebih dulu sebelum semua orang tahu, kan?
"Thanks."
Rea terlalu sibuk mengurusi pelaku yang membuat Mike juga terbaring di rumah sakit, hingga dia tidak tahu ke mana Nata dari kemarin. Semua kejadian terlalu tiba-tiba, datang di waktu yang sama.
Rea menaiki anak tangga, hingga sampai di kelas kosong dekat ruang teater. Katanya, di ruangan itu bertempat gerombolan biang rusuh anak 12, salah satunya Zizad. Tempat itu jauh dari ruang guru, di tingkat paling atas sebelah ruang teater karena ruangan itu diisi hanya saat ada jadwal-jadwal tertentu.
Empat orang di dalam yang tengah merokok sambil bersenda gurau, mendadak menghentikan aktivitasnya masing-masing begitu melihat kemunculan seorang cewek dengan wajah seolah menahan emosi dari arah pintu yang rusak.
PLAK!
Mereka lebih terkejut lagi saat salah satunya ditampar dan ditarik kasar kerah jaketnya. Rea menatap tajam orang itu.
"Gue udah pernah bilang, kan? Siapapun yang nyakitin Mike, dia berurusan sama gue," desis Rea. "DENGER NGGAK LO? HAH?!"
Ketiga teman Zizad tidak ada yang maju untuk melerai. Salah satu dari mereka hendak membalas Rea, tapi gadis itu sudah memukul kasar perut Zizad lebih dulu. Menendangnya hingga mundur beberapa langkah dekat dinding belakang. Dan beralih memukul rahang, lalu tulang keringnya.
Semua terjadi seolah angin lalu, begitu cepat tanpa disuruh. Tidak memberi kesempatan korbannya membalas sedikitpun.
Rea sudah seperti orang kesurupan. Setelah sukses membuat Zizad lengah, Rea mengangkat salah satu kursi terdekat, hendak melemparnya—tapi salah satu teman Zizad dengan cepat mencegahnya.
•••
Secarik kertas yang dilipat tiga kali tekukan, dibanting di atas meja ruang tamu. Tidak terlalu keras suaranya, tapi mampu membuat tubuh seseorang tersentak.
Oma baru saja selesai dari sekolah Rea. Rea mendapat surat peringatan karena telah melakukan kekerasan di sekolah kepada anak cucu pemilik yayasan. Anak cucu pemilik yayasan, tapi kelakuan mirip anak setan. Sangat tidak pantas. Di depan keluarga terlihat baik-baik saja, tapi di sekolah berbuat seenaknya, seolah lingkungan sekolah adalah kekuasaannya hingga semua orang dibuat takut kepadanya. Terakhir, berpura-pura paling tersakiti saat dilaporkan telah menyerang orang, padahal dia sendiri yang berbuat duluan.
Rea berpikir, kok ada aja, ya, orang yang jelas-jelas dianya yang salah, bukannya ngerasa bersalah dan meminta maaf tapi malah merasa diri sendiri paling tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAREL✔️
Teen FictionKalau saja sandiwara sialan itu tidak ada, Rea tidak akan terjebak dalam cintanya sendiri. Kalau saja dia tidak dekat dengan Devon, crush sahabatnya, mungkin Rea tidak akan menerima ajakan berpacaran pura-pura dengan si pencuri, berandalan Abipraya...