26 | Trik Psikologi

142 80 5
                                    

DILIHAT dari jendela, langit sedang mendung, seolah tahu gambaran hati Rea sekarang yang sendiri di kamar dengan perasaan bimbang. Berharap langit lebih baik runtuh saja, agar bisa mengubur bersama perasaan bersalahnya, sehingga selesai sudah semuanya. Tidak ada lagi yang dirisaukan. Sebagian dari dalam Rea rasanya lunglai oleh rasa bersalah sekaligus rasa malu. Malu kepada Nata yang sudah begitu baik memenuhi keinginannya. Malu kepada teman-temannya yang kini kecewa dan memarahinya.

Tidak pernah dia sangka bahwa hari macam ini ada. Hari dimana Rea kecewa pada dirinya sendiri, semua itu yang sedang dialami, mengalami keruntuhan akibat perbuatannya sendiri.

"Lo... bener-bener cewek gila, tahu nggak!?"

"Gila lo, Re, gila! Lo mau celakai cowok lo sendiri, hah?!"

"Nata phobia ketinggian."

Hingga kini Rea sendirian di dalam kamar mandi, kata-kata teman-teman Nata yang memandangnya tajam tadi masih terngiang-ngiang di kepala. Rea memejamkan mata, menikmati rendaman air hangatnya. Bukannya tambah rileks, justru dia terusik.

Bagaimana besok Rea menghadapi Nata? Apakah sekarang cowok itu baik-baik saja?

Setengah jam selesai, dia memutuskan untuk tidur lebih awal. Tapi belum sampai kamar, matanya melihat seseorang yang jelas familiar mengendap-endap hendak masuk kamarnya.

Mike tidak sadar dirinya ketahuan. Pelan-pelan dengan mengendap-endap pula, Rea mengintip cowok itu di balik celah pintu kamar sebelum mendobraknya keras membuat Mike di dalam terlonjak sambil mengumpat.

"WEEEY, KETAHUAN LO! LO PASTI MAU NYURI SESUATU, KAN?!"

Mike diam-diam menelan ludah, pasrah dirinya tertangkap basah. "A-em... a-anu... itu..."

"A-em, a-em, kagak jelas amat, sih, lo?! Wahhh, pantes, nih, ya, riasan gue kadang cepet habis! Ternyata elo pelakunya?!"

Yang ditunjuk berusaha menstabilkan diri dengan berdiri tegap. Sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, Mike menyengir kuda, akhirnya pasrah dan mengaku, "Gue minta masker lo."

Rea mendengus. "Dasar. Kayak maling aja lo." Meski sambil mengomel-ngomel, gadis itu tetap mengambilkan masker wajah satu sheet untuk Mike.

Mike cengar-cengir.

"Tunggu, tunggu." Saat Mike hendak menerimanya, Rea menariknya main-main. "Lo sering maskeran punya gue?"

Mike mengerjap. "Ho'oh."

Rea bersedekap dengan masker sheet masih di satu genggaman. "Ngapain? Lo, kan, cowok?"

Mike berdecak. "Ya emang kudu ganti kelamin dulu? Emang harus cewek doang yang bisa maskeran? Nggak fair lo. Gue juga butuh perawatan, kali."

"Lo bukan mau caper, kan?"

"Caper sama siapa, sih? Gue beneran mau ngerawat diri."

"Beuhhh, ngerawat diri. Tetep aja banyak yang bully."

"Ck. Lagian gue sama lo juga putih gue. Lo iri, kan?" ledek Mike.

Rea mendengus geli. "Iri? Sama lo? Hellow, lo sama gue aja cantikan gue," ledek balik Rea tak terima.

Mike berkecak pinggang. "Lo sama gue gantengan gue."

"Ganteng dari puncak monas? Ganteng apaan yang takut sama semua ora-mmph!"

Rea belum menyelesaikan ucapannya, Mike sudah langsung membekap mulutnya dan merebut masker sheet itu dengan satu gerakan cepat. Selalu saja Rea mengajak adu mulut tidak jelas membuat Mike rasanya ingin membakar sepupunya itu hidup-hidup.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang