52 | Terlibat Kebakaran?

78 50 2
                                    

Pemirsa, telah terjadi kebakaran di Supermarket Pratama yang memakan banyak korban....

Nata fokus membalut perban untuk Febby di kakinya yang luka, sementara perhatian gadis itu sepenuhnya mendengarkan siaran langsung televisi, lalu sedikit terkejut saat melihat berita lain tiba-tiba muncul.

"Lah, Nat, si Rea mau ke supermarket, kan?" tanyanya, memastikan dengan sedikit bingung.

Nata baru saja selesai memasang perban menanggapi, "Lo nggak denger sendiri tadi dia mau ke mana?"

Febby menggeleng cemas. "Bukan," gadis itu meralat, "masalahnya, di apartemen sekitar sini ada supermarket yang kayak gitu nggak?" Febby menunjuk layar televisi, menampilkan siaran langsung yang masih berlanjut. Mau tak mau Nata menoleh mengikuti arah telunjuk Febby penasaran. "Supermarket Pratama. Terus Rea ke supermarket yang man-"

Gedubrak!

Seolah angin lalu yang berlalu begitu cepat, belum sempat Febby meluruskan kebingungannya, kursi roda Nata tiba-tiba jatuh saja bersamaan dengan sang empunya yang sudah berlari kencang hingga melompati kaki Febby yang nangkring di atas meja begitu mudah.

Febby menganga. Otaknya bekerja super lambat menyaksikan adegan barusan.

"Nata bisa lari? Terus, gunanya dia pake kursi roda apaan, ya?"

•••

"Rea-Rea-Rea-Rea!!"

Nata berulang kali mengucapkan panggilan itu seperti mantra. Kedua kakinya yang masih diperban dipaksa lari sudah sejauh 100 meter lebih. Walaupun nafasnya sudah ngos-ngosan, dia tidak akan berhenti untuk berlari, dan berlari, bahkan kalau sampai turun hujan di tengah jalan sekalipun. Yang dia khawatirkan nomor satu hanya ada satu nama; Rea.

"REAAA!!" Begitu seterusnya.

Nata merutuki kebodohannya yang memilih mengobati kaki Febby ketimbang mengantar Rea yang berbelanja sendirian malam-malam. Sekali itu, air mata Nata merebak. Seakan-akan tidak mau kehilangan gadis kesayangannya, larinya lebih dipercepat. Menyesal sekali rasanya.

Bayang-bayang Rea yang membutuhkan pertolongan di supermarket yang entah bagaimana hal itu akan terjadi, mendadak terlintas di kepala Nata. Nata menghentikan larinya begitu sampai di area supermarket yang sudah sangat ramai.

Beberapa polisi sibuk menghalangi orang-orang yang hendak menerobos, mungkin anggota keluarganya ada yang terlibat. Padahal sudah ada garis polisi yang menandakan kalau area itu dilarang untuk dilintasi siapa saja. Para pemadam kebakaran dan ambulans serta para wartawan juga masih berisik, mendominasi suasana kebakaran di malam itu.

Api membesar hingga membuat suasana gedung itu makin ricuh membuat Nata sesenggukan.

Tidak boleh. Nata tidak boleh hanya diam saja. Laki-laki itu nekat menerobos garis polisi hingga dua polisi menariknya paksa. Tapi Nata justru marah besar di antara tangisannya yang pecah. Bayang-bayang Rea lagi-lagi terlintas. Tidak tahan terus ditarik mundur dengan paksa, Nata seperti orang kesetanan, memukuli kedua polisi tadi dengan brutal dan memberontak, keras kepala.

"REA!!"

Tidak peduli dirinya menjadi pusat perhatian, tidak perduli banyak yang memperingati kalau itu berbahaya, Nata tetap nekat mencari Rea di sana. Beberapa orang dan petugas lain juga berusaha memaksa Nata agar tidak dekat-dekat dengan api yang semakin membesar.

"Mas, orang yang sudah berada di sana tidak mungkin ada yang terselamatkan karena api semakin membesar."

Kalimat itu seolah angin lalu, Nata mengabaikannya. Dia berjongkok sesenggukan. Lelaki itu merutuki kebodohannya. Demi apapun dia sangat-sangat bodoh menuruti Rea agar tidak mengantarnya ke supermarket sendiri.

NATAREL✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang