di ruangan Lain tepatnya di kamar Rafani dan ceshen, kini sosok gadis tengah mengerjapkan matanya perlahan ketika melihat cahaya lampu yang menebus matanya.
Gadis itu menatap sekeliling nya dengan alis terangkat menatap semuanya dengan kebingungan iya menoleh ke arah samping yang membuat nya terkejut, ketika mendapati jika di samping nya sudah ada keberadaan ceshen yang kini terpejam dengan beberapa alat di tubuhnya. Rafani yang menatap itu pun perlahan bangun. iya terdiam sejenak menatap ruangan itu dan berhenti menatap ke arah ceshen.
iya ingat apa yang terjadi sebelumnya membuat iya menghela nafas ketika melihat ceshen yang kini terbaring dengan menghadap ke arah nya di mana luka tusukan itu mengenai punggung dan perut nya, dan di bagian punggung yang sangat parah laki-laki itu dapatkan.
Rafani terus memandangi wajah ceshen yang kini tertidur dengan nyaman, tatapan gadis itu beralih menatap ke arah sekitar ruangan sampai di mana, kerutan di dahi nya tercetak jelas kala retina nya menangkup selebar kertas yang berwarna ungu, tergeletak di meja samping tempat tidurnya.
Perlahan tangan lentik itu meraih kertas itu, dan membukanya sekilas, Rafani menatap datar isi surat itu, tatapan nya beralih menatap ke arah kaca balokan, dengan kesadaran yang penuh. Gadis itu perlahan turun dari ranjang nya dan melangkah pelan ke arah balkon. Saat sampai balkon, gadis itu tersentak kecil kala melihat seseorang berbaju hitam yang kini bersandar di mobil hitamnya dengan tangan yang menentang satu buah kertas berwarna ungu yang sengaja di angkat ke atas.
Rafani yang melihat itu menoleh cepat ke arah bawah, iya berada di lantai dua. Namun tempat nya tidak lah tinggi membuat nya tanpa pikir panjang, langsung naik ke atas pembatas balokan dengan tangan yang menahan tubuhnya, iya bergantung pelan di balkon menatap seseorang itu yang masih menatap nya dengan bersedekap dada.
Rafani menatap tajam sosok itu dan melepaskan tangan nya...
Happpp..
Brukkkk..
"Sehhhh."ringis Rafani tak sengaja tangan nya yang kena tembakan waktu itu kini di paksa menahan bobot tubuhnya membuat, rasa sakit kembali iya rasakan.
Brummmm...
Rafani menoleh cepat ke arah suara mobil itu. Iya berdiri dan mengejar mobil itu dengan tangan kanan yang meremas kuat lengan kirinya.
"ARGHHHH,, sial."Teriak Rafani kala langkah nya tidak bisa mencapai mobil yang sudah berlalu pergi itu.
"Siapa Lo sebenarnya, apa Lo mau dari Azahra dan gue."Gumam Rafani pelan dengan kini matanya menatap ke arah aspal yang terdapat sebuah kertas berwarna ungu tadi. Rafani melangkah mendekat, dan meraih kertas itu, tangan nya meremas kuat kertas yang ada di genggaman nya membuat kertas itu menjadi gumpalan tak bertautan.
Langkah gadis itu mengayun pelan memasuki pangkaran rumah di hadapannya, langkah nya terhenti menatap bingung rumah di hadapannya, iya menggaruk sekilas keningnya bingung.
"Gue masuk lewat mana."gumam nya sendiri, tatapan nya menatap ke arah lantai dua.
"Gak mungkin gue manjat."
"Aishhh,, alasan apa ya."ujar nya yang masih mengimbang-imbang akan masuk lewat mana.
"Huffff,,, gak ada pilihan lain."ucap nya dan melangkah pelan ke arah pintu utama dengan keadaan yang merintih kesakitan.
Saat ini suasana di dalam rumah itu, sangat lah riuh. Mengingat Giovan dan Devi Sudah bertunangan membuat mereka berkumpul dengan canda tawa dan bertukar cerita. Namun beberapa saat perhatian mereka tertuju ke arah pintu kala mendengar suara dobrakan yang keras membuat pintu itu terbuka lebar, mereka semua terkejut bukan main, ketika mendapati seseorang yang kini berdiri dengan bersandar di samping pintu dengan kondisi tangan yang meremas kuat pergelangan tangan nya yang kini mengeluarkan banyak darah, wajah gadis itu terlihat pucat dengan mata yang menatap senyu orang-orang yang ada di dalam rumah. membuat mereka berteriak kaget, sekaligus bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafani Azahra (End).
Teen Fictiondi larang menjiplak dalam karya orang lain, kita punya kelebihan masing-masing asal bisa berfikir luas maka pasti akan ada dorongan motivasi dalam membuat karya. ohhhh,,, ayolah menulis dan memikirkan alur tidak lah segampang itu, kita harus rela ti...