Flashback on.
Di dalam ruangan yang penuh akan alat medis itu, kini satu dokter dan dua suster tengah di buat tegang akan terjadi penurunan pada detak jantung pasien, suara monitor yang kini melemah membuat tiga orang di dalam ruangan itu berkerja dengan detak jantung yang cepat, peluh keringat membasahi wajah mereka. Dengan tekat dan kecepatan masing-masing mereka hanya berharap pasien yang mereka tangani bisa kembali normal.
Alat defribrilator Terus di kerahkan sang dokter dengan mata yang Terus menatap ke arah monitor, berharap garis lurus itu bisa menunjukkan garis lain. Tubuh yang sudah terbaring sekitar satu bulan itu kini semakin lemah dan kurus, kala alat
defribrilator terletak sempurna di dada sosok itu, membuat tubuhnya terangkat agar bisa menyentrum detak jantung nya.Tittt..
Tittt...
Titttttttttttttt...
Brakkkk....
"Argghhhhh, sial! Lo gak boleh mati sekarang."
Suara lemparkan dan Suara bentakan yang tertahan itu membuat dua suster yang melihat nya terkejut bukan main, mereka berdua hanya bisa diam dengan tubuh bergetar kala melihat tatapan tajam itu.
Gibran, laki-laki itu menatap ke arah sosok gadis di hadapannya dengan mata yang kini memerah, iya meraih pelan defribrilator dan mengarahkan nya ke dada gadis di hadapannya.
"Dok, pasien sud-."
"Saya tidak mau tau, dia harus tetap selamat." Tekan nya menatap dua suster yang ada di sana dengan tatapan tajam. Melihat sorot mata tajam itu membuat dua suster yang ada di sana mengangguk dan segera membantu sampai di mana.....
"Sial, ini sakit goblok."
"BANGSAT."
"Astaghfirullah."
Tiga orang yang ada di sana serontak terkejut, menatap ke arah sosok gadis yang baru aja membuka matanya namun sudah mengumpat ke arah mereka, membuat mereka menegang antara percaya atau tidak.
Gibran laki-laki itu menatap ke monitor yang kini memperlihatkan garis stabil membuat nya menghela nafas lega, laki-laki itu menatap datar gadis di hadapannya yang kini hanya menatap mereka polos.
"Kalian istirahat sana."ujar Gibran yang di angguki cepat oleh dua suster itu.
"Gimana, enak kan di sentrum dalam keadaan sadar."sindir Gibran membuat gadis itu menatap nya mendelik.
Tatapan gadis itu menatap ke arah sekitar, dan menyengit kala iya berada di ruangan ini hanya sendiri.
"Dia sudah sembuh."sekan-akan paham, Gibran pun menjelaskan apa yang menjadi kebingungan gadis itu, membuat nya mengangguk.
"Racunnya Sudah menyebar dan berlawanan dengan pen-."
"Gue tau."
Gibran menatap ke arah gadis itu yang tak lain adalah Rafani Azahra dengan helaan nafasnya.
"Gak ada yang tau soal ini kan." Ucap Rafani menatap ke arah Gibran menyelidik.
"Hem, kalo Lo gak hubungi gue. mungkin mereka bakal tau."
"Thanks."
"Sampai kapan."
"Hah?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafani Azahra (End).
Teen Fictiondi larang menjiplak dalam karya orang lain, kita punya kelebihan masing-masing asal bisa berfikir luas maka pasti akan ada dorongan motivasi dalam membuat karya. ohhhh,,, ayolah menulis dan memikirkan alur tidak lah segampang itu, kita harus rela ti...