SRG 14

107 18 2
                                    

"Hai, Baekjin!"

Ini dia datang. Pikir Baekjin Na merengut tidak nyaman.

Pagi baru saja tiba dan sarapannya baru saja disingkirkan. Sementara itu masih ada perawat yang baru membantunya bersih-bersih badan tapi segera undur diri karena kedatangannya. Baekjin Na merasa pagi harinya yang tenang sudah diambil paksa. Apalagi dia tahu, anak ini akan terus berbicara meskipun dia tidak merespon. Terlalu gigih.

"Bagaimana kabar mu hari ini?" Tanya si tamu tak diundang seraya meletakkan sekeranjang buah di atas meja. "Oh, aku bawa buah pir. Dokter bilang kau boleh makan ini."

Karena berada di sebelahnya, mau tidak mau, Baekjin Na bisa melihatnya mengeluarkan buah dan pisau dan juga alat makan. Tapi melihatnya membawa keributan ke kamar nya begini, membuatnya merasa kesal. Diam-diam Baekjin Na menghela nafas. Padahal rencananya hari ini dia akan jadi orang yang baik.

Kemarin setelah Sarang keluar dari kamarnya, Baekjin Na dilanda rasa bersalah yang datang entah darimana. Tidak, dia tahu jelas itu berasal dari mana. Tentu saja berasal dari perawat yang selalu mengatakan betapa pedulinya Sarang selama Baekjin Na tidak sadarkan diri. Sarang secara rutin menjenguknya, mengajaknya bicara, membawakannya bunga dan hadiah, bahkan membuat Baekjin Na mendapat perawatan terbaik di rumah sakit ini. Termasuk melindunginya juga dari orang-orang jahat yang mencarinya.

Baekjin Na bukan orang yang tidak tahu terimakasih. Dia bahkan sangat berterimakasih karena Sarang sudah menjaga dan melindunginya selama ini. Tapi biar bagaimanapun sebelumnya mereka adalah orang yang tidak saling kenal. Bagaimana bisa Baekjin Na bercengkrama santai dengan nya? Apalagi dengan mulutnya yang tidak bisa diam itu.

Dan itu yang membuatnya tidak begitu nyaman. Tapi hari ini dia berusaha untuk tidak menyakitinya lagi. Sebagai ucapan terimakasih, mungkin? Apalagi kemarin Sarang pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Baekjin Na berfikir, itu mungkin karena sikapnya yang keterlaluan. Biar bagaimanapun dia adalah putri yang dirawat rumah kaca. Dia pasti selalu mendengar kata-kata baik saja. Dan kemarin dia pasti terkejut karena diperlakukan dengan dingin begitu. Jujur saja, Baekjin Na bahkan merasa heran melihatnya datang lagi hari ini dengan ekspresi ceria seakan tidak ada apa-apa.

Untuk itu, Baekjin Na berniat untuk bersikap lebih baik padanya.

Sarang memindahkan kursi lebih dekat ke meja.

"Aku mau membawa apel, tapi dokter bilang pir saja." Kata gadis itu. "Aku membawa pisau juga." Gumamnya. "Dan piring."

Dia menyusun semuanya dengan baik.

"Baiklah.. aku akan memotong pirnya untuk mu." Katanya ceria. "Dipotong begini.."

Mata Baekjin Na menyipit tidak setuju dengan caranya memotong buah. Tapi dia diam saja. Hari ini dia akan jadi orang baik, kan?

"Aduh!"

Sudah kuduga. Pikir Baekjin acuh.

"Darahnya menetes." Kata gadis itu bergegas ke toilet. Dia meninggalkan potongan buahnya di atas meja.

Potongan apa itu? Pikir Baekjin Na melirik ke dalam piring. Kelinci pir? Bukan apel? Kelinci cacat? Telinganya hanya satu? Ucapnya dalam hati. Tanpa sadar dia tersenyum.

Sarang yang baru kembali dari toilet, berhenti karena melihat Baekjin Na tersenyum.

"Kau sedang menertawakan hasil kerja keras ku, ya?" Kata Sarang mengejutkannya.

Baekjin Na menyeringai menahan tawa dalam mulutnya. "Kelinci cacat."

"Tidak seburuk itu!" Kata Sarang terhina. "Tapi tidak apalah. Setidaknya kelinci cacat ku bisa membuat mu tertawa."

Happy Ending Buat Bias KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang